Gua Rantani
Memaknai hidup bukan dengan meghindari hal yang jelek dan senantiasa berbuat baik. Akan tetapi,memaknainya dengan mesyukuri; yaitu dengan berani mengahadapi tantangan, bukan menghindarinya adalah lebih baik..:)
Sunday, April 24, 2011
SUMMARY: FLOOD POTENTIAL ANALYSIS USING GEOGRAPHIC INFORMATION SYSTEM
Monday, September 6, 2010
PEWARNAAN DIFERENSIAL DAN KHUSUS SEL BAKTERI
Oleh : Arif Rifqi
A. Pewarnaan Gram
Pewarnaan gram merupakan pewarnaan diferensial yang sangat penting. Ditemukan oleh Christian Gram pada tahun 1884. Pada pewarnaan ini akan didapat warna ungu untuk Gram positif dan merah untuk gram negatif. Hal ini disebabkan oleh kadar kadungan peptidoglikan pada dinding sel bakteri. Berikut tabelnya:
PERBEDAAN | GRAM POSTIF (biru) | GRAM NEGATIF (merah) |
Kadar peptidoglikan | Tebal | Tipis |
Kadar lipid | 1-4 % | 11-22% |
Resistensi terhadap alkali (1% KOH) | Tidak larut | Larut |
Kepekaan terhadap iodium | Lebih peka | Kurang peka |
Toksin yang dibentuk | Eksotoksin | Endotksin |
Resistensi terhadap tellurit | Lebih tahan | Lebih peka |
Sifat tahan asam | Ada yang tahan asam | Tidak ada |
Kepekaan terhadap penisilin | Labih peka | Kurang peka |
Kepekaan terhadap streptomisin | Tidak peka | Peka |
1. Teori Salton
Teori ini berdasarkan kadar lipid yang tinggi (20%) didalam dinding sel bakteri Gram negatif. Zat lipid ini terlarut selama pencucian dengan alkohol. Pori-pori pada dinding sel membesar, sehingga zat warna yang sudah diserap mudah dilepaskan dan bakteri menjadi tidak berwarna.
Sedangkan, bakteri Gram positif mengalami denaturasi protein pada diding selnya oleh pencucian dengan alkohol. Protein menjadi keras dan beku, pori-pori mengecil, sehingga kompleks ungu kristal-iodium diperthanankan dan sel kuman tetap berwarna ungu.
Bila dinding sel dilarutkan dengan lisosim, maka terbentuklah protplas. Sel melepaskan kompleks ungu kristal-iodium setelah dicuci dengan alkohol. Jadi dinding sel menahan keluarnya zat warna ungu.
2. Permeiabilitas Dinding Sel
Teori ini berdasarkan tebal tipisnya lapisan peptidoglikan dalam dinding sel. Bakteri Garm positif mempunyai susunan dinding sel yang kompak dengan lapisan peptidoglikan yang terdiri dari 30 lapisan. Permeabilitas kurang dan komplek ungu kristal iodium tidak dapat keluar.
Sedangkan pada bakteri Gram negatif, mempunyai lapisan peptidoglikan yang tipis, hanya 1-2 lapisan dan susunan diding sel yang tidak kompak. Permeabilitas dinding sel besar, sehingga masih memungkinkan terlepasnya kompleks ungu kristal-iodium.
Biasanya, bakteri yang berbentuk kokus yang patogen terhadap manusia bersifat Gram positif, kecuali kokus dari famili Neisseriaceae. Bakteri berbentuk batang dan spiral yang patogen bagi manusia umunya bersifat Gram negatif kacuali batang dari genus Mycobacterium, Corynebacterium, Listeria, Bacillus, dan Clostridium.
B. Pewarnaan khusus
Pewarnaan ini dipakai untuk mewarnai bagian-bagian sel kuman atau kuman tertentu yang sukar diwarnai. Contohnya pewarnaan Gray, Novel, Zettnow dan lain sebagianya.
1. Pewarnaan Spora
Pada prinsipnya, pemanasan akan mengembangkan lapisan luar spora sehingga zat warna utama dapat masuk masuk ke dalam spora sehingga berwarna hijau.melalui pendinginan warna utama akan terperangkap di dalam spora,dengan pencucian zat warna utama yang ada pada sel vegetatif akan terlepas sehingga pada saat pewarnaan kedua (safranin), sel vegetatif akan berwarna merah.
Perwarnaan ini salah satunya menggunakan menggunakan metode pewarnaan Klein. Pada prinsipnya, spra bakteri berwarna merah dan badan bakteri berwarna biru. Dinding spora yang tebal memerlukan pemanasan agar pori-pori membesar dan zat warna dapat masuk.
Selain itu dapat juga digunakan metode Schaefier-Fulton. Pada prinsipnya, spora akan mengikat larutan pewarna malakit hijau dengan proses pemanasan, sedangkan dinding sel akan mengikat warna safranin yang berwarna merah setelah kelebihan pewarna malakit hijau dicuci dengan menggunakan air.
.
2. Pewarnaan Kapsul
Banyak spesies bakteri melakukan sintesis polimer ekstraseluler yang berkondensasi dan membentuk lapisan di sekeliling sel dan disebut kapsul. Pada umumnya banya berupa polisakarida. Pada medium agar, koloni bakteri yang berkapsul tampak sebagai koloni berlendir. Umumnya bakteri berkapsul lebih tahan terhadap efek fagositosis dari daya pertahanan badan. Seperti Streptcocus mutans yang membentuk plak dan merusak pada gigi.
Beberapa jenis bakteri dan amoeba hijau-biru mengeluarkan bahan-bahan yang amat berlendir dan lengket pada permukaan selnya, melengkungi dinding sel. Bila bahan berlendir tersebut kompak dan tampak sebagai suatu bentuk yang pasti ( bundar/lonjong) maka disebut kapsul, tetapi bila tidak teratur bentuknya dan menempelnya pada sel kurang erat maka disebut selaput lendir.
Kapsul dan lendir tidaklah esensial bagi kehidupan sel, tapi dapat berfungsi sebagai makanan cadangan, perlindungan terhadap fagositosis ( baik dalam tubuh inang maupun dialam bebas ) atau perlindungan terhadap dehidrasi. Kemampuan menghasilkan kapsul merupakan sifat genetis, tetapi produksinya sangat dipengaruhi oleh komposisi medium tempat ditumbuhkannya sel-sel yang bersangkutan. Komposisi medium juga dapat mempengaruhi ukuran kapsul. Ukuran kapsul berbeda-beda menurut jenis bakterinya dan juga dapat berbeda diantara jalur-jalur yang berlainan dalam satu spesies.
Pada beberapa jenis bakteri adanya kapsul sebagai petunjuk virulensi. Semua kapsul bakteri tampaknya dapat larut dalam air. Komposisi kimiawi kapsul ada yang berupa glukosa ( misalnya dektrosa pada leokonostok mesendteroides), polimer gula amino (misalnya asam hialuronat pada Staphylococcus piogenik), polipeptida (misalnya polimer asam D-glutamat pada Bacillus antraksis) atau kompleks polisakarida protein ( misalnya B disentri).
Simpai biasanya diperlihatkan dengan cara pewarnaan negatif atau modifikasi dari cara itu. Salah satu pewarnaan simpai (kapsul) ini ( metode Welch) meliputi pemberian larutan kristal ungu panas disusul kemudian dengan pencucian dengan larutan tembaga sulfat. Tembaga sulfat ini digunakan untuk menghilangkan zat warna berlebihan karena pencucian biasa dengan air akan melarutkan simpai. Garam tembaga memberi pula warna pada latar belakang, sehingga sel dan latar belakang akan tampak biru tua dan simpai berwarna biru yang lebih muda.
Daftar Pustaka
Noverita. Widowati, R. Yulneriwarni. Darneli. Penuntun Praktikum Mikrobiologi. Fakultas Biologi Universitas Nasional. Jakarta, 2009.
Syachrurraahman, A. Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran. Binarupa Aksara. Jakarta, 1994.
RED TIDE; Harmfull m-Alga Bloom (HAB)
Oleh :Arif Riqfi
PENGANTAR
Red tide adalah suatu keadaan di mana air, terutama air laut mengalami perubahan warna akibat dari ledakan populasi (blooming) dari fitoplankton. Perubahan warna yang terjadi dapat berupa warna merah, coklat, ungu, kuning, hijau dan lain-lainnya. Istilah red tide saat ini populer dikenal dengan istilah Harmfull m-Alga Blooms (HAB), karena tidak semua alga yang blooming menyebabkan kematian dan tidak semunya berwarna merah. Saat ini jumlah fitopalnkton yang dapat menyebabkan HAB ada sekitar 50 jenis dan hampi semuanya dari kelompok dinoflagelata. Kelompok lain hanya terdiri atas marga diatom sebanyak tiga jenis dari marga Pseudonistzchia (Praseno, 1993).
Pada sisi lain, HAB merupakan fenomena yang terjadi akibat ledakan perkembangan (blooming) yang begitu cepat dari sejenis fitoplankton, misalnya Ptychodiscus brevis, Prorocentrum, Gymnodinium breve, Alexandrium catenella dan Noctiluca Scintillans dari kelompok Dinoflagellata (Pyrrophyta) yang dapat menyebabkan perubahan warna dan konsentrasi air secara drastis, kematian massal biota laut, perubahan struktur komunitas ekosistem perairan, bahkan keracunan dan kematian pada manusia. Hal ini disebabkan oleh setidaknya empat factor, yaitu pengayaan unsur hara dalam dasar laut atau eutrofikasi, perubahan hidro-meteorologi dalam sekala besar, adanya gejala upwelling yaitu pengangkatan massa air yang kaya akan unsur hara ke permukaan, dan akibat hujan dan masuknya air tawar ke laut dalam jumlah besar.
Keempat faktor itu, menurutnya, merupakan faktor penyebab terjadinya red tide spesies fitoplankton pyrrophyta berwarna merah. Spesies ini akan hilang dengan sendirinya, bila ekosistem dalam air kembali seimbang, yaitu kembali pada kondisi normalnya. HAB biasanya terjadi pada air pesisir pantai dan muara, jumlah fitoplankton berlebih di sebuah perairan berpotensi membunuh berbagai jenis biota laut secara massal. Pasalnya, keberadaan fitoplankton mengurangi jumlah oksigen terlarut.Kemungkinan lain, insang- insang ikan penuh dengan fitoplankton. Akibatnya, lendir pembersihnya menggumpal karena fitoplanktonnya berlebih dan ikan pun sulit bernapas.
Fenomena pasang merah (“red tide”) ini merupakan peristiwa alam yang umumnya terjadi. Namun demikian red tide tidak selalu berwarna merah, ada kemungkinan berwarna kuning atau coklat tergantung jenis fitoplankton yang meyebabkan terjadinya red tide tersebut. Pyrrophyta atau lebih dikenal sebagai Dinophyceae atau Dinoflagellata merupakan protista yang hidup di laut atau air tawar. Pyrrophyta dinamakan pula sebagai Dinoflagellata karena mempunyai sepasang flagella yang tidak sama panjang.
Dinoflagellata dalam jumlah yang kecil sebagai penyusun komunitas plankton laut, tetapi lebih melimpah di perairan tawar. Fenonema menarik yang dihasilkan oleh Pyrrophyta adalah kemampuan bioluminescence (emisi cahaya oleh organisme), seperti yang dihasilkan oleh Noctiluca, Gonyaulax, Pyrrocystis, Pyrodinium dan Peridinium sehingga menyebabkan laut tampak bercahaya pada malam hari.
Fenomena lainnya adalah pasang merah (red tide) yaitu terjadinya blooming Pyrrophyta dengan 1- 20 juta sel per liter. Red tide dapat menyebabkan: Kematian ikan dan invertebrata, jika yang blooming adalah Ptychodiscus brevis, Prorocentrum dan Gymnodinium breve. Kematian invertebrata jika yang blooming adalah Gonyaulax, Ceratium dan Cochlodinium. Kematian organisme laut, yang lebih dikenal sebagai paralytic shellfish poisoning, jika yang blooming adalah Gonyaulax dan Alexandrium catenella.
Di beberapa Negara, seperti Jepang, Australia, Selandia Baru, Fiji, Papua Nugini, Hongkong, India, Brunei Darussalam, Filipina, Thailand, dan beberapa Negara lainnya melaporkan bahwa masalah yang ditimbulkan HAB merupakan masalah serius. Beberapa pusat budidaya ikan, udang, dan kerang hacur akibat HAB, bahkan kasus keracunan dan kematian manusia akibat memakan ikan atau kerang yang terkonatminasi HAB sudah sering dilaporkan.
Di Indonesia pernah terjadi peristiwa kematian massal ikan beserta kasus keracunan dan kematian manusia akibat HAB pertama kali dialporkan terjadi di flores pada tahun 1983. Selain itu juga pernah terjad di Ujung Pandang pada bulan Agustus 1987 dan di Kalimantan Timur pada bulan Januari 1988. Kasus keracunan ini diduga kuat disebabkan oleh fitoplankton jenis Pyrodinium bahamense. Jenis ini dapat menghasilkan racun saxitosin yang dapat menyebabkan penyakit Paralytic Shellfish Poisoning (PSP) pada manusia dan hewan (Adnan 1990).
Di Jakarta pertama kali dilaporkan terjadi peristiwa HAB pada tanggal 31 Juli 1986. Kejadian ini tampak pada beberapa ikan yang mati mengapung di atas air laut yang pada mulanya banyak beranggapan hal ini disebabkan oleh pembuangan bahan kimia dan limbah ke laut. Kemungkinan perairan di teluk Jakarta sudah mengalami eutrofikasi yang menjadi faktot utama terjadinya HAB (Sutomo, 1993).
A. HAB di Teluk Jakarta
Kematian ribuan ikan di Teluk Jakarta sejak 6 Mei, 2004 telah menyita perhatian masyarakat di wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya. Masyarakat ibukota dikecam ketakutan mengkonsumsi ikan yang kematiannya disinyalir akibat keracunan limbah buangan industri, sementara nelayan tidak kalah resah dengan rendahnya hasil penjualan ikan mereka jauh di atas rata-rata. Di lain pihak polemik melanda institusi pemerhati lingkungan dan pemerintah, sehubungan dengan interpretasi kepastian kematian ribuan ikan tersebut yang sampai saat ini belum diketahui penyebabnya secara ilmiah. Analisis sementara yang diberikan Departemen Kelautan dan Perikanan menyatakan telah terjadi perkembangan (blooming) yang begitu cepat sejenis fitoplankton Noctiluca scintillans dari kelompok Dinoflagellata, terutama dari jenis yang menyebabkan perairan terlihat berwarna merah pada kondisi "Red Tide".
Kondisi HAB sebenarnya tidak selalu membahayakan, karena spesies plankton yang berbahaya hanya sebagian kecil dari konsentrasi plankton aman secara keseluruhan dan hampir tidak pernah mencapai kepadatan yang bisa menyebabkan perubahan warna pada perairan. Namun demikian, walaupun kecil, spesies plankton tersebut mengandung racun yang dapat mempengaruhi rantai makanan dan selanjutnya membunuh zooplankton, ikan, burung dan mamalia laut bahkan manusia. Kondisi ini diperburuk dengan tingginya angka pencemaran laut di Teluk Jakarta akibat buangan limbah industri dan aktivitas rumah tangga yang menjadi isu utama masyarakat dewasa ini.
Limpahan air sungai (river discharge) yang mengangkut zat hara dan buangan limbah organik akibat aktivitas rumah tangga dan industri merupakan kandidat utama pemicu terjadinya HAB di Teluk Jakarta. Meningkatnya intensitas curah hujan pada akhir bulan April 2004 di sekitar wilayah Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi (jabotabel) memberikan akumulasi pengayaan zat hara di perairan Teluk Jakarta sebagai akibat suplay limpahan air sungai yang terus menerus. Kondisi optimal diketahui mencapai puncaknya pada minggu pertama bulan Mei 2004, dan hal ini yang menguatkan analisis limpahan air sungai (river discharge) sebagai penyebab kematian sebagian ratusan ikan mati pada tanggal 6 Mei 2004. Efek berantai dari pola rantai makanan menyebabkan kematian ikan secara massal pada tanggal 8 dan 9 Mei, 2004.
Selain itu, faktor batimetri, yaitu kedangkalan dan gundukan (sill) yang terdapat di mulut Teluk Jakarta dapat menyebabkan kenaikan tinggi gelombang dan penguatan arus pasut serta percampuran secara turbulen (turbulent mixing) di seluruh kolom perairan akibat efek gesekan dengan dasar laut.
Aktivitas ini dapat membentuk pertemuan dua regim kontras oleh arus pasut (tidal front) yang ditandai dengan perbedaan densitas mencolok secara horisontal. Menurut kaidah geostrofik, maka efek Coriolis akan mengimbangi perbedaan tekanan yang menyebabkan arus kuat sepanjang area pertemuan dua regim tersebut (front). Apabila kedua gaya tersebut tidak lagi seimbang, maka akan terbentuk sirkulasi vertikal pada lokasi front yang memindahkan melimpahnya zat hara dari kedalaman ke permukaan. Hal ini akan merangsang pertumbuhan fitoplankton dan selanjutnya red tide dalam skala waktu yang lebih cepat.
B. HAB di Perairan Indramayu-Cirebon
Merebaknya teka teki gejala munculnya Sabuk Hitam (Nelayan Cirebon Berhenti Melaut: PR 6 Mei 2005) telah membawa konsekuensi meningkatnya keseriusan instansi-instansi yang berwenang untuk lebih serius memberikan perhatian serta upaya untuk segera melakukan penanggulangan dampak yang semakin nyata dan meluas. Prakarsa yang dilakukan Dinas Pertambangan dan Lingkungan Hidup (DPLH) Kab. Indramayu dan Dinas Pertambangan, Kehutanan dan Lingkungan Hidup (DPKLH) Kab. Cirebon untuk melakukan koordinasi atas teka teki ini merupakan langkah awal yang patut diberikan acungan jempol, karena lebih berorientasi pada upaya penanggulangan darurat daripada berkutat mempertanyakan pihak-pihak yang patut dipersalahkan. Respons yang diberikan pihak terkait lainnya seperti Pertamina UP VI, Pertamina DOC-JBB, UPMS III Balongan, serta BP West Java juga merupakan langkah maju untuk mengungkap teka teki Sabuk Hitam ini. Sementara itu, serentaknya upaya penanggulangan atas bukti cemaran minyak mentah (crude oil) yang terdampar di tiga pulau yaitu pulau Biawak, Gosong dan Cendekian diharapkan akan mempercepat pemulihan lingkungan di kawasan pulau-pulau tersebut, sekaligus mengungkap dari mana sumber cemaran minyak ini berasal.
Dugaan telah terjadinya pertumbuhan algae yang sangat pesat (Blooming algae atau Harmfull Algal Bloom) seperti yang dikemukakan Staf Ahli dari DPKLH Kab. Cirebon (Misteri Sabuk Hitam Diduga Blooming Algae: PR 17 Mei 2005), juga merupakan masukan yang cukup beralasan karena pada tahun 2003 para peneliti BATAN bersama dengan Universitas Atmajaya dan Puslitbang Geologi Kelautan (PPPGL) telah menemukan adanya kista yang diduga merupakan kumpulan algae menyerupai jenis Dynoflagellate pada sedimen dasar laut di sekitar perairan Cirebon. Hal ini memberikan indikasi bahwa peluang terjadinya blooming algae ini memungkinkan jika nutrisi atau zat hara disekitar perairan melimpah dan sinar matahari cukup menghangatkan perairan sehingga kista yang berada di dasar laut akan mengalami proses percambahan (germination) dan pecah sehingga sel-sel algae di dalam kista tadi keluar menyebar. Sinar matahari akan mempercepat proses pembelahan sel menjadi sejuta kali dalam waktu dua sampai tiga minggu. Jika algae ini memiliki pigmen warna merah maka limpahan algae yang mengambang di perkukaan laut ini akan mewarnai perairan menjadi merah sehingga fenomena ini disebut ”Red Tide”. Red Tide lazim terjadi pada perairan dangkal atau muara, dimana akibat adanya banjir di muara sungai menyebabkan arus dasar laut mengaduk dasar perairan yang mengakibatkan kista-kista algae yang berada di dalam sedimen lumpur ini teraduk dan terangkat ke permukaan dasar laut. Jika kandungan oksigen cukup dan temperatur perairan cukup hangat maka kista-kista tadi pecah dan sel algae berhamburan melayang pada kolom air laut. Nutrisi dan zat hara yang terbawa aliran sungai ke laut mempercepat pembelahan sel algae ini sehingga menyebabkan blooming algae secara berlimpah. Berlimpahnya algae ini menutupi permukaan laut pada malam hari dan turun menyelam ke bagian bawah pada siang hari, sehingga kenampakannya sulit terlihat pada siang hari. Arus permukaan laut biasanya mengangkut limpahan algae ini membentuk sabuk memanjang mengikuti arah arus, namun jika arus laut tidak cukup kuat maka limpahan algae ini membentuk kawasan perairan dengan rona merah, kadang-kadang bercampur warna coklat atau hitam tergantung dari pigmen jenis algae dominannya. Berlimpahnya algae di permukaan laut juga telah mengakibatkan berkurangnya kandungan oksigen pada kolom air di bawahnya, akibatnya mahluk hidup lain seperti ikan-ikan kecil akan mati lemas kekurangan oksigen. Selain itu, jika jenis algae ini beracun, maka ikan-ikan besar yang memakan algae ini juga ikut teracuni, biasanya akan mengalami lumpuh dan bahkan mati beberapa saat kemudian. Berlimpahnya algae ini juga mengakibatkan keracunan mahluk hidup lainnya seperti kerang-kerangan yang hidup di dasar laut. Kerang yang teracuni algae ini sangat beracun jika dikonsumsi manusia karena mempunyai akumulasi kandungan racun yang lebih tinggi dibandingkan jenis ikan. Hal lain yang merupakan ciri booming algae adalah kelaziman terjadinya di kawasan pantai, sangat jarang terjadi di laut lepas karena ummunya kista-kista algae ini hidup dalam bentuk Alexandrium istirahat tertimbun sedimen lumpuran sampai tahunan di perairan dangkal. Dengan demikian, dugaan adanya indikasi booming algae sebagai Sabuk Hitam diperairan Cirebon atau Indramayu yang berjarak 10-15 Km dari garis pantai kemungkinannya sangat langka. Namun demikian, jika memang ditemukan data adanya pertumbuhan algae di laut lepas akan merupakan data baru yang cukup signifikan untuk diteliti lebih lanjut.
Dugaan Sabuk hitam di perairan lepas pantai sebagai apungan tumpahan minyak (oil spill) nampaknya lebih mendekati kenyataan, karena oil spill dapat terjadi di perairan dangkal atau lepas pantai, tergantung dari sumbernya. Bentuk luasan oil spill ini biasanya memanjang sesuai dengan arah arus dominan. Namun di perairan Laut Jawa di mana arus dominan merupakan arus pasang surut yang berbalik arah dua kali sehari maka diperkirakan arah orientasi Sabuk Hitam ini memanjang timur-barat. Kenampakan oil spill ini hanya dapat dilihat secara visual jika gelombang relatif tenang, sedangkan pada saat gelombang besar maka sulit untuk dikenali. Dengan kata lain, sulit untuk memperkirakan luasan sebarannya hanya berdasarkan pengamatan visualisasi saja. Teknik yang umum untuk mendeteksi bentuk serta luasan sebaran oil spill ini adalah menggunakan Synthetic Aperture Radar (SAR) yang memanfaatkan hamburan balik (backscatter) gelombang mikro yang intensitasnya berkurang pada lapisan oil spill. Rona oil spill pada rekaman SAR umumnya berwarna hitam sedangkan rona latar air laut berwarna lebih cerah.
Jika indikasi tumpahan minyak ini telah terpetakan maka berbagai upaya penanggulangan dapat dilakukan agar tidak meluas dan merusak lingkungan laut. Peralatan yang umum digunakan dalam penanggulangan tumpahan minyak adalah Oil Boom yaitu perangkap lapisan minyak menggunakan sistem pelampung terapung, Oil Skimmers sebagai penyaring yang memisahkan minyak dan air, Hydro-Fire Boom menggunakan air yang dibekukan kemudian tumpahan minyak dibakar di tempat (insitu), dan Dispersant Spray Equipment menggunakan dispersant kimiawi untuk membuyarkan lapisan tumpahan minyak yang cukup tebal. Penggunaan perangkat lunak untuk pemodelan merupakan cara analitis yang cukup ampuh untuk mendeteksi letak sumber tumpahan minyak. Salah satu perangkat lunak yang sering digunakan adalah Fluidyn-FLOWCOAST yang dikembangkan dari pemodelan hidrodinamika fluida. Keunggulan pemodelan ini adalah disamping dapat memodelkan pergerakan tumpahan minyak dari waktu kewaktu, juga dapat menghitung penurunan kadar tumpahan minyak oleh deposisi pantai (oil retention capacity of the shoreline).
Ditinjau dari prakarsa yang perlu ditempuh pada kasus Sabuk Hitam di perairan Indramayu dan Cirebon, maka pengambilan sampel tumpahan minyak di tempat-tempat yang representatif akan menggiring analisis dari mana sumber tumpahan minyak itu berasal. Oleh sebab itu, untuk menjawab teka-teki keberadaan Sabuk Hitam ini sangat diperlukan kerja sama semua pihak untuk memberikan data temuan seobjektif mungkin. Kemungkinan sumber cemaran sementara ini adalah berasal dari sumber-sumber bergerak seperti bocornya kapal tanker pengangkut minyak mentah atau secara sengaja dibuang ke laut, kebocoran pipa-pipa penyalur bawah laut (submarine pipeline), rembesan minyak pada sumur-sumur eksplorasi dan eksploitasi anjungan pemboran minyak lepas pantai, ataupun kebocoran pada ujung lubang bor dasar laut (seabottom well head) merupakan sumber-sumber yang patut dipantau secara ketat, karena perairan Laut Jawa Barat merupakan kawasan kegiatan pemboran minyak dan gas yang cukup intensif.
DAFTAR PUSTAKA
Admin. Red Tide; Perubahn warna Air Laut. http: klutuk.co.cc. Tanggal Akses 22 Juni 2010.
Adnan Q. Keracunan Makan Kerang dan Red Tide Suatu Fenomena Alam di Indonesia. Lustrum VII Fakultas Biologi UGM. Jogjakarta, 1990.
Homepage Departemen Kelautan dan Perikanan, http://www.dkp.go.id. Tanggal Akses 22 Juni 2010.
Homepage http://e450.colorado.edu/realtime/welcome/. Tanggal Akses 22 Juni 2010.
Lubis, S. Teka Teki Sabuk Hitam dan ”Red Tide” di Perairan Indramayu-Cirebon, Dua Gejala Kelautan yang Sangat Berbeda. Puslitbang Geologi Kelautan. Jakarta, 2009.
Praseno, DP. Studi “Red Tide” dan Pemantauannya. Ceramah Interen P2O LIPI. Jakarta. 1993
Sutomo. Kejadian Red Tide dan Kematian Massal Udang Jebbung (Peaneus murguensis) dan Udang Windu (Peaneus monodon) dalam Budidaya Jaring Apung di Muara Keramat Kebo, Teluk Naga, Tanggerang. Puslit Oseanografi LIPI. Jakarta, 1993.
Syamsyudin, F. Red Tide di Teluk Jakarta. Inovasi Online. http://io.ppi-jepang.org. Tanggal Akses 22 Juni 2010.
PENCEMARAN LIMBAH RUMAH TANGGA TERHADAP EKOSISTEM LAUT
Thursday, April 23, 2009
DAUR BIOGEOKIMIA DAN PERAN MIKRORGANISME DI DALAMNYA
Oleh : Moh. Arif Rifqi
(073112620150012)
FAKULTAS BIOLOGI
UNIVERSITAS NASIONAL, JAKARTA
2009
A. DAUR BIOGEOKIMIA
Semua makhluk hidup memerlukan berbagai materi organik dan anorganik. Karbon dioksida dan air diperlukan untuk proses fotosintesis. Nitrogen merupakan komponen penyusun protein dan asam nukleat yang ada di dalam jaringan hidup. Fosfor merupakan unsur penting dalam pembentukan ATP (energi) dan nukleotida. Semua materi yang menyusun tubuh makhluk hidup pada saatnya akan kembali ke alam (atmosfer, air dan tanah), yaitu ketika mahkluk hidup tersebut mati.
Di alam, tubuh makhluk hidup yang telah mati akan diuraikan oleh dekomposer sehingga terbentuk senyawa sederhana. Selanjutnya, senyawa tersebut akan dimanfaatkan kembali oleh makhluk hidup autrotof. Artinya, semua materi akan mengalir membentuk suatu daur yang melibatkan komponen biotik dan abiotik yang disebut daur biogeokimia.
Geokimia adalah ilmu yang membahas komposisi kimia bumi dan pertukaran unsur berbagai bagian dari kulit bumi dan lautnya, sungai-sungai dan perairan lainnya.
Huchinson menjelaskan :
" Biokimia adalah pengkajian pertukaran atau perubahan terus menerus (yakni gerakan ke belakang dan kedepan ) dari bahan-bahan antara komponen biosfer dari yang hidup dan yang tak hidup."
"Biosfer adalah lapisan permukaan bumi atau dapat pula disebut ekosistem raksasa, karena terbentuk dari berbagai ekosistem yang saling berinteraksi."
Semua yang ada di bumi baik makluk hidup maupun benda mati tersusun oleh materi. Materi ini tersusun oleh antara lain: karbon (C), Oksigen (O), Nitrogen (N), Hidrogen (H), Belerang atau sulfur (S) dan Fosfor (P). Unsur-unsur kimia tersebut dimanfaatkan oleh produsen untuk membentuk bahan organic dengan bantuan energi matahari atau energi yang berasal dari reaksi kimia. Bahan organik yang dihasilkan adalah sumber bagi organisme.
Proses makan atau dimakan pada rantai makanan mengakibatkan aliran materi dari mata rantai yang lain. Walaupun makluk dalam satu rantai makanan mati, aliran materi masih tetap berlangsung terus. Karena mahluk hidup yang mai tadi diuraikan oleh decomposer yang ahkirnya akan masuk lagi ke rantai makanan berikutnya. Begitu selanjutnya terus-menerus sehingga membentuk suatu aliran energi dan daur materi.
Biogeokimia merupakan pertukaran atau perubahan yang terus menerus, antara komponen biosfer yang hidup dengan tak hidup. Dalam suatu ekosistem, materi pada setiap tinkatan trofik tak hilang. Materi berupa unsur-unsur penyusun bahan organik di daur ulang. Unsur-unsur tersebut masuk ke dalam komponen biotic melalui udara, tanah, dan air. Daur ulang materi tersebut melibatkan mahluk hidup dan batuan (geofisik) sehingga disebut daur biogeokimia. Fungsi daur biogeokimia adalah sebagai silkus materi yang melibatkan semua unsur kimia yang sudah terpakai oleh semua yang ada di bumi baik komponen biotik maupun abiotik, sehingga kelangsungan hidup di bumi tetap terjaga.
B. JENIS DAUR BIOGEOKIMIA
Macam-macam daur biogeokimia meliputi:
1. Daur Air
Air sangat penting karena fungsinya sebagai pelarut kation dan anion, pengatur suhu tubuh, pengatur tekanan osmotic sel, dan bahan baku fotosintetis. Di alam daur air sebagai berikut: Semua tempat yang terkena enegi matahari (air laut,dll) akan menguap termasuk pada tumbuhan dan hewan. Akibat tiupan angina, awan menuju permukaan daratan.
Molekul air sangat penting bagi kehidupan. Air merupakan alat transfer utama bagi pemindahan zat dalam beberapa daur biogeokimia. Air bergerak dalam daur air secara global. Daur air ialah pergerakan air melalui sistem biotik dan abiotik.
Dalam proses fotosintesis, air diperlukan untuk membentuk karbohidrat. Selain itu, air juga diperlukan untuk berbagai reaksi metabolik di dalam tubuh mahkluk hidup. Di atmosfer air tersedia dalam bentuk uap air. Uap air berasal dari proses evaporasi (penguapan). Baik yang berasal dari danau, sungai, tanah atau permukaan tubuh mahkluk hidup, permukaan daun tumbuhan (lebih dikenal transpirasi) terutama evaporasi dari lautan.
Pada saat molekul-molekul air di atmosfer bergerak mengikuti pola angin, kelembapan udara menyebabkan suhu menjadi lebih dingin. Selanjutnya, uap air terkondensasi menjadi tetes-tetes air dan jatuh sebagai air hujan atau salju. Ketika hujan jatuh di daratan, beberapa di antaranya menjadi air permukaan, mengalami penguapan, dan terserap di dalam tanah.Sebagian dari air ini mengalir ke bawah melewati tanah dan bebatuan, kemudian tersimpan dalam tanah atau di bawah danau yang disebut sebagai air tanah dalam. Sebagian lagi mengalir di permukaan tanah membentuk aliran air dan sungai, yang mana nantinya membawa air ke lautan. Sebagian air diserap oleh tumbuhan, digunakan untuk proses metabolisme dan mengembalikannya ke udara melalui transpirasi. Transpirasi dan evaporasi dari permukaan tanah menghasilkan kumpulan uap air yang disebut awan, yang akan melepaskan airnya sebagai hujan dan memulai siklus lagi.
Pengaruh suhu yang rendah mengakibatkan terjadinya kondensasi uap air menjadi titik-titik air hujan. Hujan turun di permukaan bumi sebagian meresap ke daam tanah, sebagian dimanfaatkan oleh hewan dan tumbuhan (yang tidak diserap akan menjadi mata air) sebagian lagi mengalir ke sungai-sungai sampai laut. Setelah dimanfaatkan manusia, hewan ,dan tumbuhan dikeluarkan lagi dan menguap. Dan air yang ada di dalam tanah mengalir sampai laut semuanya berlanjut terus.
Jika terjadi ganguan daur air, misal illegal logging maka terjadi banjir dan kegiatan distribusi tak lancar maka terjadi kekeringan seperti di Indonesia.
2. Daur Karbon dan Oksigen
Dari BlogGer Jendela Dunia
Karbon dan oksigen juga penting bagi kehidupan seperti penyusun materi dalam tubuh dan digunakan sebagai fotosintetis. Di alam daur ini sebagai berikut:
Awalnya karbon dioksida diserap oleh tumbuhan melalui fotosintetis dijadikan glukosa. Lalu disusun menjadi amilum, kemudian diubah menjadi senyawa gula yang lain, lemak, protein, dan vitamin. Pada proses pernafasan tumbuhan, dihasilkan lagi karbondioksida dan oksigen. Daur oksigen juga sama.
Karbon merupakan bahan dasar dari semua bahan organik. Aliran karbon berjalan beriringan secara paralel dengan aliran energi. Sumber pokok karbondioksida (CO2) ada di atmosfer. Selain itu, komponen karbon juga tersedia dalam bahan bakar fosil (batu bara, gas alam, dan minyak).
Hewan makan tumbuhan dapat karbon lalu setelah berjalannya waktu tubuh hewan dan tumbuhan mati dan diuraikan menjadi karbon dioksida, air, dan mineral. Karbon tadi dilepaskan ke udara dan seterusnya. Dari keduaunsur tadi yang paling panjang daurnya adalah karbon.
Karbon dioksida di atmosfer merupakan sumber karbon bagi tumbuhan, terutama ketika melakukan fotosintesis. Karbon tersebut dapat berpindah ke hewan ketika mereka memakan tumbuhan. Selanjutnya, tubuh hewan dan tumbuhan yang sudah mati akan diuraikan oleh mahkluk hidup pengurai menjadi karbondioksida, air, dan mineral. Karbondioksida akan kembali ke atmosfer dari penguraian juga melalui sistem respirasi.
Pada daur karbon dan oksigen memerlukan hewan dan tumbuhan yang mati dalam waktu yang lama untuk membentuk batubara di dalam tanah serta pengurai juga diperlukan dalam mengurai hewan dan tumbuhan yang telah mati. Tumbuhan dan hewan juga terlibat dalam daur air.
3. Daur Nitrogen
.
Tumbuhan dan hewan membutuhkan nitrogen untuk membentuk asam amino untuk membentuk protein. Selain itu, nitrogen diperlukan dalam pembentukan senyawa nitrogen, seperti asam nukleat (ADN dan ARN). Meskipun 78% di udara terdapat nitrogen bebas, namun tumbuhan dan hewan pada umumnya tidak mampu menggunakannya dalam bentuk bebas. Nitrogen harus diubah menjadi bahan nitrogen lain sehingga dapat digunakan. Nitrogen diikat oleh bakteri yang ada di dalam tanah (biasanya dalam bentuk amonia). Selanjutnya oleh bakteri nitrifikasi diubah menjadi nitrit (NO2-), kemudian menjadi nitrat (NO3-), yang mana dapat diserap dari tanah oleh tumbuhan (disebut proses nitrifikasi). Beberapa tanaman mempunyai nodul pada akarnya yang di dalamnya terdapat bakteri pengikat nitrogen. Bakteri mengubah banyak nitrogen menjadi asam amino yang dilepaskan ke jaringan tumbuhan. Tanaman dengan nodul ini mampu hidup dalam kondisi tanah yang miskin nitrogen, misalnya ercis, tanaman dengan daun menjari dan tanaman lain yang termasuk dalam keluarga kacang-kacangan (legume).
Nitrogen berfungsi sebagai pembentuk asam amino merupakan persenyawaan pembentuk molekul protein. Selanjutnya protein sebagai pembentuk tubuh. Daur Nitrogen di alam sebagai berikut:
Atmosfer mengandung sekitar 70% Nitrogen dalam bentuk unsur, tapi yang diperlukan dalam bentuk senyawa. Yaitu ketika petir keluar menyebabkan nitrogen bersenyawa jadi nitrat. Tumbuhan menyerap nitrat dari tanah utuk dijadikan protein lalu tumbuhan dimakan oleh kosumer senyawa nitrogen pindah ke tubuh hewan. Urin, bangkai hewan, dan tumbuhan mati akan diuraikan oleh pengurai jadi ammonium dan ammonia. Bakteri Nitrosomonas mengubah jadi nitritlalu diubah lagi oleh bakteri Nitrobacter menjadi nitrat. Kemudian nitrat diserap oleh tumbuhan. Selanjutnya sama dan begitu.
Selain melalui petir juga melalui bakteri Rizobium yang bersimbiosis pada tumbuhan kacang-kacangan membentuk bintik akar. Sedikit tambahan proses pengubahan nitrit jadi nitrat disebut nitrifikasi. Dan proses pengubahan nitrit atau nitrat jadi nitrogen bebas disebut denitrifikasi.
Kadang-kadang tanaman ini digunakan untuk mengisi lahan yang miskin nitrogen selama masa perputaran setelah panen padi. Beberapa hasil penelitian genetik yang diorientasikan terhadap pemberian tanaman panen yang lain (jagung, gandum) yang mempunyai kemampuan untuk mengikat nirogen. Kemampuan yang secara besar dapat mengurangi kebutuhan pemupukan pertanian. Dalam ekosistem air, alga hijau-biru juga mampu menyerap nitrogen. Nitrogen juga dapat terikat di atmosfer melalui masuknya energi elektrik misalnya melalui penyinaran.
Bakteri pemecah memecah protein dalam tubuh organisme mati atau hasil sisa mereka menjadi amonium, kemudian nitrit atau nitrat dan akhirnya menjadi gas nitrogen yang mana akan dilepaskan ke atmosfer dari mulai nitrogen diikat dan berputar lagi.
Semua hewan hanya memperoleh nitrogen organik dari tumbuhan atau hewan lain yang dimakannya. Protein yang dicerna akan menjadi asam amino yang selanjutnya dapat disusun menjadi protein-protein baru pada tingkat trofik berikutnya. Ketika makhluk hidup mati, materi organik yang dikandungnya akan diuraikan kembali oleh dekomposer sehingga nitrogen dapat dilepaskan sebagai amonia. Dekomposisi nitrogen organik menjadi amonia lagi disebut amonifikasi. Proses tersebut dapat dilakukan oleh beberapa bakteri dan mahkluk hidup eukariotik.
Contoh beberapa mikroorganisme yang terlibat dalam daur nitrogen ialah :
1.Nitrosomanas mengubah amonium menjadi nitrit.
2.Nitrobacter mengubah nitrit menjadi nitrat
3.Rhizobium menambat nitrogen dari udara
4.Bakteri hidup bebas pengikat nitrogen seperti Azotobakter (aerobik) dan Clostridium (anaerobik)
5.Alga biru hijau pengikat nitrogen seperti Anabaena, Nostoc dan anggota-anggota lain dari ordo Nostocales
6.Bakteri ungu pengikat nitrogen seperti Rhodospirillum
Meskipun pengikatan secara alami menghasilkan cukup nitrogen untuk proses yang berlangsung secara alami, namun pembentukan nitrogen oleh industri yang digunakan untuk pemupukan dan produk lain melampui kebutuhan ekosistem darat.
4. Daur Fosfor (Daur Sendimentasi)
Fosfor merupakan elemen penting dalam kehidupan karena semua makhluk hidup membutuhkan fosfor dalam bentuk ATP (Adenosin Tri Fosfat), sebagai sumber energi untuk metabolisme sel. Fosfor juga ditemukan sebagai komponen utama dalam pembentukan gigi dan tulang vertebrata. Daur fosfor tidak melalui komponen atmosfer. Fosfor terdapat di alam dalam bentuk ion fosfat (fosfor yang berikatan dengan oksigen). Ion fosfat terdapat dalam bebatuan. Adanya peristiwa erosi dan pelapukan menyebabkan fosfat terbawa menuju sungai hingga laut membentuk sedimen. Adanya pergerakan dasar bumi menyebabkan sedimen yang mengandung fosfat muncul ke permukaan. Di darat tumbuhan mengambil fosfat yang terlarut dalam air tanah.
Fosfor merupakan bahan pembentuk tulang pada hewan. Semua mahluk memerlukan sebagai pembentuk DNA, RNA, protein, energi (ATP), dan senyawa organik lainnya. Daur fosfor lebih sederana dari pada daur lainnya karena tidak melibatkan atmosfer. Di alam daur fosfor sebagai berikut:
Di dalam tanah mengandung fosfat anorganik yang dapat diserap oleh tumbuhan. Kemudian tumbuhan dimakan oleh konsumer sehingga fosfor berpindah ke hewan. Tumbuhan dan hewan mati, feses, dan urinnya akanterurai menjadi fosfat organik. Oleh bakteri fosfat tersebut diubah menjadi fosfat arorganik yang dapat diserap tumbuhan. Dan seperti biasa akan terulang.
Dan pada daur fosfor diperlukan pengurai untuk menguraikan hewan dan tumbuhan yang mati menjadi fosfat anorganik. Fosfat banyak terdapat di batu karang dan fosil. Fosfat dari batu dan fosil terkikis dan membentuk fosfat anorganik terlarut di air tanah dan laut. Fosfat anorganik ini kemudian akan diserap oleh akar tumbuhan lagi. Siklus ini berulang terus menerus.
Daur sedimentasi disebut juga daur fosfor. Fosfor merupakan elemen penting dalam kehidupan karena semua makhluk hidup membutuhkan posfor dalam bentuk ATP (Adenosin Tri Fosfat), sebagai sumber energi untuk metabolisme sel.
Posfor terdapat di alam dalam bentuk ion fosfat. Ion Fosfat terdapat dalam bebatuan. Adanya peristiwa erosi dan pelapukan menyebabkan fosfat terbawa menuju sungai hingga laut membentuk sedimen. Adanya pergerakan dasar bumi menyebabkan sedimen yang mengandung fosfat muncul ke permukaan. Di darat tumbuhan mengambil fosfat yang terlarut dalam air tanah.
Herbivora mendapatkan fosfat dari tumbuhan yang dimakannya dan karnivora mendapatkan fosfat dari herbivora yang dimakannya. Seluruh hewan mengeluarkan fosfat melalui urin dan feses. Bakteri dan jamur mengurai bahan-bahan anorganik di dalam tanah lalu melepaskan pospor kemudian diambil oleh tumbuhan.
5. Daur Belerang
Belerang atau sulfur merupakan unsur penyusun protein. Tumbuhan mendapat sulfur dari dalam tanah dalam bentuk sulfat (SO4 ). Kemudian tumbuhan tersebut dimakan hewan sehingga sulfur berpindah ke hewan. Lalu hewan dan tumbuhan mati diuraikan menjadi gas H2S atau menjadi sulfat lagi. Secara alami, belerang terkandung dalam tanah dalam bentuk mineral tanah. Ada juga yang gunung berapi dan sisa pembakaran minyak bumi dan batubara.
Daur tipe sedimen cenderung untuk lebih kurang sempurna dan lebih mudah diganggu oleh gangguan setempat sebab sebagian besar bahan terdapat dalam tempat dan relatif tidak aktif dan tidak bergerak di dalam kulit bumi. Akibatnya, beberapa bagian dari bahan yang dapat dipertukarkan cenderung " hilang" untuk waktu yang lama apabila gerakan menurunnya jauh lebih cepat dari pada gerakan "naik" kembali. Setiap daur melibatkan unsur organisme untuk membantu menguraikan senyawa-senyawa menjadi unsur-unsur. Dalam daur belerang misalnya, mikroorganisme yang bertanggung jawab dalam setiap trasformasi adalah sebagai berikut :
1. H2S → S → SO4; bakteri sulfur tak berwarna, hijau dan ungu.
2. SO4 → H2S (reduksi sulfat anaerobik), bakteri desulfovibrio.
3. H2S → SO4 (Pengokaidasi sulfide aerobik); bakteri thiobacilli.
4. S organik → SO4 + H2S, masing-masing mikroorganisme heterotrofik
aerobik dan anaerobik.
Selain itu ada beberapa jenis bakteri terlibat dalam daur sulfur, antara lain Desulfomaculum dan Desulfibro yang akan mereduksi sulfat menjadi sulfida dalam bentuk hidrogen sulfida (H2S). Kemudian H2S digunakan bakteri fotoautotrof aerob seperti Chromatium dan melepaskan sulfur dan oksigen. Sulfur dioksida menjadi sulfat oleh bakteri kemolitotrof seperti Thiobacillus.
C. ANABAENA, NOSTOC, DAN RHIZOBIUM SERTA PENGARUHNYA TERHADAP LINGKUNGAN
Anabaena dan nostoc merupakan jenis mikroalga. Anabaena dan Nostoc termasuk alga biru-hijau yang dapat menambat Nitrogen dari udara melalui kerjasama atau simbiosis dengan Azolla sp.
Efektifitas pertumbuhan dan perkembangan Anabaena dan Nostoc sangatlah ditentukan oleh media dimana mereka itu ditumbuhkan. Untuk menghasilkan pertumbuhan yang optimum, Anabaena dan Nostoc memerlukan unsur Co dan Mo. Hal ini menunjukkan bahwa larutan nutrisi tersebut mempunyai pengaruh terhadap kedua organisme tersebut.
Produktifitas dan mutu mikroalga dapat dipengaruhi beberapa faktor diantaranya kandungan unsur hara pada media tumbuh. Kandungan mineral alga berkisar antara 6-39% berat kering dengan ion-ion utamanya adalah fosfor, sulfur, kalsium, natrium, khlor, besi, magnesium dan seng, serta mangan, tembaga dan cobalt terdapat dalam jumlah yang relatif kecil. Selain itu faktor abiotik yang mempengaruhi kehidupan organisme ini adalah suhu, arus, oksigen terlarut (DO), kebutuhan oksigen biologi (BOD) dan kimia (COD), serta kandungan nitrogen (N), kedalaman air, dan substrat dasar.
Rhizobium merupakan bakteri yang bernodulasi dengan akar. Rhizobium dapat tumbuh dengan optimum pada temperatur antara 25-30°C dan pH 6.0-7.0. Rhizobium pada kondisi masam (pH rendah) tidak dapat menginfeksi akar tanaman. Kondisi asam menyebabkan kondisi Rhizobium stress. Ketersediaan Mn dan Fe dalam tanah masam juga berpengaruh terhadap aktivitas Rhizobium. Apabila ketersediaan Mn tinggi dapat menghambat perkembangan bakteri Rhizobium.
Metabolisme aerobik yang biasa digunakan Rhizobium yaitu dengan tekanan oksigen lebih rendah daripada 0.1 atm. Kecepatan 90 rpm dalam inkubasi merupakan kecepatan optimal yang digunakan untuk pertumbuhan bakteri Rhizobium. Faktor abiotik dan biotik seperti kemasaman tanah, kelembaban tanah, suhu tanah, senyawa organik dan anorganik juga mempengaruhi pertumbuhan Rhizobium.
DAFTAR PUSTAKA
Rusmendro, Hasmar. 2003. Seri Diktat Kuliah Ekologi Tumbuhan. Jakarta: Unas Press.
http://cyber-biology.blogspot.com/2008/07/peningkatan-toleransi-isolat-rhizobium.html. Tanggal akses 14 April 2009.
http://elcom.umy.ac.id/elschool/muallimin_muhammadiyah/file.php/1/materi/Biologi/DAUR%20BIOGEOKIMIA.swf . Tanggal akses 14 April 2009.
http://freewebs.com/ciget/daur%20biogeokimia.html. Tanggal akses 14 April 2009.
http://gurungeblog.wordpress.com/2008/11/17/daur-biogeokimia/. Tanggal akses 14 April 2009.
http://jelajahbio.blogspot.com/2008/05/daur-bersifat-sedimen.html. Tanggal akses 14 April 2009.
http://www.e-dukasi.net/mapok/mp_files/mp_299/latihan.html. Tanggal akses 14 April 2009.