Monday, September 6, 2010

PEWARNAAN DIFERENSIAL DAN KHUSUS SEL BAKTERI

Oleh : Arif Rifqi

Pewarnaan diferensial artinya pewaraan yang menggunakan labih dari satu macam zat warna, seperti pewarnaan gram dan pewarnaan tahan asam. Sedangkan pewarnaan khusus artinya pewarnaan yang dipakai untuk mewarnai bagian-bagian sel atau bakteri tertentu yang sukar diwarnai dengan menggunakan pewarnaan biasa.

A. Pewarnaan Gram

Pewarnaan gram merupakan pewarnaan diferensial yang sangat penting. Ditemukan oleh Christian Gram pada tahun 1884. Pada pewarnaan ini akan didapat warna ungu untuk Gram positif dan merah untuk gram negatif. Hal ini disebabkan oleh kadar kadungan peptidoglikan pada dinding sel bakteri. Berikut tabelnya:

PERBEDAAN

GRAM POSTIF (biru)

GRAM NEGATIF (merah)

Kadar peptidoglikan

Tebal

Tipis

Kadar lipid

1-4 %

11-22%

Resistensi terhadap alkali (1% KOH)

Tidak larut

Larut

Kepekaan terhadap iodium

Lebih peka

Kurang peka

Toksin yang dibentuk

Eksotoksin

Endotksin

Resistensi terhadap tellurit

Lebih tahan

Lebih peka

Sifat tahan asam

Ada yang tahan asam

Tidak ada

Kepekaan terhadap penisilin

Labih peka

Kurang peka

Kepekaan terhadap streptomisin

Tidak peka

Peka

Sifat bakteri terhadap pewarnaan Gram merupakan sifat penting untuk membantu determinasi bakteri. Ada beberpa teori tentang dasar perbedaan yang menyebabkan kelainan kedua golongan tersebut :

1. Teori Salton

Teori ini berdasarkan kadar lipid yang tinggi (20%) didalam dinding sel bakteri Gram negatif. Zat lipid ini terlarut selama pencucian dengan alkohol. Pori-pori pada dinding sel membesar, sehingga zat warna yang sudah diserap mudah dilepaskan dan bakteri menjadi tidak berwarna.

Sedangkan, bakteri Gram positif mengalami denaturasi protein pada diding selnya oleh pencucian dengan alkohol. Protein menjadi keras dan beku, pori-pori mengecil, sehingga kompleks ungu kristal-iodium diperthanankan dan sel kuman tetap berwarna ungu.

Bila dinding sel dilarutkan dengan lisosim, maka terbentuklah protplas. Sel melepaskan kompleks ungu kristal-iodium setelah dicuci dengan alkohol. Jadi dinding sel menahan keluarnya zat warna ungu.

2. Permeiabilitas Dinding Sel

Teori ini berdasarkan tebal tipisnya lapisan peptidoglikan dalam dinding sel. Bakteri Garm positif mempunyai susunan dinding sel yang kompak dengan lapisan peptidoglikan yang terdiri dari 30 lapisan. Permeabilitas kurang dan komplek ungu kristal iodium tidak dapat keluar.

Sedangkan pada bakteri Gram negatif, mempunyai lapisan peptidoglikan yang tipis, hanya 1-2 lapisan dan susunan diding sel yang tidak kompak. Permeabilitas dinding sel besar, sehingga masih memungkinkan terlepasnya kompleks ungu kristal-iodium.

Biasanya, bakteri yang berbentuk kokus yang patogen terhadap manusia bersifat Gram positif, kecuali kokus dari famili Neisseriaceae. Bakteri berbentuk batang dan spiral yang patogen bagi manusia umunya bersifat Gram negatif kacuali batang dari genus Mycobacterium, Corynebacterium, Listeria, Bacillus, dan Clostridium.

B. Pewarnaan khusus

Pewarnaan ini dipakai untuk mewarnai bagian-bagian sel kuman atau kuman tertentu yang sukar diwarnai. Contohnya pewarnaan Gray, Novel, Zettnow dan lain sebagianya.

1. Pewarnaan Spora

Pada prinsipnya, pemanasan akan mengembangkan lapisan luar spora sehingga zat warna utama dapat masuk masuk ke dalam spora sehingga berwarna hijau.melalui pendinginan warna utama akan terperangkap di dalam spora,dengan pencucian zat warna utama yang ada pada sel vegetatif akan terlepas sehingga pada saat pewarnaan kedua (safranin), sel vegetatif akan berwarna merah.

Perwarnaan ini salah satunya menggunakan menggunakan metode pewarnaan Klein. Pada prinsipnya, spra bakteri berwarna merah dan badan bakteri berwarna biru. Dinding spora yang tebal memerlukan pemanasan agar pori-pori membesar dan zat warna dapat masuk.

Selain itu dapat juga digunakan metode Schaefier-Fulton. Pada prinsipnya, spora akan mengikat larutan pewarna malakit hijau dengan proses pemanasan, sedangkan dinding sel akan mengikat warna safranin yang berwarna merah setelah kelebihan pewarna malakit hijau dicuci dengan menggunakan air.

.

2. Pewarnaan Kapsul

Banyak spesies bakteri melakukan sintesis polimer ekstraseluler yang berkondensasi dan membentuk lapisan di sekeliling sel dan disebut kapsul. Pada umumnya banya berupa polisakarida. Pada medium agar, koloni bakteri yang berkapsul tampak sebagai koloni berlendir. Umumnya bakteri berkapsul lebih tahan terhadap efek fagositosis dari daya pertahanan badan. Seperti Streptcocus mutans yang membentuk plak dan merusak pada gigi.

Beberapa jenis bakteri dan amoeba hijau-biru mengeluarkan bahan-bahan yang amat berlendir dan lengket pada permukaan selnya, melengkungi dinding sel. Bila bahan berlendir tersebut kompak dan tampak sebagai suatu bentuk yang pasti ( bundar/lonjong) maka disebut kapsul, tetapi bila tidak teratur bentuknya dan menempelnya pada sel kurang erat maka disebut selaput lendir.

Kapsul dan lendir tidaklah esensial bagi kehidupan sel, tapi dapat berfungsi sebagai makanan cadangan, perlindungan terhadap fagositosis ( baik dalam tubuh inang maupun dialam bebas ) atau perlindungan terhadap dehidrasi. Kemampuan menghasilkan kapsul merupakan sifat genetis, tetapi produksinya sangat dipengaruhi oleh komposisi medium tempat ditumbuhkannya sel-sel yang bersangkutan. Komposisi medium juga dapat mempengaruhi ukuran kapsul. Ukuran kapsul berbeda-beda menurut jenis bakterinya dan juga dapat berbeda diantara jalur-jalur yang berlainan dalam satu spesies.

Pada beberapa jenis bakteri adanya kapsul sebagai petunjuk virulensi. Semua kapsul bakteri tampaknya dapat larut dalam air. Komposisi kimiawi kapsul ada yang berupa glukosa ( misalnya dektrosa pada leokonostok mesendteroides), polimer gula amino (misalnya asam hialuronat pada Staphylococcus piogenik), polipeptida (misalnya polimer asam D-glutamat pada Bacillus antraksis) atau kompleks polisakarida protein ( misalnya B disentri).
Simpai biasanya diperlihatkan dengan cara pewarnaan negatif atau modifikasi dari cara itu. Salah satu pewarnaan simpai (kapsul) ini ( metode Welch) meliputi pemberian larutan kristal ungu panas disusul kemudian dengan pencucian dengan larutan tembaga sulfat. Tembaga sulfat ini digunakan untuk menghilangkan zat warna berlebihan karena pencucian biasa dengan air akan melarutkan simpai. Garam tembaga memberi pula warna pada latar belakang, sehingga sel dan latar belakang akan tampak biru tua dan simpai berwarna biru yang lebih muda.

Daftar Pustaka

Noverita. Widowati, R. Yulneriwarni. Darneli. Penuntun Praktikum Mikrobiologi. Fakultas Biologi Universitas Nasional. Jakarta, 2009.

Syachrurraahman, A. Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran. Binarupa Aksara. Jakarta, 1994.

RED TIDE; Harmfull m-Alga Bloom (HAB)

Oleh :Arif Riqfi

PENGANTAR

Red tide adalah suatu keadaan di mana air, terutama air laut mengalami perubahan warna akibat dari ledakan populasi (blooming) dari fitoplankton. Perubahan warna yang terjadi dapat berupa warna merah, coklat, ungu, kuning, hijau dan lain-lainnya. Istilah red tide saat ini populer dikenal dengan istilah Harmfull m-Alga Blooms (HAB), karena tidak semua alga yang blooming menyebabkan kematian dan tidak semunya berwarna merah. Saat ini jumlah fitopalnkton yang dapat menyebabkan HAB ada sekitar 50 jenis dan hampi semuanya dari kelompok dinoflagelata. Kelompok lain hanya terdiri atas marga diatom sebanyak tiga jenis dari marga Pseudonistzchia (Praseno, 1993).

Pada sisi lain, HAB merupakan fenomena yang terjadi akibat ledakan perkembangan (blooming) yang begitu cepat dari sejenis fitoplankton, misalnya Ptychodiscus brevis, Prorocentrum, Gymnodinium breve, Alexandrium catenella dan Noctiluca Scintillans dari kelompok Dinoflagellata (Pyrrophyta) yang dapat menyebabkan perubahan warna dan konsentrasi air secara drastis, kematian massal biota laut, perubahan struktur komunitas ekosistem perairan, bahkan keracunan dan kematian pada manusia. Hal ini disebabkan oleh setidaknya empat factor, yaitu pengayaan unsur hara dalam dasar laut atau eutrofikasi, perubahan hidro-meteorologi dalam sekala besar, adanya gejala upwelling yaitu pengangkatan massa air yang kaya akan unsur hara ke permukaan, dan akibat hujan dan masuknya air tawar ke laut dalam jumlah besar.

Keempat faktor itu, menurutnya, merupakan faktor penyebab terjadinya red tide spesies fitoplankton pyrrophyta berwarna merah. Spesies ini akan hilang dengan sendirinya, bila ekosistem dalam air kembali seimbang, yaitu kembali pada kondisi normalnya. HAB biasanya terjadi pada air pesisir pantai dan muara, jumlah fitoplankton berlebih di sebuah perairan berpotensi membunuh berbagai jenis biota laut secara massal. Pasalnya, keberadaan fitoplankton mengurangi jumlah oksigen terlarut.Kemungkinan lain, insang- insang ikan penuh dengan fitoplankton. Akibatnya, lendir pembersihnya menggumpal karena fitoplanktonnya berlebih dan ikan pun sulit bernapas.

Fenomena pasang merah (“red tide”) ini merupakan peristiwa alam yang umumnya terjadi. Namun demikian red tide tidak selalu berwarna merah, ada kemungkinan berwarna kuning atau coklat tergantung jenis fitoplankton yang meyebabkan terjadinya red tide tersebut. Pyrrophyta atau lebih dikenal sebagai Dinophyceae atau Dinoflagellata merupakan protista yang hidup di laut atau air tawar. Pyrrophyta dinamakan pula sebagai Dinoflagellata karena mempunyai sepasang flagella yang tidak sama panjang.

Dinoflagellata dalam jumlah yang kecil sebagai penyusun komunitas plankton laut, tetapi lebih melimpah di perairan tawar. Fenonema menarik yang dihasilkan oleh Pyrrophyta adalah kemampuan bioluminescence (emisi cahaya oleh organisme), seperti yang dihasilkan oleh Noctiluca, Gonyaulax, Pyrrocystis, Pyrodinium dan Peridinium sehingga menyebabkan laut tampak bercahaya pada malam hari.

Fenomena lainnya adalah pasang merah (red tide) yaitu terjadinya blooming Pyrrophyta dengan 1- 20 juta sel per liter. Red tide dapat menyebabkan: Kematian ikan dan invertebrata, jika yang blooming adalah Ptychodiscus brevis, Prorocentrum dan Gymnodinium breve. Kematian invertebrata jika yang blooming adalah Gonyaulax, Ceratium dan Cochlodinium. Kematian organisme laut, yang lebih dikenal sebagai paralytic shellfish poisoning, jika yang blooming adalah Gonyaulax dan Alexandrium catenella.

Di beberapa Negara, seperti Jepang, Australia, Selandia Baru, Fiji, Papua Nugini, Hongkong, India, Brunei Darussalam, Filipina, Thailand, dan beberapa Negara lainnya melaporkan bahwa masalah yang ditimbulkan HAB merupakan masalah serius. Beberapa pusat budidaya ikan, udang, dan kerang hacur akibat HAB, bahkan kasus keracunan dan kematian manusia akibat memakan ikan atau kerang yang terkonatminasi HAB sudah sering dilaporkan.

Di Indonesia pernah terjadi peristiwa kematian massal ikan beserta kasus keracunan dan kematian manusia akibat HAB pertama kali dialporkan terjadi di flores pada tahun 1983. Selain itu juga pernah terjad di Ujung Pandang pada bulan Agustus 1987 dan di Kalimantan Timur pada bulan Januari 1988. Kasus keracunan ini diduga kuat disebabkan oleh fitoplankton jenis Pyrodinium bahamense. Jenis ini dapat menghasilkan racun saxitosin yang dapat menyebabkan penyakit Paralytic Shellfish Poisoning (PSP) pada manusia dan hewan (Adnan 1990).

Di Jakarta pertama kali dilaporkan terjadi peristiwa HAB pada tanggal 31 Juli 1986. Kejadian ini tampak pada beberapa ikan yang mati mengapung di atas air laut yang pada mulanya banyak beranggapan hal ini disebabkan oleh pembuangan bahan kimia dan limbah ke laut. Kemungkinan perairan di teluk Jakarta sudah mengalami eutrofikasi yang menjadi faktot utama terjadinya HAB (Sutomo, 1993).

KASUS HAB (“RED TIDE” DI INDONESIA)

A. HAB di Teluk Jakarta

Kematian ribuan ikan di Teluk Jakarta sejak 6 Mei, 2004 telah menyita perhatian masyarakat di wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya. Masyarakat ibukota dikecam ketakutan mengkonsumsi ikan yang kematiannya disinyalir akibat keracunan limbah buangan industri, sementara nelayan tidak kalah resah dengan rendahnya hasil penjualan ikan mereka jauh di atas rata-rata. Di lain pihak polemik melanda institusi pemerhati lingkungan dan pemerintah, sehubungan dengan interpretasi kepastian kematian ribuan ikan tersebut yang sampai saat ini belum diketahui penyebabnya secara ilmiah. Analisis sementara yang diberikan Departemen Kelautan dan Perikanan menyatakan telah terjadi perkembangan (blooming) yang begitu cepat sejenis fitoplankton Noctiluca scintillans dari kelompok Dinoflagellata, terutama dari jenis yang menyebabkan perairan terlihat berwarna merah pada kondisi "Red Tide".

Kondisi HAB sebenarnya tidak selalu membahayakan, karena spesies plankton yang berbahaya hanya sebagian kecil dari konsentrasi plankton aman secara keseluruhan dan hampir tidak pernah mencapai kepadatan yang bisa menyebabkan perubahan warna pada perairan. Namun demikian, walaupun kecil, spesies plankton tersebut mengandung racun yang dapat mempengaruhi rantai makanan dan selanjutnya membunuh zooplankton, ikan, burung dan mamalia laut bahkan manusia. Kondisi ini diperburuk dengan tingginya angka pencemaran laut di Teluk Jakarta akibat buangan limbah industri dan aktivitas rumah tangga yang menjadi isu utama masyarakat dewasa ini.

Limpahan air sungai (river discharge) yang mengangkut zat hara dan buangan limbah organik akibat aktivitas rumah tangga dan industri merupakan kandidat utama pemicu terjadinya HAB di Teluk Jakarta. Meningkatnya intensitas curah hujan pada akhir bulan April 2004 di sekitar wilayah Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi (jabotabel) memberikan akumulasi pengayaan zat hara di perairan Teluk Jakarta sebagai akibat suplay limpahan air sungai yang terus menerus. Kondisi optimal diketahui mencapai puncaknya pada minggu pertama bulan Mei 2004, dan hal ini yang menguatkan analisis limpahan air sungai (river discharge) sebagai penyebab kematian sebagian ratusan ikan mati pada tanggal 6 Mei 2004. Efek berantai dari pola rantai makanan menyebabkan kematian ikan secara massal pada tanggal 8 dan 9 Mei, 2004.

Selain itu, faktor batimetri, yaitu kedangkalan dan gundukan (sill) yang terdapat di mulut Teluk Jakarta dapat menyebabkan kenaikan tinggi gelombang dan penguatan arus pasut serta percampuran secara turbulen (turbulent mixing) di seluruh kolom perairan akibat efek gesekan dengan dasar laut.

Aktivitas ini dapat membentuk pertemuan dua regim kontras oleh arus pasut (tidal front) yang ditandai dengan perbedaan densitas mencolok secara horisontal. Menurut kaidah geostrofik, maka efek Coriolis akan mengimbangi perbedaan tekanan yang menyebabkan arus kuat sepanjang area pertemuan dua regim tersebut (front). Apabila kedua gaya tersebut tidak lagi seimbang, maka akan terbentuk sirkulasi vertikal pada lokasi front yang memindahkan melimpahnya zat hara dari kedalaman ke permukaan. Hal ini akan merangsang pertumbuhan fitoplankton dan selanjutnya red tide dalam skala waktu yang lebih cepat.

B. HAB di Perairan Indramayu-Cirebon

Merebaknya teka teki gejala munculnya Sabuk Hitam (Nelayan Cirebon Berhenti Melaut: PR 6 Mei 2005) telah membawa konsekuensi meningkatnya keseriusan instansi-instansi yang berwenang untuk lebih serius memberikan perhatian serta upaya untuk segera melakukan penanggulangan dampak yang semakin nyata dan meluas. Prakarsa yang dilakukan Dinas Pertambangan dan Lingkungan Hidup (DPLH) Kab. Indramayu dan Dinas Pertambangan, Kehutanan dan Lingkungan Hidup (DPKLH) Kab. Cirebon untuk melakukan koordinasi atas teka teki ini merupakan langkah awal yang patut diberikan acungan jempol, karena lebih berorientasi pada upaya penanggulangan darurat daripada berkutat mempertanyakan pihak-pihak yang patut dipersalahkan. Respons yang diberikan pihak terkait lainnya seperti Pertamina UP VI, Pertamina DOC-JBB, UPMS III Balongan, serta BP West Java juga merupakan langkah maju untuk mengungkap teka teki Sabuk Hitam ini. Sementara itu, serentaknya upaya penanggulangan atas bukti cemaran minyak mentah (crude oil) yang terdampar di tiga pulau yaitu pulau Biawak, Gosong dan Cendekian diharapkan akan mempercepat pemulihan lingkungan di kawasan pulau-pulau tersebut, sekaligus mengungkap dari mana sumber cemaran minyak ini berasal.

Dugaan telah terjadinya pertumbuhan algae yang sangat pesat (Blooming algae atau Harmfull Algal Bloom) seperti yang dikemukakan Staf Ahli dari DPKLH Kab. Cirebon (Misteri Sabuk Hitam Diduga Blooming Algae: PR 17 Mei 2005), juga merupakan masukan yang cukup beralasan karena pada tahun 2003 para peneliti BATAN bersama dengan Universitas Atmajaya dan Puslitbang Geologi Kelautan (PPPGL) telah menemukan adanya kista yang diduga merupakan kumpulan algae menyerupai jenis Dynoflagellate pada sedimen dasar laut di sekitar perairan Cirebon. Hal ini memberikan indikasi bahwa peluang terjadinya blooming algae ini memungkinkan jika nutrisi atau zat hara disekitar perairan melimpah dan sinar matahari cukup menghangatkan perairan sehingga kista yang berada di dasar laut akan mengalami proses percambahan (germination) dan pecah sehingga sel-sel algae di dalam kista tadi keluar menyebar. Sinar matahari akan mempercepat proses pembelahan sel menjadi sejuta kali dalam waktu dua sampai tiga minggu. Jika algae ini memiliki pigmen warna merah maka limpahan algae yang mengambang di perkukaan laut ini akan mewarnai perairan menjadi merah sehingga fenomena ini disebut ”Red Tide”. Red Tide lazim terjadi pada perairan dangkal atau muara, dimana akibat adanya banjir di muara sungai menyebabkan arus dasar laut mengaduk dasar perairan yang mengakibatkan kista-kista algae yang berada di dalam sedimen lumpur ini teraduk dan terangkat ke permukaan dasar laut. Jika kandungan oksigen cukup dan temperatur perairan cukup hangat maka kista-kista tadi pecah dan sel algae berhamburan melayang pada kolom air laut. Nutrisi dan zat hara yang terbawa aliran sungai ke laut mempercepat pembelahan sel algae ini sehingga menyebabkan blooming algae secara berlimpah. Berlimpahnya algae ini menutupi permukaan laut pada malam hari dan turun menyelam ke bagian bawah pada siang hari, sehingga kenampakannya sulit terlihat pada siang hari. Arus permukaan laut biasanya mengangkut limpahan algae ini membentuk sabuk memanjang mengikuti arah arus, namun jika arus laut tidak cukup kuat maka limpahan algae ini membentuk kawasan perairan dengan rona merah, kadang-kadang bercampur warna coklat atau hitam tergantung dari pigmen jenis algae dominannya. Berlimpahnya algae di permukaan laut juga telah mengakibatkan berkurangnya kandungan oksigen pada kolom air di bawahnya, akibatnya mahluk hidup lain seperti ikan-ikan kecil akan mati lemas kekurangan oksigen. Selain itu, jika jenis algae ini beracun, maka ikan-ikan besar yang memakan algae ini juga ikut teracuni, biasanya akan mengalami lumpuh dan bahkan mati beberapa saat kemudian. Berlimpahnya algae ini juga mengakibatkan keracunan mahluk hidup lainnya seperti kerang-kerangan yang hidup di dasar laut. Kerang yang teracuni algae ini sangat beracun jika dikonsumsi manusia karena mempunyai akumulasi kandungan racun yang lebih tinggi dibandingkan jenis ikan. Hal lain yang merupakan ciri booming algae adalah kelaziman terjadinya di kawasan pantai, sangat jarang terjadi di laut lepas karena ummunya kista-kista algae ini hidup dalam bentuk Alexandrium istirahat tertimbun sedimen lumpuran sampai tahunan di perairan dangkal. Dengan demikian, dugaan adanya indikasi booming algae sebagai Sabuk Hitam diperairan Cirebon atau Indramayu yang berjarak 10-15 Km dari garis pantai kemungkinannya sangat langka. Namun demikian, jika memang ditemukan data adanya pertumbuhan algae di laut lepas akan merupakan data baru yang cukup signifikan untuk diteliti lebih lanjut.

Dugaan Sabuk hitam di perairan lepas pantai sebagai apungan tumpahan minyak (oil spill) nampaknya lebih mendekati kenyataan, karena oil spill dapat terjadi di perairan dangkal atau lepas pantai, tergantung dari sumbernya. Bentuk luasan oil spill ini biasanya memanjang sesuai dengan arah arus dominan. Namun di perairan Laut Jawa di mana arus dominan merupakan arus pasang surut yang berbalik arah dua kali sehari maka diperkirakan arah orientasi Sabuk Hitam ini memanjang timur-barat. Kenampakan oil spill ini hanya dapat dilihat secara visual jika gelombang relatif tenang, sedangkan pada saat gelombang besar maka sulit untuk dikenali. Dengan kata lain, sulit untuk memperkirakan luasan sebarannya hanya berdasarkan pengamatan visualisasi saja. Teknik yang umum untuk mendeteksi bentuk serta luasan sebaran oil spill ini adalah menggunakan Synthetic Aperture Radar (SAR) yang memanfaatkan hamburan balik (backscatter) gelombang mikro yang intensitasnya berkurang pada lapisan oil spill. Rona oil spill pada rekaman SAR umumnya berwarna hitam sedangkan rona latar air laut berwarna lebih cerah.

Jika indikasi tumpahan minyak ini telah terpetakan maka berbagai upaya penanggulangan dapat dilakukan agar tidak meluas dan merusak lingkungan laut. Peralatan yang umum digunakan dalam penanggulangan tumpahan minyak adalah Oil Boom yaitu perangkap lapisan minyak menggunakan sistem pelampung terapung, Oil Skimmers sebagai penyaring yang memisahkan minyak dan air, Hydro-Fire Boom menggunakan air yang dibekukan kemudian tumpahan minyak dibakar di tempat (insitu), dan Dispersant Spray Equipment menggunakan dispersant kimiawi untuk membuyarkan lapisan tumpahan minyak yang cukup tebal. Penggunaan perangkat lunak untuk pemodelan merupakan cara analitis yang cukup ampuh untuk mendeteksi letak sumber tumpahan minyak. Salah satu perangkat lunak yang sering digunakan adalah Fluidyn-FLOWCOAST yang dikembangkan dari pemodelan hidrodinamika fluida. Keunggulan pemodelan ini adalah disamping dapat memodelkan pergerakan tumpahan minyak dari waktu kewaktu, juga dapat menghitung penurunan kadar tumpahan minyak oleh deposisi pantai (oil retention capacity of the shoreline).

Ditinjau dari prakarsa yang perlu ditempuh pada kasus Sabuk Hitam di perairan Indramayu dan Cirebon, maka pengambilan sampel tumpahan minyak di tempat-tempat yang representatif akan menggiring analisis dari mana sumber tumpahan minyak itu berasal. Oleh sebab itu, untuk menjawab teka-teki keberadaan Sabuk Hitam ini sangat diperlukan kerja sama semua pihak untuk memberikan data temuan seobjektif mungkin. Kemungkinan sumber cemaran sementara ini adalah berasal dari sumber-sumber bergerak seperti bocornya kapal tanker pengangkut minyak mentah atau secara sengaja dibuang ke laut, kebocoran pipa-pipa penyalur bawah laut (submarine pipeline), rembesan minyak pada sumur-sumur eksplorasi dan eksploitasi anjungan pemboran minyak lepas pantai, ataupun kebocoran pada ujung lubang bor dasar laut (seabottom well head) merupakan sumber-sumber yang patut dipantau secara ketat, karena perairan Laut Jawa Barat merupakan kawasan kegiatan pemboran minyak dan gas yang cukup intensif.

DAFTAR PUSTAKA

Admin. Red Tide; Perubahn warna Air Laut. http: klutuk.co.cc. Tanggal Akses 22 Juni 2010.

Adnan Q. Keracunan Makan Kerang dan Red Tide Suatu Fenomena Alam di Indonesia. Lustrum VII Fakultas Biologi UGM. Jogjakarta, 1990.

Homepage Departemen Kelautan dan Perikanan, http://www.dkp.go.id. Tanggal Akses 22 Juni 2010.

Homepage http://e450.colorado.edu/realtime/welcome/. Tanggal Akses 22 Juni 2010.

Lubis, S. Teka Teki Sabuk Hitam dan ”Red Tide” di Perairan Indramayu-Cirebon, Dua Gejala Kelautan yang Sangat Berbeda. Puslitbang Geologi Kelautan. Jakarta, 2009.

Praseno, DP. Studi “Red Tide” dan Pemantauannya. Ceramah Interen P2O LIPI. Jakarta. 1993

Sutomo. Kejadian Red Tide dan Kematian Massal Udang Jebbung (Peaneus murguensis) dan Udang Windu (Peaneus monodon) dalam Budidaya Jaring Apung di Muara Keramat Kebo, Teluk Naga, Tanggerang. Puslit Oseanografi LIPI. Jakarta, 1993.

Syamsyudin, F. Red Tide di Teluk Jakarta. Inovasi Online. http://io.ppi-jepang.org. Tanggal Akses 22 Juni 2010.

PENCEMARAN LIMBAH RUMAH TANGGA TERHADAP EKOSISTEM LAUT

Disusun oleh : Arif Rifqi
Manusia merupakan komponen lingkungan alam yang bersama-sama dengan komponen alam lainnya, hidup bersama dan mengelola lingkungan dunia. Karena manusia adalah makhluk yang memiliki akal dan pikiran, peranannya dalam mengelola lingkungan sangat besar. Manusia dapat dengan mudah mengatur alam dan lingkungannya sesuai dengan yang diinginkan melalui pemanfaatan ilmu dan teknologi yang dikembangkannya. Akibat perkembangan ilmu dan teknologi yang sangat pesat, kebudayaan manusia pun berubah dimulai dari budaya hidup berpindah-pindah (nomad), kemudian hidup menetap dan mulai mengembangkan buah pikirannya yang terus berkembang sampai sekarang ini. Hasilnya berupa teknologi yang dapat membuat manusia lupa akan tugasnya dalam mengelola bumi. Sifat dan perilakunya semakin berubah dari zaman ke zaman. Sekarang ini manusia mulai bersifat boros, konsumtif dan cenderung merusak lingkungannya.
Lingkungan mempunyai daya dukung dan daya lenting. Daya dukung berarti kemampuan lingkungan untuk dapat memenuhi kebutuhan sejumlah makhluk hidup agar dapat tumbuh dan berkembang secara wajar didalamnya. Daya lenting berarti kemampuan untuk pulih kembali kepada keadaan setimbang. Kegiatan manusia amat berpengaruh pada peningkatan atau penurunan daya dukung maupun daya lenting lingkungan. Manusia dapat meningkatkan daya dukung lingkungan, tetapi karena keterbatasan kemampuan dan kapasitas lingkungan, tidak mungkin terus ditingkatkan tanpa batas, sehingga manusia secara sadar ataupun tidak menyebabkan ketidaksetimbangan atau kerusakan lingkungan. Kerusakan lingkungan diakibatkan oleh berbagai faktor, antara lain oleh pencemaran. Pencemaran ada yang diakibatkan oleh alam, dan ada pula yang diakibatkan oleh perbuatan manusia. Pencemaran akibat alam antara lain letusan gunung berapi. Bahan-bahan yang dikeluarkan oleh gunung berapi seperti asap dan awan panas dapat mematikan tumbuhan, hewan bahkan manusia. Lahar dan batu-batu besar dapat merubah bentuk muka bumi. Pencemaran akibat manusia adalah akibat dari aktivitas yang dilakukannya. Lingkungan dapat dikatakan tercemar jika dimasuki atau kemasukan bahan pencemar yang dapat mengakibatkan gangguan pada mahluk hidup yang ada didalamnya. Gangguan itu ada yang segera nampak akibatnya, dan ada pula yang baru dapat dirasakan oleh keturunan berikutnya. Kerusakan lingkungan akibat aktivitas manusia di mulai dari meningkatnya jumlah penduduk dari abad ke abad.
Populasi manusia yang terus bertambah mengakibatkan kebutuhan manusia semakin bertambah pula, terutama kebutuhan dasar manusia seperti makanan, sandang dan perumahan. Bahan-bahan untuk kebutuhan itu semakin banyak yang diambil dari lingkungan. Disamping itu perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) memacu proses industrialisasi, baik di negara maju ataupun negara berkembang. Untuk memenuhi kebutahan populasi yang terus meningkatkan, harus diproduksi bahan-bahan kebutuhan dalam jumlah yang besar melalui industri. Kian hari kebutuhan-kebutuhan itu harus dipenuhi. Karena itu mendorong semakin berkembangnya industri, hal ini akan menimbulkan akibat antara lain Sumber Daya Alam (SDA) yang diambil dari lingkungan semakin besar, baik macam maupun jumlahnya, industri mengeluarkan limbah yang mencemari lingkungan, Populasi manusia mengeluarkan limbah juga, seperti limbah rumah tangga yang dapat mencemari lingkungan, muncul bahan-bahan sintetik yang tidak alami (insektisida, obat-obatan, dan sebagainya) yang dapat meracuni lingkungan. Akibat selanjutnya lingkungan semakin rusak dan mengalami pencemaran. Pencemaran lingkungan terbagi atas tiga jenis, berdasarkan tempat terjadinya, yaitu pencemaran udara, pencemaran air dan pencemaran tanah. Di Indonesia, kerusakan lingkungan akibat pencemaran udara, air dan tanah sudah sangat kritis. Terlebih kebanyakan dari manusia menggatungkan hidupnya dari laut.
Laut sebagian besar terdiri dari air. Dalam ekosistem laut, terdapat banyak kehidupan yang satu sama lain saling bergantung. Baik itu mulai dari hulu suangai sampai dasar laut. Dalam PP. no 20 tahun 1990 Air adalah semua air yang terdapat di dalam dan atau berasal dari sumber air, dan terdapat diatas permukaan tanah, tidak termasuk dalam pengertian ini adalah air yang terdapat di bawah permukaan tanah dan air laut.
Seiring dengan bertambahnya populasi penduduk, aneka kebutuhan hidup manusia semakin bertambah dan menghasilkan prosuk akhir yang disebut sampah. Sampah apabila tidak dilakukan akan dapat mencemari lingkungan, terutama perairan yang notabane-nya banyak menganggap sebagai tempat sampah paling luas. Pencemaran perairan sendiri adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun sampai ketingkat tertentu yang menyebabkan air tidak berfungsi lagi sesuai dengan peruntukkannya.
Pencemaran air terjadi pada sumber-sumber air seperti danau, sungai, laut dan air tanah yang disebabkan olek aktivitas manusia. Air dikatakan tercemar jika tidak dapat digunakan sesuai dengan fungsinya. Walaupun fenomena alam, seperti gunung meletus, pertumbuhan ganggang, gulma yang sangat cepat, badai dan gempa bumi merupakan penyebab utama perubahan kualitas air, namun fenomena tersebut tidak dapat disalahkan sebagai penyebab pencemaran air. Pencemaran ini dapat disebabkan oleh limbah industri, perumahan, pertanian, rumah tangga, industri, dan penangkapan ikan dengan menggunakan racun. Polutan industri antara lain polutan organik (limbah cair), polutan anorganik (padatan, logam berat), sisa bahan bakar, tumpaham minyak tanah dan oli merupakan sumber utama pencemaran air, terutama air tanah. Disamping itu penggundulan hutan, baik untuk pembukaan lahan pertanian, perumahan dan konstruksi bangunan lainnya mengakibatkan pencemaran air tanah.
Limbah rumah tangga seperti sampah organik (sisa-sisa makanan), sampah anorganik (plastik, gelas, kaleng) serta bahan kimia (detergen, batu batere) juga berperan besar dalam pencemaran air, baik air di permukaan maupun air tanah. Polutan dalam air mencakup unsur-unsur kimia, pathogen/bakteri dan perubahan sifat Fisika dan kimia dari air. Banyak unsur-unsur kimia merupakan racun yang mencemari air. Patogen/bakteri mengakibatkan pencemaran air sehingga menimbulkan penyakit pada manusia dan binatang. Adapuan sifat fisika dan kimia air meliputi derajat keasaman, konduktivitas listrik, suhu dan pertilisasi permukaan air. Di negara-negara berkembang, seperti Indonesia, pencemaran air (air permukaan dan air tanah) merupakan penyebab utama gangguan kesehatan manusia/penyakit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di seluruh dunia, lebih dari 14.000 orang meninggal dunia setiap hari akibat penyakit yang ditimbulkan oleh pencemaran air.

Secara umum, sumber-sumber pencemaran air adalah sebagai berikut :
1. Limbah industri (bahan kimia baik cair ataupun padatan, sisa-sisa bahan bakar, tumpahan minyak dan oli, kebocoran pipa-pipa minyak tanah yang ditimbun dalam tanah)
2. Pengungangan lahan hijau/hutan akibat perumahan, bangunan
3. Limbah pertanian (pembakaran lahan, pestisida)
4. Limbah pengolahan kayu
5. Penggunakan bom oleh nelayan dalam mencari ikan di laut
6. Rumah tangga (limbah cair, seperti sisa mandi, MCK, sampah padatan seperti plastik, gelas, kaleng, batu batere, sampah cair seperti detergen dan sampah organik, seperti sisa-sisa makanan dan sayuran).
Limbah adalah limbah cair yang berasal dari masyarakat urban, termasuk di dalamnya limbah kota (municipal) dan aktivitas industri, yang masuk ke sistem saluran pembuangan kota. Pada umumnya limbah domestik mengandung sampah padat (berupa tinja, dan cair yang berasal dari rumah tangga). Limbah rumah tangga merupakan pencemar air terbesar selain limbah-limbah industri, pertanian dan bahan pencemar lainnya. Limbah rumah tangga akan mencemari selokan, sumur, sungai, dan lingkungan sekitarnya. Semakin besar populasi manusia, semakin tinggi tingkat pencemarannya.
Limbah rumah tangga dapat berupa padatan (kertas, plastik dll.) maupun cairan (air cucian, minyak goreng bekas, dll.). Di antara limbah tersebut ada yang mudah terurai yaitu sampah organik dan ada pula yang tidak dapat terurai. Limbah rumah tangga ada juga yang memiliki daya racun tinggi, misalnya sisa obat, baterai bekas, air aki. Limbah-limbah tersebut tergolong bahan berbahaya dan beracun (B3). Tinja, air cucian, limbah kamar mandi dapat mengandung bibit-bibit penyakit atau pencemar biologis (seperti bakteri, jamur, virus, dan sebagainya) yang akan mengikuti aliran air.
Menurut GESAMP (1976) limbah domestik mempunyai 5 sifat utama yaitu :
1. Mengandung bakteri, parasit dan kemungkinan virus, dalam jumlah banyak, yang sering terkontaminasi dalam kerang-kerangan dipesisir laut.
2.Mengandung bahan organik dan padatan tersuspensi, sehingga BOD (Biological Oxygen Demand) biasanya tinggi
3.Padatan (organik dan anorganik) yang mengendap di dasar perairan. Komponen organik akan terurai secara biologis, sebagai akibatnya kandungan oksigen berkurang
4.Kandungan unsur hara, terutama komponen fosfor dan nitrogen tinggi sehingga sering menyebabkan terjadinya eutrofikasi.
5.Mengandung bahan-bahan terapung, berupa bahan-bahan organik dan anorganik dipermukaan air atau berada dalam bentuk suspensi. Kondisi ini sering mengurangi kenyamanan dan menghambat laju fotosintesis, serta mempengaruhi proses pemurnian alam (self purification).
Berdasarkan sifat-sifat sumber bahan pencemar yang ada diperairan,dikategorikan berasal dari perairan pesisir atau laut. Dalam banyak hal, limbah industri tersebut walaupun sudah diproses di IPAL (Instalansi Pengolahan Limbah) kualitasnya masih jelek (nilainya masih diatas baku limbah cair yang telah ditetapkan). Dalam beberapa kasus menunjukkan bahwa limbah industri tidak atau sulit larut dalam air. Beberapa diantaranya secara langsung meracuni kehidupan perairan seperti Cyanida, phenol, dll atau bias secara tak langusng misalnya melalui turunnya oksigen untuk perombakan bahan-bahan organik.
Berdasarkan sifat fisik, kimia air limbah, tingkah lakunya diperairan dan pengaruhnya terhadap organisme, jenis limbah industri ada 5 :
1.Bahan-bahan organik terlarut: bahan beracun,tahan urai dan biodegradabel
2.Bahan -bahan anorganik : unsur-unsur hara
3.Bahanorganik tidak larut: minyak
4.Bahan-bahan anorganik yang tidak larut Contohnya logam berat.
5.Bahan-bahan radioaktif.
Aktivitas sehari-hari yang kita lakukan seperti mandi, mencuci dan berbagai aktifitas lain yang kita anggap sepele namun menghasilkan sisa buangan ternyata dapat membahayakan bagi manusia dan lingkungan khususnya lingkungan laut. Dari sekian banyak aktifitas manusia ternyata yang paling berbahaya adalah limbah rumah tangga. Walaupun kita tidak hidup di wilayah pesisir dan banyak limbah industri yang tidak diolah juga dapat membahayakan perairan laut tapi melihat banyaknya penduduk Indonesia dengan limbah rumahtangga yang tidak diolah serta dihasilkan setiap hari. Dapat dikatakan kerusakan karena limbah rumah tangga lebih besar daripada limbah industri.
Limbah rumah tangga yang dirasa sangat berbahaya bagi lingkungan antara lain limbah bahan kimia baik dari MCK, emisi gas CO2 maupun aktifitas lain dan sampah plastik. Limbah plastik merupakan salah satu musuh besar yang banyak diperangi oleh berbagai pihak yang peduli terhadap lingkungan. Secara umum ada tiga jenis input utama limbah rumah tangga ke laut yaitu: langsung pembuangan limbah ke laut, air hujan dan polutan yang dilepaskan dari atmosfer.
Berikut adalah dampak negatif dari limbah rumah tangga yang masuk ke dalam lingkungan laut:
1. Eutrofikasi, penyebab terbesar adalah sungai yang bermuara di laut, limbah yang terbawa salah satunya adalah bahan kimia yang digunakan sebagai pupuk dalam pertanian maupun limbah dari peternakan dan manusia. Salah satu yang paling sering ditemukan adalah detergen. Eutrofikasi adalah perairan menjadi terlalu subur sehingga terjadi ledakan jumlah alga dan fitoplankton yang saling berebut mendapat cahaya untuk fotosintesis. Karena terlalu banyak maka alga dan fitoplankton di bagian bawah akan mengalami kematian secara massal, serta terjadi kompetisi dalam mengkonsumsi O2 karena terlalu banyak organisme pada tempat tersebut. Sisa respirasi menghasilkan banyak CO2 sehingga kondisi perairan menjadi anoxic dan menyebabkan kematian massal pada hewan-hewan di perairan tersebut.
2. Peningkatan emisi CO2 akibat dari banyaknya kendaraan, penggunaan listrik berlebihan serta buangan industri akan memberi efek peningkatan kadar keasaman laut. Peningkatan CO2 tentu akan berakibat buruk bagi manusia terkait dengan kesehatan pernafasan. Salah satu fungsi laut adalah sebagai penyerap dan penetral CO2 terbesar di bumi. Saat CO2 di atmosfir meningkat maka laut juga akan menyerap lebih banyak CO2 yang mengakibatkan meningkatnya derajat keasaman laut. Hal ini mempengaruhi kemampuan karang dan hewan bercangkang lainnya untuk membentuk cangkang. Jika hal ini berlangsung secara terus menerus maka hewan-hewan tersebut akan punah dalam jangka waktu dekat.
3. Plastik, yang menjadi masalah terbesar dan paling berbahaya. Banyak hewan yang hidup pada atau di laut mengkonsumsi plastik karena kesalahan,karena tak jarang plastik yang terdapat di laut akan tampak seperti makanan bagi hewan laut. Plastik tidak dapat dicerna dan akan terus berada pada organ pencernaan hewan ini, sehingga menyumbat saluran pencernaan dan menyebabkan kematian melalui kelaparan atau infeksi. Plastik terakumulasi karena mereka tidak mudah terurai, mereka akan photodegrade (terurai oleh cahaya matahari) pada paparan sinar matahari, tetapi hanya dapat terpjadi dalam kondisi kering. Sedangkan dalam air plastik hanya akan terpecah menjadi potongan-potongan yang lebih kecil, namun tetap polimer, bahkan sampai ke tingkat molekuler. Ketika partikel-partikel plastik mengambang hingga seukuran zooplankton dan dikonsumsi oleh hewan lain yang lebih besar, dengan cara inilah plastik masuk ke dalam rantai makanan. Banyak dari potongan plastik ini berakhir di perut burung-burung laut dan hewan laut lain termasuk penyu. Bahan beracun yang digunakan dalam pembuatan bahan plastik dapat terurai dan masuk ke lingkungan ketika terkena air. Racun ini bersifat hidrofobik (berikatan dengan air) dan menyebar di permukaan laut. Dengan demikian plastik jauh lebih mematikan di laut daripada di darat. Kontaminan hidrofobik juga dapat terakumulasi pada jaringan lemak, sehingga racun plastik diketahui mengganggu sistem endokrin ketika dikonsumsi, serta dapat menekan sistem kekebalan tubuh atau menurunkan tingkat reproduksi.
Upaya-upaya mudah yang dapat dilakukan untuk mengurangi pengaruh limbah rumah tangga bagi lingkungan antara lain: menggunakan produk-produk ramah lingkungan dan mengurangi sampah plastik dengan 3 R/3 M Reduce, Reuse, Recycle (Mengurangi, Menggunakan kembali, Mendaur ulang)

PENCEMARAN DI DKI JAKARTA
Perkembangan industri dan pemukiman di daerah DKI dan sekitarnya dewasa cukup pesat. Peningkatan jumlah industri ini akan selalu diikuti oleh pertambahan jumlah limbah, baik berupa limbah padat, cair maupun gas. Limbah tersebut mengandung bahan kimia yang beracun dan berbahaya (B3) dan masuk ke Teluk Jakarta melalui 13 DAS yang bermuara ke perairan ini. Pada saat ini terdapat sekitar lima juta jenis bahan kimia yang telah diidentifikasi dan dikenal, 60.000 jenis diantaranya sudah dipergunakan dan ribuan jenis lagi bahan kimia baru setiap tahun diperdagangkan secara bebas.
Salah satu dari limbah B3 tersebut adalah logam berat. Kehadiran logam berat tetap mengkhawatirkan, terutama yang bersumber dari pabrik/industri, di mana logam berat banyak digunakan sebagai bahan baku maupun sebagai bahan penolong. Sifat beracun dan berbahaya dari logam berat ditunjukan oleh sifat fisik dan kimia bahan baik dari segi kuantitas maupun kuantitasnya. Masuknya limbah ini ke perairan laut telah menimbulkan pencemaran terhadap perairan.
Diperkirakan dalam sehari lebih dari 7.000 m3 limbah cair termasuk diantaranya yang mengandung logam berat yang dibuang melalui empat sungai yang melintasi wilayah Tangerang. Keempat sungai itu adalah Sungai Cisadane, Cimanceri, Cirarab dan Kali Sabi. Sungai-sungai tersebut bermuara ke Teluk Jakarta, sehingga dapat meningkatkan kadar logam berat dalam air laut. Teluk Jakarta merupakan teluk yang paling tercemar di Asia akibat limbah industri dan rumah tangga.
Pencemaran logam berat di perairan Teluk Jakarta pertama kali ditemukan oleh S. Yatim dkk. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa kadar logam berat dalam air di Teluk Jakarta sudah tergolong tinggi, bahkan di beberapa lokasi seperti muara Angke kadar logam beratnya cenderung meningkat. Hasil penelitian di perairan muara Angke menunjukkan bahwa air laut , udang, kerang-kerangan dan beberapa jenis ikan yang hidup di muara Angke telah tercemar oleh merkuri (Hg), Timbal (Pb) dan Kadmium (Cd). Selanjutnya disebutkan bahwa sumber bahan cemaran tersebut berasal dari kegiatan di darat, khususnya industri yang membuang limbahnya ke Kali Angke. Selanjutnya hasil penelitian [5] menunjukkan bahwa kandungan logam berat di Barat Teluk Jakarta lebih tinggi dibandingkan di bagian Timur Teluk. Hasil ini menunjukkan bahwa sungai–sungai yang bermuara di bagian Barat Teluk lebih banyak mengandung logam berat dibandingkan dengan sungai-sungai yang bermuara di bagian Timur.

DAFTAR PUSTAKA
Admin. Pencemaran Lingkungan. http://www.hukum.jogja.go.id/?pilih=lihat&id=71. Tanggal Akses 23 Juni 2010.
Anonim. Pencemaran Laut. Univeristas Indonesia. Depok tt.
Bahtiyar, A. Polusi Air Tanah Akibat Limbah Industri dan Rumah Tangga Serta Pemecahannya. FMIPA Unpad. Bandung, 2007.
Dewi. Limbah Rumah Tangga Berbahaya Bagi Manusia dan Laut. Lets Go Blue Indonesia. Tt.
Http://en.wikipedia.org/wiki/Water_polution
Listari dan Edward. Dampak Pencemaran Logam Berat terhadap Kualitas Air Laut dan Sumberdaya Perikanan (Studi Kasus Kematian Massal Ikan-Ikan di Teluk Jakarta). Makara, Sains, Vol. 8, No. 2, Agustus 2004: 52-58.
PP. No. 20 Tahun 1990 Tentang Pengendalian Pencemaran Air.