DAUR BIOGEOKIMIA DAN PERAN MIKRORGANISME DI DALAMNYA
Oleh : Moh. Arif Rifqi
(073112620150012)
FAKULTAS BIOLOGI
UNIVERSITAS NASIONAL, JAKARTA
2009
A. DAUR BIOGEOKIMIA
Semua makhluk hidup memerlukan berbagai materi organik dan anorganik. Karbon dioksida dan air diperlukan untuk proses fotosintesis. Nitrogen merupakan komponen penyusun protein dan asam nukleat yang ada di dalam jaringan hidup. Fosfor merupakan unsur penting dalam pembentukan ATP (energi) dan nukleotida. Semua materi yang menyusun tubuh makhluk hidup pada saatnya akan kembali ke alam (atmosfer, air dan tanah), yaitu ketika mahkluk hidup tersebut mati.
Di alam, tubuh makhluk hidup yang telah mati akan diuraikan oleh dekomposer sehingga terbentuk senyawa sederhana. Selanjutnya, senyawa tersebut akan dimanfaatkan kembali oleh makhluk hidup autrotof. Artinya, semua materi akan mengalir membentuk suatu daur yang melibatkan komponen biotik dan abiotik yang disebut daur biogeokimia.
Geokimia adalah ilmu yang membahas komposisi kimia bumi dan pertukaran unsur berbagai bagian dari kulit bumi dan lautnya, sungai-sungai dan perairan lainnya.
Huchinson menjelaskan :
" Biokimia adalah pengkajian pertukaran atau perubahan terus menerus (yakni gerakan ke belakang dan kedepan ) dari bahan-bahan antara komponen biosfer dari yang hidup dan yang tak hidup."
"Biosfer adalah lapisan permukaan bumi atau dapat pula disebut ekosistem raksasa, karena terbentuk dari berbagai ekosistem yang saling berinteraksi."
Semua yang ada di bumi baik makluk hidup maupun benda mati tersusun oleh materi. Materi ini tersusun oleh antara lain: karbon (C), Oksigen (O), Nitrogen (N), Hidrogen (H), Belerang atau sulfur (S) dan Fosfor (P). Unsur-unsur kimia tersebut dimanfaatkan oleh produsen untuk membentuk bahan organic dengan bantuan energi matahari atau energi yang berasal dari reaksi kimia. Bahan organik yang dihasilkan adalah sumber bagi organisme.
Proses makan atau dimakan pada rantai makanan mengakibatkan aliran materi dari mata rantai yang lain. Walaupun makluk dalam satu rantai makanan mati, aliran materi masih tetap berlangsung terus. Karena mahluk hidup yang mai tadi diuraikan oleh decomposer yang ahkirnya akan masuk lagi ke rantai makanan berikutnya. Begitu selanjutnya terus-menerus sehingga membentuk suatu aliran energi dan daur materi.
Biogeokimia merupakan pertukaran atau perubahan yang terus menerus, antara komponen biosfer yang hidup dengan tak hidup. Dalam suatu ekosistem, materi pada setiap tinkatan trofik tak hilang. Materi berupa unsur-unsur penyusun bahan organik di daur ulang. Unsur-unsur tersebut masuk ke dalam komponen biotic melalui udara, tanah, dan air. Daur ulang materi tersebut melibatkan mahluk hidup dan batuan (geofisik) sehingga disebut daur biogeokimia. Fungsi daur biogeokimia adalah sebagai silkus materi yang melibatkan semua unsur kimia yang sudah terpakai oleh semua yang ada di bumi baik komponen biotik maupun abiotik, sehingga kelangsungan hidup di bumi tetap terjaga.
B. JENIS DAUR BIOGEOKIMIA
Macam-macam daur biogeokimia meliputi:
1. Daur Air
Air sangat penting karena fungsinya sebagai pelarut kation dan anion, pengatur suhu tubuh, pengatur tekanan osmotic sel, dan bahan baku fotosintetis. Di alam daur air sebagai berikut: Semua tempat yang terkena enegi matahari (air laut,dll) akan menguap termasuk pada tumbuhan dan hewan. Akibat tiupan angina, awan menuju permukaan daratan.
Molekul air sangat penting bagi kehidupan. Air merupakan alat transfer utama bagi pemindahan zat dalam beberapa daur biogeokimia. Air bergerak dalam daur air secara global. Daur air ialah pergerakan air melalui sistem biotik dan abiotik.
Dalam proses fotosintesis, air diperlukan untuk membentuk karbohidrat. Selain itu, air juga diperlukan untuk berbagai reaksi metabolik di dalam tubuh mahkluk hidup. Di atmosfer air tersedia dalam bentuk uap air. Uap air berasal dari proses evaporasi (penguapan). Baik yang berasal dari danau, sungai, tanah atau permukaan tubuh mahkluk hidup, permukaan daun tumbuhan (lebih dikenal transpirasi) terutama evaporasi dari lautan.
Pada saat molekul-molekul air di atmosfer bergerak mengikuti pola angin, kelembapan udara menyebabkan suhu menjadi lebih dingin. Selanjutnya, uap air terkondensasi menjadi tetes-tetes air dan jatuh sebagai air hujan atau salju. Ketika hujan jatuh di daratan, beberapa di antaranya menjadi air permukaan, mengalami penguapan, dan terserap di dalam tanah.Sebagian dari air ini mengalir ke bawah melewati tanah dan bebatuan, kemudian tersimpan dalam tanah atau di bawah danau yang disebut sebagai air tanah dalam. Sebagian lagi mengalir di permukaan tanah membentuk aliran air dan sungai, yang mana nantinya membawa air ke lautan. Sebagian air diserap oleh tumbuhan, digunakan untuk proses metabolisme dan mengembalikannya ke udara melalui transpirasi. Transpirasi dan evaporasi dari permukaan tanah menghasilkan kumpulan uap air yang disebut awan, yang akan melepaskan airnya sebagai hujan dan memulai siklus lagi.
Pengaruh suhu yang rendah mengakibatkan terjadinya kondensasi uap air menjadi titik-titik air hujan. Hujan turun di permukaan bumi sebagian meresap ke daam tanah, sebagian dimanfaatkan oleh hewan dan tumbuhan (yang tidak diserap akan menjadi mata air) sebagian lagi mengalir ke sungai-sungai sampai laut. Setelah dimanfaatkan manusia, hewan ,dan tumbuhan dikeluarkan lagi dan menguap. Dan air yang ada di dalam tanah mengalir sampai laut semuanya berlanjut terus.
Jika terjadi ganguan daur air, misal illegal logging maka terjadi banjir dan kegiatan distribusi tak lancar maka terjadi kekeringan seperti di Indonesia.
2. Daur Karbon dan Oksigen
Dari BlogGer Jendela Dunia
Karbon dan oksigen juga penting bagi kehidupan seperti penyusun materi dalam tubuh dan digunakan sebagai fotosintetis. Di alam daur ini sebagai berikut:
Awalnya karbon dioksida diserap oleh tumbuhan melalui fotosintetis dijadikan glukosa. Lalu disusun menjadi amilum, kemudian diubah menjadi senyawa gula yang lain, lemak, protein, dan vitamin. Pada proses pernafasan tumbuhan, dihasilkan lagi karbondioksida dan oksigen. Daur oksigen juga sama.
Karbon merupakan bahan dasar dari semua bahan organik. Aliran karbon berjalan beriringan secara paralel dengan aliran energi. Sumber pokok karbondioksida (CO2) ada di atmosfer. Selain itu, komponen karbon juga tersedia dalam bahan bakar fosil (batu bara, gas alam, dan minyak).
Hewan makan tumbuhan dapat karbon lalu setelah berjalannya waktu tubuh hewan dan tumbuhan mati dan diuraikan menjadi karbon dioksida, air, dan mineral. Karbon tadi dilepaskan ke udara dan seterusnya. Dari keduaunsur tadi yang paling panjang daurnya adalah karbon.
Karbon dioksida di atmosfer merupakan sumber karbon bagi tumbuhan, terutama ketika melakukan fotosintesis. Karbon tersebut dapat berpindah ke hewan ketika mereka memakan tumbuhan. Selanjutnya, tubuh hewan dan tumbuhan yang sudah mati akan diuraikan oleh mahkluk hidup pengurai menjadi karbondioksida, air, dan mineral. Karbondioksida akan kembali ke atmosfer dari penguraian juga melalui sistem respirasi.
Pada daur karbon dan oksigen memerlukan hewan dan tumbuhan yang mati dalam waktu yang lama untuk membentuk batubara di dalam tanah serta pengurai juga diperlukan dalam mengurai hewan dan tumbuhan yang telah mati. Tumbuhan dan hewan juga terlibat dalam daur air.
3. Daur Nitrogen
.
Tumbuhan dan hewan membutuhkan nitrogen untuk membentuk asam amino untuk membentuk protein. Selain itu, nitrogen diperlukan dalam pembentukan senyawa nitrogen, seperti asam nukleat (ADN dan ARN). Meskipun 78% di udara terdapat nitrogen bebas, namun tumbuhan dan hewan pada umumnya tidak mampu menggunakannya dalam bentuk bebas. Nitrogen harus diubah menjadi bahan nitrogen lain sehingga dapat digunakan. Nitrogen diikat oleh bakteri yang ada di dalam tanah (biasanya dalam bentuk amonia). Selanjutnya oleh bakteri nitrifikasi diubah menjadi nitrit (NO2-), kemudian menjadi nitrat (NO3-), yang mana dapat diserap dari tanah oleh tumbuhan (disebut proses nitrifikasi). Beberapa tanaman mempunyai nodul pada akarnya yang di dalamnya terdapat bakteri pengikat nitrogen. Bakteri mengubah banyak nitrogen menjadi asam amino yang dilepaskan ke jaringan tumbuhan. Tanaman dengan nodul ini mampu hidup dalam kondisi tanah yang miskin nitrogen, misalnya ercis, tanaman dengan daun menjari dan tanaman lain yang termasuk dalam keluarga kacang-kacangan (legume).
Nitrogen berfungsi sebagai pembentuk asam amino merupakan persenyawaan pembentuk molekul protein. Selanjutnya protein sebagai pembentuk tubuh. Daur Nitrogen di alam sebagai berikut:
Atmosfer mengandung sekitar 70% Nitrogen dalam bentuk unsur, tapi yang diperlukan dalam bentuk senyawa. Yaitu ketika petir keluar menyebabkan nitrogen bersenyawa jadi nitrat. Tumbuhan menyerap nitrat dari tanah utuk dijadikan protein lalu tumbuhan dimakan oleh kosumer senyawa nitrogen pindah ke tubuh hewan. Urin, bangkai hewan, dan tumbuhan mati akan diuraikan oleh pengurai jadi ammonium dan ammonia. Bakteri Nitrosomonas mengubah jadi nitritlalu diubah lagi oleh bakteri Nitrobacter menjadi nitrat. Kemudian nitrat diserap oleh tumbuhan. Selanjutnya sama dan begitu.
Selain melalui petir juga melalui bakteri Rizobium yang bersimbiosis pada tumbuhan kacang-kacangan membentuk bintik akar. Sedikit tambahan proses pengubahan nitrit jadi nitrat disebut nitrifikasi. Dan proses pengubahan nitrit atau nitrat jadi nitrogen bebas disebut denitrifikasi.
Kadang-kadang tanaman ini digunakan untuk mengisi lahan yang miskin nitrogen selama masa perputaran setelah panen padi. Beberapa hasil penelitian genetik yang diorientasikan terhadap pemberian tanaman panen yang lain (jagung, gandum) yang mempunyai kemampuan untuk mengikat nirogen. Kemampuan yang secara besar dapat mengurangi kebutuhan pemupukan pertanian. Dalam ekosistem air, alga hijau-biru juga mampu menyerap nitrogen. Nitrogen juga dapat terikat di atmosfer melalui masuknya energi elektrik misalnya melalui penyinaran.
Bakteri pemecah memecah protein dalam tubuh organisme mati atau hasil sisa mereka menjadi amonium, kemudian nitrit atau nitrat dan akhirnya menjadi gas nitrogen yang mana akan dilepaskan ke atmosfer dari mulai nitrogen diikat dan berputar lagi.
Semua hewan hanya memperoleh nitrogen organik dari tumbuhan atau hewan lain yang dimakannya. Protein yang dicerna akan menjadi asam amino yang selanjutnya dapat disusun menjadi protein-protein baru pada tingkat trofik berikutnya. Ketika makhluk hidup mati, materi organik yang dikandungnya akan diuraikan kembali oleh dekomposer sehingga nitrogen dapat dilepaskan sebagai amonia. Dekomposisi nitrogen organik menjadi amonia lagi disebut amonifikasi. Proses tersebut dapat dilakukan oleh beberapa bakteri dan mahkluk hidup eukariotik.
Contoh beberapa mikroorganisme yang terlibat dalam daur nitrogen ialah :
1.Nitrosomanas mengubah amonium menjadi nitrit.
2.Nitrobacter mengubah nitrit menjadi nitrat
3.Rhizobium menambat nitrogen dari udara
4.Bakteri hidup bebas pengikat nitrogen seperti Azotobakter (aerobik) dan Clostridium (anaerobik)
5.Alga biru hijau pengikat nitrogen seperti Anabaena, Nostoc dan anggota-anggota lain dari ordo Nostocales
6.Bakteri ungu pengikat nitrogen seperti Rhodospirillum
Meskipun pengikatan secara alami menghasilkan cukup nitrogen untuk proses yang berlangsung secara alami, namun pembentukan nitrogen oleh industri yang digunakan untuk pemupukan dan produk lain melampui kebutuhan ekosistem darat.
4. Daur Fosfor (Daur Sendimentasi)
Fosfor merupakan elemen penting dalam kehidupan karena semua makhluk hidup membutuhkan fosfor dalam bentuk ATP (Adenosin Tri Fosfat), sebagai sumber energi untuk metabolisme sel. Fosfor juga ditemukan sebagai komponen utama dalam pembentukan gigi dan tulang vertebrata. Daur fosfor tidak melalui komponen atmosfer. Fosfor terdapat di alam dalam bentuk ion fosfat (fosfor yang berikatan dengan oksigen). Ion fosfat terdapat dalam bebatuan. Adanya peristiwa erosi dan pelapukan menyebabkan fosfat terbawa menuju sungai hingga laut membentuk sedimen. Adanya pergerakan dasar bumi menyebabkan sedimen yang mengandung fosfat muncul ke permukaan. Di darat tumbuhan mengambil fosfat yang terlarut dalam air tanah.
Fosfor merupakan bahan pembentuk tulang pada hewan. Semua mahluk memerlukan sebagai pembentuk DNA, RNA, protein, energi (ATP), dan senyawa organik lainnya. Daur fosfor lebih sederana dari pada daur lainnya karena tidak melibatkan atmosfer. Di alam daur fosfor sebagai berikut:
Di dalam tanah mengandung fosfat anorganik yang dapat diserap oleh tumbuhan. Kemudian tumbuhan dimakan oleh konsumer sehingga fosfor berpindah ke hewan. Tumbuhan dan hewan mati, feses, dan urinnya akanterurai menjadi fosfat organik. Oleh bakteri fosfat tersebut diubah menjadi fosfat arorganik yang dapat diserap tumbuhan. Dan seperti biasa akan terulang.
Dan pada daur fosfor diperlukan pengurai untuk menguraikan hewan dan tumbuhan yang mati menjadi fosfat anorganik. Fosfat banyak terdapat di batu karang dan fosil. Fosfat dari batu dan fosil terkikis dan membentuk fosfat anorganik terlarut di air tanah dan laut. Fosfat anorganik ini kemudian akan diserap oleh akar tumbuhan lagi. Siklus ini berulang terus menerus.
Daur sedimentasi disebut juga daur fosfor. Fosfor merupakan elemen penting dalam kehidupan karena semua makhluk hidup membutuhkan posfor dalam bentuk ATP (Adenosin Tri Fosfat), sebagai sumber energi untuk metabolisme sel.
Posfor terdapat di alam dalam bentuk ion fosfat. Ion Fosfat terdapat dalam bebatuan. Adanya peristiwa erosi dan pelapukan menyebabkan fosfat terbawa menuju sungai hingga laut membentuk sedimen. Adanya pergerakan dasar bumi menyebabkan sedimen yang mengandung fosfat muncul ke permukaan. Di darat tumbuhan mengambil fosfat yang terlarut dalam air tanah.
Herbivora mendapatkan fosfat dari tumbuhan yang dimakannya dan karnivora mendapatkan fosfat dari herbivora yang dimakannya. Seluruh hewan mengeluarkan fosfat melalui urin dan feses. Bakteri dan jamur mengurai bahan-bahan anorganik di dalam tanah lalu melepaskan pospor kemudian diambil oleh tumbuhan.
5. Daur Belerang
Belerang atau sulfur merupakan unsur penyusun protein. Tumbuhan mendapat sulfur dari dalam tanah dalam bentuk sulfat (SO4 ). Kemudian tumbuhan tersebut dimakan hewan sehingga sulfur berpindah ke hewan. Lalu hewan dan tumbuhan mati diuraikan menjadi gas H2S atau menjadi sulfat lagi. Secara alami, belerang terkandung dalam tanah dalam bentuk mineral tanah. Ada juga yang gunung berapi dan sisa pembakaran minyak bumi dan batubara.
Daur tipe sedimen cenderung untuk lebih kurang sempurna dan lebih mudah diganggu oleh gangguan setempat sebab sebagian besar bahan terdapat dalam tempat dan relatif tidak aktif dan tidak bergerak di dalam kulit bumi. Akibatnya, beberapa bagian dari bahan yang dapat dipertukarkan cenderung " hilang" untuk waktu yang lama apabila gerakan menurunnya jauh lebih cepat dari pada gerakan "naik" kembali. Setiap daur melibatkan unsur organisme untuk membantu menguraikan senyawa-senyawa menjadi unsur-unsur. Dalam daur belerang misalnya, mikroorganisme yang bertanggung jawab dalam setiap trasformasi adalah sebagai berikut :
1. H2S → S → SO4; bakteri sulfur tak berwarna, hijau dan ungu.
2. SO4 → H2S (reduksi sulfat anaerobik), bakteri desulfovibrio.
3. H2S → SO4 (Pengokaidasi sulfide aerobik); bakteri thiobacilli.
4. S organik → SO4 + H2S, masing-masing mikroorganisme heterotrofik
aerobik dan anaerobik.
Selain itu ada beberapa jenis bakteri terlibat dalam daur sulfur, antara lain Desulfomaculum dan Desulfibro yang akan mereduksi sulfat menjadi sulfida dalam bentuk hidrogen sulfida (H2S). Kemudian H2S digunakan bakteri fotoautotrof aerob seperti Chromatium dan melepaskan sulfur dan oksigen. Sulfur dioksida menjadi sulfat oleh bakteri kemolitotrof seperti Thiobacillus.
C. ANABAENA, NOSTOC, DAN RHIZOBIUM SERTA PENGARUHNYA TERHADAP LINGKUNGAN
Anabaena dan nostoc merupakan jenis mikroalga. Anabaena dan Nostoc termasuk alga biru-hijau yang dapat menambat Nitrogen dari udara melalui kerjasama atau simbiosis dengan Azolla sp.
Efektifitas pertumbuhan dan perkembangan Anabaena dan Nostoc sangatlah ditentukan oleh media dimana mereka itu ditumbuhkan. Untuk menghasilkan pertumbuhan yang optimum, Anabaena dan Nostoc memerlukan unsur Co dan Mo. Hal ini menunjukkan bahwa larutan nutrisi tersebut mempunyai pengaruh terhadap kedua organisme tersebut.
Produktifitas dan mutu mikroalga dapat dipengaruhi beberapa faktor diantaranya kandungan unsur hara pada media tumbuh. Kandungan mineral alga berkisar antara 6-39% berat kering dengan ion-ion utamanya adalah fosfor, sulfur, kalsium, natrium, khlor, besi, magnesium dan seng, serta mangan, tembaga dan cobalt terdapat dalam jumlah yang relatif kecil. Selain itu faktor abiotik yang mempengaruhi kehidupan organisme ini adalah suhu, arus, oksigen terlarut (DO), kebutuhan oksigen biologi (BOD) dan kimia (COD), serta kandungan nitrogen (N), kedalaman air, dan substrat dasar.
Rhizobium merupakan bakteri yang bernodulasi dengan akar. Rhizobium dapat tumbuh dengan optimum pada temperatur antara 25-30°C dan pH 6.0-7.0. Rhizobium pada kondisi masam (pH rendah) tidak dapat menginfeksi akar tanaman. Kondisi asam menyebabkan kondisi Rhizobium stress. Ketersediaan Mn dan Fe dalam tanah masam juga berpengaruh terhadap aktivitas Rhizobium. Apabila ketersediaan Mn tinggi dapat menghambat perkembangan bakteri Rhizobium.
Metabolisme aerobik yang biasa digunakan Rhizobium yaitu dengan tekanan oksigen lebih rendah daripada 0.1 atm. Kecepatan 90 rpm dalam inkubasi merupakan kecepatan optimal yang digunakan untuk pertumbuhan bakteri Rhizobium. Faktor abiotik dan biotik seperti kemasaman tanah, kelembaban tanah, suhu tanah, senyawa organik dan anorganik juga mempengaruhi pertumbuhan Rhizobium.
DAFTAR PUSTAKA
Rusmendro, Hasmar. 2003. Seri Diktat Kuliah Ekologi Tumbuhan. Jakarta: Unas Press.
http://cyber-biology.blogspot.com/2008/07/peningkatan-toleransi-isolat-rhizobium.html. Tanggal akses 14 April 2009.
http://elcom.umy.ac.id/elschool/muallimin_muhammadiyah/file.php/1/materi/Biologi/DAUR%20BIOGEOKIMIA.swf . Tanggal akses 14 April 2009.
http://freewebs.com/ciget/daur%20biogeokimia.html. Tanggal akses 14 April 2009.
http://gurungeblog.wordpress.com/2008/11/17/daur-biogeokimia/. Tanggal akses 14 April 2009.
http://jelajahbio.blogspot.com/2008/05/daur-bersifat-sedimen.html. Tanggal akses 14 April 2009.
http://www.e-dukasi.net/mapok/mp_files/mp_299/latihan.html. Tanggal akses 14 April 2009.
Memaknai hidup bukan dengan meghindari hal yang jelek dan senantiasa berbuat baik. Akan tetapi,memaknainya dengan mesyukuri; yaitu dengan berani mengahadapi tantangan, bukan menghindarinya adalah lebih baik..:)
Thursday, April 23, 2009
Laporan Praktikum Ekologi Tumbuhan; Ekosistem
BAB I
PENDAHULUAN
Ekologi merupakan studi ilmiah tentang proses regulasi distribusi kelimpahan dan saling interaksi di antara mereka, dan sebuah studi tentang desain dari struktur dan fungsi dari ekosistem (Kerbs, 1972).. Istilah ekologi ini pertama kali diperkenalkan pada tahun 1866 oleh E. Haeckel (ahli biologi Jerman). Ekologi berasal dari dua akar kata Yunani (oikos = rumah dan Logos=ilmu), sehingga secara harfiah bisa diartikan sebagai kajian organisme hidup dalam rumahnya.
Secara lebih formal ekologi didefenisikan sebagai kajian yang mempelajari hubungan timbal balik antara organisme-organisme hidup dengan lingkungan fisik dan biotik secara menyeluruh. Jadi dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa ekologi itu adalah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara makhluk hidup dan lingkungannya (biotik dan abiotik) dalam suatu ekosistem.
Organisme-organisme saling berinteraksi satu sama lain, dan juga berinteraksi dengan unsur-unsur abiotik yang ada di sekelilingnya. Jadi organisme-organisme dan komponen-komponen fisik lingkungan menyusun sebuah ekositem atau sistem ekologi. Komponen yang hidup, tumbuhan dan hewan, membentuk lingkungan biotik sedang komponen-komponen fisik merupakan lingkungan abiotik.
Lebih jelasnya, bagian-bagian yang mengisi ekosistem antara lain terdiri dari, bahan-bahan anorganik seperti, persenyawaan organik seperti karbohidrat, unsur iklim dan cuaca seperti temperatur, kelembapan, tekanan udara dll, organisme produsen yang mampu memproduksi bahan makanan, dan organisme konsumen yang makan makhluk lain atau hasil produksinya.
Organisme produsen merupakan komponen autotrofik, sedangkan yang lain ialah heterotrofik. Berdasarkan habitatnya ekosistem dibedakan atas ekosistem daratan (terestrial) seperti hutan, padang rumput, semak belukar, tegalan, pekarangan dll dan ekosistem perairan (akuatik) yang dibedakan air tawar dan air asin seperti sungai, kolam, danau, rawa dan lautan.
Tujuan dari praktikum ini adalah mengenal komponen-komponen yang terdapat di dalam ekosistem daratan dan perairan, dan kedudukan serta peranannya dalam ekosistem tersebut.
Hipoteis
Diduga terdapat kesinambungan antara komponen-komponen biotik dan abiortik dari ekosistem daratan dan perairan
BAB II
ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA
A. Alat dan Bahan
1. Ekosistem daratan dan ekosistem perairan.
2. Buku taksonomi.
3. Alat-alat untuk herbarium dan koleksi hewan.
4. Sampler.
B. Cara Kerja
1. Tentukan dua ekosistem berdasarkan habitatnya (daratan dan perairan) yang akan diamati.
2. Kemudian inventarisasi komponen biotik dan abiotik pada kedua ekosistem tersebut.
Lakukan pengamatan visual pada kedua ekosistem tersebut.
Lakukan pengamatan melalui sampling (bila perlu).
3. Tentukan kelengkapan komponen ekosistem tersebut (berdasarkan individu/jenis yang diamati).
4. Kemudian perhatikan sumber energi yang digunakan oleh masing-masing komponen tersebut.
5. Perhatikan peranan masing-masing komponen ekosistem yang dijumpai.
6. Buatlah diagram (hubungan komponen-komponen dalam ekosistem tersebut dan daur energi yang ada di dalamnya) interaksi antara komponen yang terdapat di masing-masing ekosistem yang diamati.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengamatan dilakukan di dua ekosistem yang berbeda, yaitu ekosistem daratan dan perairan. Ekosistem daratan mengambil lokasi di samping laboratorium Botani dan ekosistem perairan di kolam ikan Laboratorium Kimia UNAS.
Dari pengamatan tersebut, diperoleh hasil yang bervariasi dan keduanya dibatasi oleh faktor pembatas.
A. Ekosistem Daratan
Kompoenen-komponen biotik ekosistem daratan yang terdapat di lokasi pengamatan antara lain:
1. Serangga-serangga (nyamuk, lalat, capung, dan kupu-kupu)
2. Tumbuhan, tanaman dan rerumputan
3. Bakteri
4. Liana.
Sedangkan komponen-komponen abiotiknya antara lain :
1. Suhu (310 C)
2. kelembaban
3. Udara
4. Sinar matahari
5. pH.
6. Air, tanah dan batu.
Komponen pembentuk dari ekosistem darat berupa ekosistem lengkap, dimana antara komponen abiotik dan biotiknya saling berhubungan. Sistem energinya berupa ekosistem terbuka, artinya terjadi interaksi langsung dengan bagian ekosistem lainnya di alam.
Berikut rantai makanan dari komponen-komponen ekosistem daratan,
Tumbuhan, tanaman dan rerumputan → Serangga → Predator→Bakteri
Liana
Berikut daur energi yang berlangsung,
Matahari → Tumbuhan, tanaman dan rerumputan → Serangga → Predator.
Skema interdependensi antara kompnen abiotik dan biotiknya pada ekosistem daratan adalah sebagai berikut :
Matahari Awan (hujan)
Tumbuhan Tanah Air (genangan)
Konsumen
Pengurai
B. Ekosistem Perairan
Komponen-komponen biotik dari ekosistem perairan antara lain :
1. Ikan
2. Plankton (Zooplankton dan Fitoplakton) dan Mikrorganisme
3. Serasah
4. Tanaman
5. Lumut dan Lichens
Sedangkan Komponen abiotiknya antara lain :
1. Suhu
2. pH
3. Sinar matahari
4. Salinitas
5. Air
6. Udara
7. Kelembapan
8. Kecerahan
9. Salinitas.
Seperti halnya ekosistem darat, komponen pembentuk dari ekosistem darat berupa ekosistem lengkap dan sistem energinya berupa ekosistem terbuka. Namun pada kisaran suhu terjadi perbedaan. Yaitu, suhu udara 290 C, sedangkan suhu air 280C.
Berikut rantai makanan dari komponen-komponen ekosistem perairan
Serasah → Fitoplankton → Zooplankton → Ikan→Predator→Mikrorganisme
Berikut daur energi yang berlangsung
Matahari → Fitoplankton → Zooplankton → Ikan
Tanaman → Oksigen (O2) → Fitoplankton
Zooplankton
Ikan
Skema interdependensi antara kompnen abiotik dan biotiknya pada ekosistem perairan adalah sebagai berikut :
Matahari
Plankton Air Tumbuhan
(Fitoplankton & Zooplankton)
ikan
Dekomposer
Dalam hal ini, organisme produsen yang terdiri dari fitoplankton dan vegetasi merupakan komponen autotrofik, yaitu komponen yang mampu menyediakan makanan bagi dirinya sendiri. Produsen mampu membuat makanan sendiri karena mengandung zat hijau daun (chlorophil) yang ada padanya. Dalam zat hijau daun pada waktu siang hari terjadinya proses fotosintesis atau asimilasi asam-arang.
Ketika proses fotosintesis berlangsung, persenyawaan antara air yang terambil dari tanah dan asam arang atau CO2 dari udara ditambah energi matahari menjadi karbohidrat dan oksigen. Kemudian karbohidrat diubah menjadi bahan-bahan lain seperti lemak, protein, vitamin dsb. Dengan menambah mineral-mineral yang diambil dari tanah. Bahan-bahan tersebut diperlukan untuk hidupnya, juga untuk kehidupan makhluk konsumen (heterotriphic) yang dalam hal ini dapat berupa ikan, zooplankton, atau predator.
Faktor pembatas antara kedua ekosistem tersebut adalah pada variasi suhu. Suhu di daratan cenderung selalu mengalami perubahan, sedangkan di perairan cenderung tetap. Selain itu, secara morofolgis, ekosistem darat tidak berkesinambungan, sebab terdiri dari muka yang beragam, seperti gunung, lembah, darat dsb. Sedangakan pada ekosistem perairan sangat bergantung pada adanya substrat dari pada daratan.
Interaksi antara komponen yang satu dengan yang lainnya membentuk sebuah tatanan ekologi yang rapi dan mempunyai interdependensi yang kuat. maka, apabila ada salah satu komponen yang mengalami gangguan, akan berakibat pada komponen yang lain.
BAB IV
KESIMPULAN
Komponen-komponen yang terdapat pada ekosistem daratan dan perairan terbagi menjadi komponen abiotik dan biotik. Berdasarkan komponen pembentuknya, ekosistem daratan dan perairan tergolong pada ekosistem lengkap, karena seluruh komponen dapat dijumpai yaitu komponen biotik dan abiotik.
Berdasarkan sistem energinya, ekosistem daratan dan perairan tergolong pada ekosistem terbuka karena dalam ekosistem tersebut ada masukkan energi ke dalam ekosistem tersebut.
Energi dapat berpindah melalui sebuah ekosistem berada dalam sebuah urutan transformasi. Energi ini berubah kembali ketika konsumen kedua makan konsumen pertama.
DAFTAR PUSTAKA
Butani, D.K. 1994. Dictionary of Biology. Goyal Offset Printers. New Delhi
Chisholm, Sallie et al. 2008. Fundamentals of Ecology. Massachussetts Institute
of Technology Open Course. tt.
Kimball, Jhon W. 1994. Biologi Jilid II. Erlangga. Jakarta
Rusmendro, Hasmar. 2009. Penuntun Praktikum Ekologi Tumbuhan. Fakultas
Biologi Universitas Nasional. Jakarta
Rusmendro, Hasmar. 2003. Seri Diktat Kuliah Ekologi Tumbuhan. Fakultas
Biologi Universitas Nasional. Jakarta
Lampiran
Ekosistem Darat
PENDAHULUAN
Ekologi merupakan studi ilmiah tentang proses regulasi distribusi kelimpahan dan saling interaksi di antara mereka, dan sebuah studi tentang desain dari struktur dan fungsi dari ekosistem (Kerbs, 1972).. Istilah ekologi ini pertama kali diperkenalkan pada tahun 1866 oleh E. Haeckel (ahli biologi Jerman). Ekologi berasal dari dua akar kata Yunani (oikos = rumah dan Logos=ilmu), sehingga secara harfiah bisa diartikan sebagai kajian organisme hidup dalam rumahnya.
Secara lebih formal ekologi didefenisikan sebagai kajian yang mempelajari hubungan timbal balik antara organisme-organisme hidup dengan lingkungan fisik dan biotik secara menyeluruh. Jadi dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa ekologi itu adalah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara makhluk hidup dan lingkungannya (biotik dan abiotik) dalam suatu ekosistem.
Organisme-organisme saling berinteraksi satu sama lain, dan juga berinteraksi dengan unsur-unsur abiotik yang ada di sekelilingnya. Jadi organisme-organisme dan komponen-komponen fisik lingkungan menyusun sebuah ekositem atau sistem ekologi. Komponen yang hidup, tumbuhan dan hewan, membentuk lingkungan biotik sedang komponen-komponen fisik merupakan lingkungan abiotik.
Lebih jelasnya, bagian-bagian yang mengisi ekosistem antara lain terdiri dari, bahan-bahan anorganik seperti, persenyawaan organik seperti karbohidrat, unsur iklim dan cuaca seperti temperatur, kelembapan, tekanan udara dll, organisme produsen yang mampu memproduksi bahan makanan, dan organisme konsumen yang makan makhluk lain atau hasil produksinya.
Organisme produsen merupakan komponen autotrofik, sedangkan yang lain ialah heterotrofik. Berdasarkan habitatnya ekosistem dibedakan atas ekosistem daratan (terestrial) seperti hutan, padang rumput, semak belukar, tegalan, pekarangan dll dan ekosistem perairan (akuatik) yang dibedakan air tawar dan air asin seperti sungai, kolam, danau, rawa dan lautan.
Tujuan dari praktikum ini adalah mengenal komponen-komponen yang terdapat di dalam ekosistem daratan dan perairan, dan kedudukan serta peranannya dalam ekosistem tersebut.
Hipoteis
Diduga terdapat kesinambungan antara komponen-komponen biotik dan abiortik dari ekosistem daratan dan perairan
BAB II
ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA
A. Alat dan Bahan
1. Ekosistem daratan dan ekosistem perairan.
2. Buku taksonomi.
3. Alat-alat untuk herbarium dan koleksi hewan.
4. Sampler.
B. Cara Kerja
1. Tentukan dua ekosistem berdasarkan habitatnya (daratan dan perairan) yang akan diamati.
2. Kemudian inventarisasi komponen biotik dan abiotik pada kedua ekosistem tersebut.
Lakukan pengamatan visual pada kedua ekosistem tersebut.
Lakukan pengamatan melalui sampling (bila perlu).
3. Tentukan kelengkapan komponen ekosistem tersebut (berdasarkan individu/jenis yang diamati).
4. Kemudian perhatikan sumber energi yang digunakan oleh masing-masing komponen tersebut.
5. Perhatikan peranan masing-masing komponen ekosistem yang dijumpai.
6. Buatlah diagram (hubungan komponen-komponen dalam ekosistem tersebut dan daur energi yang ada di dalamnya) interaksi antara komponen yang terdapat di masing-masing ekosistem yang diamati.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengamatan dilakukan di dua ekosistem yang berbeda, yaitu ekosistem daratan dan perairan. Ekosistem daratan mengambil lokasi di samping laboratorium Botani dan ekosistem perairan di kolam ikan Laboratorium Kimia UNAS.
Dari pengamatan tersebut, diperoleh hasil yang bervariasi dan keduanya dibatasi oleh faktor pembatas.
A. Ekosistem Daratan
Kompoenen-komponen biotik ekosistem daratan yang terdapat di lokasi pengamatan antara lain:
1. Serangga-serangga (nyamuk, lalat, capung, dan kupu-kupu)
2. Tumbuhan, tanaman dan rerumputan
3. Bakteri
4. Liana.
Sedangkan komponen-komponen abiotiknya antara lain :
1. Suhu (310 C)
2. kelembaban
3. Udara
4. Sinar matahari
5. pH.
6. Air, tanah dan batu.
Komponen pembentuk dari ekosistem darat berupa ekosistem lengkap, dimana antara komponen abiotik dan biotiknya saling berhubungan. Sistem energinya berupa ekosistem terbuka, artinya terjadi interaksi langsung dengan bagian ekosistem lainnya di alam.
Berikut rantai makanan dari komponen-komponen ekosistem daratan,
Tumbuhan, tanaman dan rerumputan → Serangga → Predator→Bakteri
Liana
Berikut daur energi yang berlangsung,
Matahari → Tumbuhan, tanaman dan rerumputan → Serangga → Predator.
Skema interdependensi antara kompnen abiotik dan biotiknya pada ekosistem daratan adalah sebagai berikut :
Matahari Awan (hujan)
Tumbuhan Tanah Air (genangan)
Konsumen
Pengurai
B. Ekosistem Perairan
Komponen-komponen biotik dari ekosistem perairan antara lain :
1. Ikan
2. Plankton (Zooplankton dan Fitoplakton) dan Mikrorganisme
3. Serasah
4. Tanaman
5. Lumut dan Lichens
Sedangkan Komponen abiotiknya antara lain :
1. Suhu
2. pH
3. Sinar matahari
4. Salinitas
5. Air
6. Udara
7. Kelembapan
8. Kecerahan
9. Salinitas.
Seperti halnya ekosistem darat, komponen pembentuk dari ekosistem darat berupa ekosistem lengkap dan sistem energinya berupa ekosistem terbuka. Namun pada kisaran suhu terjadi perbedaan. Yaitu, suhu udara 290 C, sedangkan suhu air 280C.
Berikut rantai makanan dari komponen-komponen ekosistem perairan
Serasah → Fitoplankton → Zooplankton → Ikan→Predator→Mikrorganisme
Berikut daur energi yang berlangsung
Matahari → Fitoplankton → Zooplankton → Ikan
Tanaman → Oksigen (O2) → Fitoplankton
Zooplankton
Ikan
Skema interdependensi antara kompnen abiotik dan biotiknya pada ekosistem perairan adalah sebagai berikut :
Matahari
Plankton Air Tumbuhan
(Fitoplankton & Zooplankton)
ikan
Dekomposer
Dalam hal ini, organisme produsen yang terdiri dari fitoplankton dan vegetasi merupakan komponen autotrofik, yaitu komponen yang mampu menyediakan makanan bagi dirinya sendiri. Produsen mampu membuat makanan sendiri karena mengandung zat hijau daun (chlorophil) yang ada padanya. Dalam zat hijau daun pada waktu siang hari terjadinya proses fotosintesis atau asimilasi asam-arang.
Ketika proses fotosintesis berlangsung, persenyawaan antara air yang terambil dari tanah dan asam arang atau CO2 dari udara ditambah energi matahari menjadi karbohidrat dan oksigen. Kemudian karbohidrat diubah menjadi bahan-bahan lain seperti lemak, protein, vitamin dsb. Dengan menambah mineral-mineral yang diambil dari tanah. Bahan-bahan tersebut diperlukan untuk hidupnya, juga untuk kehidupan makhluk konsumen (heterotriphic) yang dalam hal ini dapat berupa ikan, zooplankton, atau predator.
Faktor pembatas antara kedua ekosistem tersebut adalah pada variasi suhu. Suhu di daratan cenderung selalu mengalami perubahan, sedangkan di perairan cenderung tetap. Selain itu, secara morofolgis, ekosistem darat tidak berkesinambungan, sebab terdiri dari muka yang beragam, seperti gunung, lembah, darat dsb. Sedangakan pada ekosistem perairan sangat bergantung pada adanya substrat dari pada daratan.
Interaksi antara komponen yang satu dengan yang lainnya membentuk sebuah tatanan ekologi yang rapi dan mempunyai interdependensi yang kuat. maka, apabila ada salah satu komponen yang mengalami gangguan, akan berakibat pada komponen yang lain.
BAB IV
KESIMPULAN
Komponen-komponen yang terdapat pada ekosistem daratan dan perairan terbagi menjadi komponen abiotik dan biotik. Berdasarkan komponen pembentuknya, ekosistem daratan dan perairan tergolong pada ekosistem lengkap, karena seluruh komponen dapat dijumpai yaitu komponen biotik dan abiotik.
Berdasarkan sistem energinya, ekosistem daratan dan perairan tergolong pada ekosistem terbuka karena dalam ekosistem tersebut ada masukkan energi ke dalam ekosistem tersebut.
Energi dapat berpindah melalui sebuah ekosistem berada dalam sebuah urutan transformasi. Energi ini berubah kembali ketika konsumen kedua makan konsumen pertama.
DAFTAR PUSTAKA
Butani, D.K. 1994. Dictionary of Biology. Goyal Offset Printers. New Delhi
Chisholm, Sallie et al. 2008. Fundamentals of Ecology. Massachussetts Institute
of Technology Open Course. tt.
Kimball, Jhon W. 1994. Biologi Jilid II. Erlangga. Jakarta
Rusmendro, Hasmar. 2009. Penuntun Praktikum Ekologi Tumbuhan. Fakultas
Biologi Universitas Nasional. Jakarta
Rusmendro, Hasmar. 2003. Seri Diktat Kuliah Ekologi Tumbuhan. Fakultas
Biologi Universitas Nasional. Jakarta
Lampiran
Ekosistem Darat
Protein laporan parktikum
BAB I
PENDAHULUAN
Protein adalah makromulekul polipetida yang tersusun dari sejumlah L. asam α-amino yang dihubungkan oleh ikatan peptide; memilki bobot molekul tinggi.
Larutan tembaga basa akan bereaksi dengan dengan komponen yang mengandung satua atau lebih ikatan peptide. Hasilnya berupa senyawa kompleks yang berwarna ungu (violet). Intensitas warna yang terjadi tersebut merupakan ukuran jumlah ikatan peptida di dalam protein.
Secara kimiawi, protein adalah heterobiopolimer yang terdiri atas satuan-satuan monomer yang disebut asam amino yang dihubungkan oleh ikatan peptida. Suatu protein dapat mengendap atau terkoagulasi oleh beberapa senyawa seperti laruatan asam, basa, garam, dan pelarut organik.
Endapan yang terbebntuk belum tentu mengalami denaturasi. Ada beberapa gara yang dapat memperkecil kelaruatan seperti (NH4)2SO4 jenuh, ada pua garam yang dapat mendenaturasi protein seperti garam-garam logam berat, sepeti Pb-Asetat. Denaturasi adalah rusaknya struktur protein yang larut, sehingga menjadi tidak larut.
Tujuan dari Parktikum ini adalah menentukan jumlah (kadar) dari protein menggunakakan perekasi Biuret dan memperlihatakn denaturasi protein pada beberapa senyawa.
BAB II
METODOLOGI
A. Alat dan Bahan
Alat
1. Spektrofotometer
2. Kuvet
3. Tabung reaksi dan raknya
4. Penangas air
Bahan
1. Larutan albumin 5 mg/mL, dibuat baru sebagai larutan stok.
2. Pereaksi Biuret
3. Larutan sampel yang akan ditetapkan kadarnya
4. larutan putih telur (1:4)
5. HCl 0,1 M
6. NaOH 0,1 M
7. Buffer asetat pH 4,7
8. Etanol 95 %
9. HgCl2 0,2 M
10. Pb asetat 0,2 M
11. (NH4)2SO4
12. Asam pikrat jenuh
13. Akuadestilata
B. Cara Kerja
1. Penetapan Jumlah Protein berdasarkan Hasil Rekasi Biuret
a. Masukkan 2 mL dan tambahkan 3 mL perekasi Biuret ke dalam tabung reaksi
b. Campur merata dan tempatkan tabung dalam penangas air 370C selama 10 menit.
c. Biarkan larutan di tabung menjadi dingin sebelum dilakukan pembacaan pada λ 540 nm.
d. Buat juga larutan blanko yakni 2 mL akuadestilata ditambahkan 3 mL pereaksi Biuret dan dipanaskan di penangas air selama 10 menit.
e. Persiapkan laurtan standart dari larutan albumin 5 mg/mL dengan pengenceran sebagai berikut
Zat Tabung ke
1 2 3 4 5
Albumin 5 mg/mL 1 mL 2 mL 3 mL 4 mL 5 mL
Akudestilata 4 mL 3 mL 2 mL 1 mL 0 mL
Jumlah 5 mL 5 mL 5 mL 5 mL 5 mL
f. Homogenkan, kemudian pipet dari masing-masing tabung sebanyak 2 mL dan tempatkan pada tabung lain, selanjutnya tambahkan 3 mL pereaksi Biuret.
g. Campur merata dan tempatkan tabung di penangas air 370C selama 10 menit. Kemudian larutan diangkat dan didinginkan.
h. Nilai absorbannya pada λ 540 nm dan juga catat % transimisinya sebagai tambahan dan tentukan kadar glukosa dari sampel.
2. Denaturasi Protein
a. Encerkan 1 bagian putih telur dan 4 bagian akuadestilata. Aduk perlahan-lahan hingga merata. Selanjutnya siapkan 9 buah tabung reaksi yang bersih dan kering dan ikuti prosedur sebagai berikut,
Zat Tabung ke
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Putih telur (mL) 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5
HCl (mL) 0,5 - - - - - - - -
NaOH (mL) - 0,5 - - - - - - -
Buffer 4,7 (mL) - - 0,5 - - - - - -
Etanol 95 % (mL) - - - 2,5 - - - - -
HgCl2 (tetes) - - - - 5 - - - -
Pb asetat (tetes) - - - - - 5 - - -
(NH4)2SO4 ¬jenuh (mL) - - - - - - 2 - -
Asam pikrat jenuh (tetes) - - - - - - - 5 -
Akuadestilata (mL) - - - - - - - - 1
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Penetapan Jumlah Protein berdasarkan Hasil Rekasi Biuret
Hasil dari percobaan yang dilakukan adalah sebagai berikut:
Tabung Konsentrasi (mg/mL) Nilai Absorban (A) % Transmisi (T)
1 1 0,1 80
2 2 0,22 60
3 3 0,32 48
4 4 0,42 38
5 5 0,52 31
Sampel 3,61 0,38 42
Pada percobaan ini, menggunakan protein albumin baru, sebab protein capat mengalami kerusakan struktur (basi). Untuk mempercepat reaksi, reaksi dilakukan pada suhu 370C . pada percobaan ini terjadi reaksi albumin dengan perekasi biuret memmebntuk senyawa kompleks yang berwarna ungu.
Berikut reaksi yang terjadi; ikatan peptide pada protein berekasi dengan Cu2+ dalam alkalinitas untuk membentuk waran ungu dengan absorbance maximum λ 540 nm
asam amino dan ion –ion Cu2+ dari senyawa kompleks berwarna biru
Uji ini biasanya digunakan untuk uji kuantitaif photometrical determination dari total konsentarsi protein. Intensitas dari warna yang dihasilkan merupakan proporsi dari jumlah ikatan peptide yang terdapat pada reaksi. Berdasarkan data tersebut, kadar (jumlah) protein pada larutan sampel adalah 3,61 mg/mL.
Berikut grafiknya
B. Denaturasi Protein
Tabung ke
1 2 3 4 5 6 7 8
Hasil Pengamatan ++ _ ++ + +++ +++ _ +
(Kuning) _
Keterangan
(+) = Keruh
(++) = keruh medium
(+++) = Sanget keruh
(–) = tidak keruh
Berdasarkan hasil percobaan, setiap senyawa atau zat mempunyai kemampuan mendenaturasi yang berbeda-beda. Pen-denaturasi yang paling kuat adalah sublimat HgCl2 0,2 M dan Pb-Asetat 0,2 M. Dari saking kuatnya, denaturan tidak lagi dapat melakukan renatutasi. Hal ini tampak pada sangat keruhnya larutan pada tabung 5 dan 6 yang berisi kedua zat tersebut.
Sedangkan yang paling lemah adalah pada NaOH 0,1 M dari basa kuat dan (NH4)2SO4 –jenuh dari asam. Keduanya memperkecil kelarutan. Sehingga tampak tidak ada kekeruhan. Sedangakan pada zat uji lainya mengalami kekeruhan juga, tetapi tidak sekuat HgCl2 0,2 M dan Pb-Asetat 0,2 M. Karena kemampuan denaturasinya kurang kuat.
BAB IV
KESIMPULAN
1. Penetapan kadar protein dapat dilakukan dengan perekasi Biuret dengan pengukuran Spektrofotometer λ 540 nm. Kadar protein larutan sampel adalah 3,6 mg/mL
2. Denaturasi protein adalah proses hilangnya sifat alami dari protein. Dari hasil percobaan Denaturasi Protein, HgCl dan Pb-asetat sangat kuat mendenaturasi. Sedangkan NaOH, (NH4)2SO4, dan akuadestilata lemah mendenaturasi.
DAFTAR PUSTAKA
Butani, D.K. 1994. Dictionary of Biology. Goyal Offset Printers. New Delhi
Jalip, Ikna Suyatna. 2009. Penuntun Praktikum Biokimia. Laboratorium Kimia
Universitas Nasional. Jakarta.
Koolman, Jan et al. 2005. Color Atlas of Biochemistry. Georg Thieme Verlag. Stuttgart
http://www.uni-regensburg.de/Fakultaeten/nat_Fak_IV/Organische_Chemie/
Didaktik/Keusch/D-Biuret-e.htm. Tanggal Akses 6 April 2009
PENDAHULUAN
Protein adalah makromulekul polipetida yang tersusun dari sejumlah L. asam α-amino yang dihubungkan oleh ikatan peptide; memilki bobot molekul tinggi.
Larutan tembaga basa akan bereaksi dengan dengan komponen yang mengandung satua atau lebih ikatan peptide. Hasilnya berupa senyawa kompleks yang berwarna ungu (violet). Intensitas warna yang terjadi tersebut merupakan ukuran jumlah ikatan peptida di dalam protein.
Secara kimiawi, protein adalah heterobiopolimer yang terdiri atas satuan-satuan monomer yang disebut asam amino yang dihubungkan oleh ikatan peptida. Suatu protein dapat mengendap atau terkoagulasi oleh beberapa senyawa seperti laruatan asam, basa, garam, dan pelarut organik.
Endapan yang terbebntuk belum tentu mengalami denaturasi. Ada beberapa gara yang dapat memperkecil kelaruatan seperti (NH4)2SO4 jenuh, ada pua garam yang dapat mendenaturasi protein seperti garam-garam logam berat, sepeti Pb-Asetat. Denaturasi adalah rusaknya struktur protein yang larut, sehingga menjadi tidak larut.
Tujuan dari Parktikum ini adalah menentukan jumlah (kadar) dari protein menggunakakan perekasi Biuret dan memperlihatakn denaturasi protein pada beberapa senyawa.
BAB II
METODOLOGI
A. Alat dan Bahan
Alat
1. Spektrofotometer
2. Kuvet
3. Tabung reaksi dan raknya
4. Penangas air
Bahan
1. Larutan albumin 5 mg/mL, dibuat baru sebagai larutan stok.
2. Pereaksi Biuret
3. Larutan sampel yang akan ditetapkan kadarnya
4. larutan putih telur (1:4)
5. HCl 0,1 M
6. NaOH 0,1 M
7. Buffer asetat pH 4,7
8. Etanol 95 %
9. HgCl2 0,2 M
10. Pb asetat 0,2 M
11. (NH4)2SO4
12. Asam pikrat jenuh
13. Akuadestilata
B. Cara Kerja
1. Penetapan Jumlah Protein berdasarkan Hasil Rekasi Biuret
a. Masukkan 2 mL dan tambahkan 3 mL perekasi Biuret ke dalam tabung reaksi
b. Campur merata dan tempatkan tabung dalam penangas air 370C selama 10 menit.
c. Biarkan larutan di tabung menjadi dingin sebelum dilakukan pembacaan pada λ 540 nm.
d. Buat juga larutan blanko yakni 2 mL akuadestilata ditambahkan 3 mL pereaksi Biuret dan dipanaskan di penangas air selama 10 menit.
e. Persiapkan laurtan standart dari larutan albumin 5 mg/mL dengan pengenceran sebagai berikut
Zat Tabung ke
1 2 3 4 5
Albumin 5 mg/mL 1 mL 2 mL 3 mL 4 mL 5 mL
Akudestilata 4 mL 3 mL 2 mL 1 mL 0 mL
Jumlah 5 mL 5 mL 5 mL 5 mL 5 mL
f. Homogenkan, kemudian pipet dari masing-masing tabung sebanyak 2 mL dan tempatkan pada tabung lain, selanjutnya tambahkan 3 mL pereaksi Biuret.
g. Campur merata dan tempatkan tabung di penangas air 370C selama 10 menit. Kemudian larutan diangkat dan didinginkan.
h. Nilai absorbannya pada λ 540 nm dan juga catat % transimisinya sebagai tambahan dan tentukan kadar glukosa dari sampel.
2. Denaturasi Protein
a. Encerkan 1 bagian putih telur dan 4 bagian akuadestilata. Aduk perlahan-lahan hingga merata. Selanjutnya siapkan 9 buah tabung reaksi yang bersih dan kering dan ikuti prosedur sebagai berikut,
Zat Tabung ke
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Putih telur (mL) 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5
HCl (mL) 0,5 - - - - - - - -
NaOH (mL) - 0,5 - - - - - - -
Buffer 4,7 (mL) - - 0,5 - - - - - -
Etanol 95 % (mL) - - - 2,5 - - - - -
HgCl2 (tetes) - - - - 5 - - - -
Pb asetat (tetes) - - - - - 5 - - -
(NH4)2SO4 ¬jenuh (mL) - - - - - - 2 - -
Asam pikrat jenuh (tetes) - - - - - - - 5 -
Akuadestilata (mL) - - - - - - - - 1
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Penetapan Jumlah Protein berdasarkan Hasil Rekasi Biuret
Hasil dari percobaan yang dilakukan adalah sebagai berikut:
Tabung Konsentrasi (mg/mL) Nilai Absorban (A) % Transmisi (T)
1 1 0,1 80
2 2 0,22 60
3 3 0,32 48
4 4 0,42 38
5 5 0,52 31
Sampel 3,61 0,38 42
Pada percobaan ini, menggunakan protein albumin baru, sebab protein capat mengalami kerusakan struktur (basi). Untuk mempercepat reaksi, reaksi dilakukan pada suhu 370C . pada percobaan ini terjadi reaksi albumin dengan perekasi biuret memmebntuk senyawa kompleks yang berwarna ungu.
Berikut reaksi yang terjadi; ikatan peptide pada protein berekasi dengan Cu2+ dalam alkalinitas untuk membentuk waran ungu dengan absorbance maximum λ 540 nm
asam amino dan ion –ion Cu2+ dari senyawa kompleks berwarna biru
Uji ini biasanya digunakan untuk uji kuantitaif photometrical determination dari total konsentarsi protein. Intensitas dari warna yang dihasilkan merupakan proporsi dari jumlah ikatan peptide yang terdapat pada reaksi. Berdasarkan data tersebut, kadar (jumlah) protein pada larutan sampel adalah 3,61 mg/mL.
Berikut grafiknya
B. Denaturasi Protein
Tabung ke
1 2 3 4 5 6 7 8
Hasil Pengamatan ++ _ ++ + +++ +++ _ +
(Kuning) _
Keterangan
(+) = Keruh
(++) = keruh medium
(+++) = Sanget keruh
(–) = tidak keruh
Berdasarkan hasil percobaan, setiap senyawa atau zat mempunyai kemampuan mendenaturasi yang berbeda-beda. Pen-denaturasi yang paling kuat adalah sublimat HgCl2 0,2 M dan Pb-Asetat 0,2 M. Dari saking kuatnya, denaturan tidak lagi dapat melakukan renatutasi. Hal ini tampak pada sangat keruhnya larutan pada tabung 5 dan 6 yang berisi kedua zat tersebut.
Sedangkan yang paling lemah adalah pada NaOH 0,1 M dari basa kuat dan (NH4)2SO4 –jenuh dari asam. Keduanya memperkecil kelarutan. Sehingga tampak tidak ada kekeruhan. Sedangakan pada zat uji lainya mengalami kekeruhan juga, tetapi tidak sekuat HgCl2 0,2 M dan Pb-Asetat 0,2 M. Karena kemampuan denaturasinya kurang kuat.
BAB IV
KESIMPULAN
1. Penetapan kadar protein dapat dilakukan dengan perekasi Biuret dengan pengukuran Spektrofotometer λ 540 nm. Kadar protein larutan sampel adalah 3,6 mg/mL
2. Denaturasi protein adalah proses hilangnya sifat alami dari protein. Dari hasil percobaan Denaturasi Protein, HgCl dan Pb-asetat sangat kuat mendenaturasi. Sedangkan NaOH, (NH4)2SO4, dan akuadestilata lemah mendenaturasi.
DAFTAR PUSTAKA
Butani, D.K. 1994. Dictionary of Biology. Goyal Offset Printers. New Delhi
Jalip, Ikna Suyatna. 2009. Penuntun Praktikum Biokimia. Laboratorium Kimia
Universitas Nasional. Jakarta.
Koolman, Jan et al. 2005. Color Atlas of Biochemistry. Georg Thieme Verlag. Stuttgart
http://www.uni-regensburg.de/Fakultaeten/nat_Fak_IV/Organische_Chemie/
Didaktik/Keusch/D-Biuret-e.htm. Tanggal Akses 6 April 2009
Asam amino praktikum
ASAM AMINO
BAB I
PENDAHULUAN
Asam amino merupakan monomer yang menyusun polimer-polimer pada prtein. Asam amino dapat mengalami proses hidrilisis yang menghasilkan hidrolisat protein. Hidrolisat protein didefinisikan sebagai protein yang mengalami degradasi hidrolitik dengan asam atau basa kuat dengan hasil akhir berupa campuran beberapa hasil. Bila hidrolisis dilakukan dengan sempurna maka akan diperoleh hidrolisat yang terdiri dari campuran 18 sampai 20 macam asam amino. Produk akhir dapat berbentuk cair, pasta atau bubuk/tepung yang bersifat higroskopis.
Fungsi hidrolisat protein dapat sebagai penyedap atau sebagai intermedia tes untuk isolasi dan memperoleh asam amino secara individu atau dapat pula untuk pengobatan yaitu sebagai diet untuk penderita pencernaan. Dengan menggunakan teknik kromatografi, berbgai macam asam amino dalam hidrolisat protein dapat diidentifikasi.
Kromatografi digunakan untuk memisahkan substansi campuran menjadi komponen-komponennya. Seluruh bentuk kromatografi berkerja berdasarkan prinsip ini. Semua kromatografi memiliki fase diam (dapat berupa padatan, atau kombinasi cairan-padatan) dan fase gerak (berupa cairan atau gas). Fase gerak mengalir melalui fase diam dan membawa komponen-komponen yang terdapat dalam campuran. Komponen-komponen yang berbeda bergerak pada laju yang berbeda.
Pelaksaanan kromatografi lapis tipis menggunakan sebuah lapis tipis silika atau alumina yang seragam pada sebuah lempeng gelas atau logam atau plastik yang keras. Nilai Rf untuk setiap warna dihitung dengan rumus sebagai berikut:
R f= jarak yang ditempuh oleh komponen
jarak yang ditempuh oleh pelarut
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk dapat melakukan identifikasi asam amino yang terdapat pada protein hasil hidrolisis (hidrolisat protein) dengan teknik kromatografi lapis tipis.
BAB II
METODOLOGI
A. Alat dan Bahan
Alat :
1. Lempeng KLT
2. Bejana KLT
3. Gelas ukur
4. Oven
5. Botol semprot
Bahan :
1. Hidrolisat protein
2. Beberapa asam amino sebagai standar
3. Pelarut (n-butanol : asam asetat glasial : akuadestilata dalam perbandingan 2:1:1)
4. Larutan ninhidrin 0.3 % dalam aseton
B. Cara Kerja
a. Isi bejana KLT dengan pelarut yang sudah disiapkan setinggi 1.5 cm kemudian ditutup. Biarkan beberapa saat supaya uap pelarut memenuhi ruang bejana tersebut.
b. Siapkan lempeng KLT sebelum digunakan dan dipilih yang baik.
c. Teteskan hidrolisat protein dan asam amino yang sudah diketahui masing-masing berjarak 2 cm dari ujung bawah lempeng. Cara penetesan adalah sebagai berikut : sentuhkan dahulu ujung pipa kapiler yang berisi hidrolisat protein di atas kertas tissu, kemudian barulah di tempat yang sudah ditentukan. Lakukan beberapa kali penetesan sampai agak pekat setelah penetesan pertama kering. Ulangi cara tersebut dengan menggunakan pipa kapiler berisi asam amino yang telah diketahui.
d. Letakkan lempeng KLT dengan hati-hati dalam bejana yang telah berisi pelarut. Posisi lempeng tegak lurus dengan bagian yang berbintik di bawah. Tutup bejana dan biarkan pelarut mengalir ke atas dan jangan dibuka selama pelarut belum sampai pada batas yang telah ditentukan.
e. Keluarkan lempeng keringkan di udara atau dengan alat pengering selama 3-5 menit atau sampai kering benar.
f. Semprot perlahan-lahan permukaan lempeng tersebut dengan larutan Ninhidrin dari jarak ± 45 cm. Lakukan penyemprotan dengan hati-hati dan hindari penyemprotan yang berlebihan.
g. Biarkan mengering 2-3 menit, selanjutnya dikeringkan di dalam oven 100° C selama 2-3 menit sampai muncul bintik-bintik (spot) yang berwarna.
h. Keluarkan lempeng dari oven, dinginkan dan amati serta ukur jarak noda dan hitunglah Rf masing-masing asam amino.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berikut hasil dan pembahasan dari praktikum asam amino dengan Kromatografi Lapis Tipis.
Jenis Asam Amino Jarak Noda (cm) Rf
Phenilalanin 4,3 0,608
Glisin 1,3 0,188
Glutamat 1,5 2,17
Troptofan 4,7 0,681
Sampel 1 0,8 0,115
Sampel 2 1,3 0,188
Sampel 3 2,0 0,289
Sampel 4 4,4 0,637
Pada praktikum ini, gel silika merupakan fase diam. Fase diam untuk kromatografi lapis tipis seringkali juga mengandung substansi yang mana dapat berpendar dalam sinar ultra violet. Fase gerak merupakan pelarut atau campuran pelarut yang sesuai.
Alasan untuk menutup gelas kimia adalah untuk meyakinkan bawah kondisi dalam gelas kimia terjenuhkan oleh uap dari pelarut. Untuk mendapatkan kondisi ini, dalam gelas kimia biasanya ditempatkan beberapa kertas saring yang terbasahi oleh pelarut. Kondisi jenuh dalam gelas kimia dengan uap mencegah penguapan pelarut. Karena pelarut bergerak lambat pada lempengan, komponen-komponen yang berbeda dari campuran pewarna akan bergerak pada kecepatan yang berbeda dan akan tampak sebagai perbedaan bercak warna.
Dalam beberapa kasus, dimungkinkan untuk membuat bercak-bercak menjadi tampak dengan jalan mereaksikannya dengan zat kimia sehingga menghasilkan produk yang berwarna. Sebuah contoh yang baik adalah kromatogram yang dihasilkan dari campuran asam amino. Kromatogram dapat dikeringkan dan ditambahkan dengan larutan ninhidrin. Ninhidrin bereaksi dengan asam amino menghasilkan senyawa-senyawa berwarna khas ungu-biru sampai kecoklatan atau kuning.
Sering kali pengukuran diperoleh dari lempengan untuk memudahkan identifikasi senyawa-senyawa yang muncul. Pengukuran ini berdasarkan pada jarak yang ditempuh oleh pelarut dan jarak yang tempuh oleh bercak warna masing-masing.
Ketika pelarut mendekati bagian atas lempengan, lempengan dipindahkan dari gelas kimia dan posisi pelarut ditandai dengan sebuah garis, sebelum mengalami proses penguapan. Berdasarkan data yang diperoleh dari pengamatan, asam amino yang teridentifikasi adalah sample 2 berupa Glisin dengan Rf 0,188
BAB IV
KESIMPULAN
Pemisahan asam amino yang didapat dilakukan dengan teknik kromatografi lapis tipis. Dari percobaan yang dilakukan, hidrolisat protein berupa asam amino yang terindentifikasi adalah Glisin dengan Rf 0,188.
DAFTAR PUSTAKA
Anonima. Kromatografi Lapis Tipis untuk Bioanalisis. http://www.chem-is-
ry.org/materi_kimia/instrumen_analisis/kromatografi1/kromatografi_lapis
_tipis/. Tanggal Akses 24 Maret 2009.
Butani, D.K. 1994. Dictionary of Biology. Goyal Offset Printers. New Delhi
Jalip, Ikna Suyatna. 2009. Penuntun Praktikum Biokimia. Laboratorium Kimia
Universitas Nasional. Jakarta.
Koolman, Jan et al. 2005. Color Atlas of Biochemistry. Georg Thieme Verlag. Stuttgart
BAB I
PENDAHULUAN
Asam amino merupakan monomer yang menyusun polimer-polimer pada prtein. Asam amino dapat mengalami proses hidrilisis yang menghasilkan hidrolisat protein. Hidrolisat protein didefinisikan sebagai protein yang mengalami degradasi hidrolitik dengan asam atau basa kuat dengan hasil akhir berupa campuran beberapa hasil. Bila hidrolisis dilakukan dengan sempurna maka akan diperoleh hidrolisat yang terdiri dari campuran 18 sampai 20 macam asam amino. Produk akhir dapat berbentuk cair, pasta atau bubuk/tepung yang bersifat higroskopis.
Fungsi hidrolisat protein dapat sebagai penyedap atau sebagai intermedia tes untuk isolasi dan memperoleh asam amino secara individu atau dapat pula untuk pengobatan yaitu sebagai diet untuk penderita pencernaan. Dengan menggunakan teknik kromatografi, berbgai macam asam amino dalam hidrolisat protein dapat diidentifikasi.
Kromatografi digunakan untuk memisahkan substansi campuran menjadi komponen-komponennya. Seluruh bentuk kromatografi berkerja berdasarkan prinsip ini. Semua kromatografi memiliki fase diam (dapat berupa padatan, atau kombinasi cairan-padatan) dan fase gerak (berupa cairan atau gas). Fase gerak mengalir melalui fase diam dan membawa komponen-komponen yang terdapat dalam campuran. Komponen-komponen yang berbeda bergerak pada laju yang berbeda.
Pelaksaanan kromatografi lapis tipis menggunakan sebuah lapis tipis silika atau alumina yang seragam pada sebuah lempeng gelas atau logam atau plastik yang keras. Nilai Rf untuk setiap warna dihitung dengan rumus sebagai berikut:
R f= jarak yang ditempuh oleh komponen
jarak yang ditempuh oleh pelarut
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk dapat melakukan identifikasi asam amino yang terdapat pada protein hasil hidrolisis (hidrolisat protein) dengan teknik kromatografi lapis tipis.
BAB II
METODOLOGI
A. Alat dan Bahan
Alat :
1. Lempeng KLT
2. Bejana KLT
3. Gelas ukur
4. Oven
5. Botol semprot
Bahan :
1. Hidrolisat protein
2. Beberapa asam amino sebagai standar
3. Pelarut (n-butanol : asam asetat glasial : akuadestilata dalam perbandingan 2:1:1)
4. Larutan ninhidrin 0.3 % dalam aseton
B. Cara Kerja
a. Isi bejana KLT dengan pelarut yang sudah disiapkan setinggi 1.5 cm kemudian ditutup. Biarkan beberapa saat supaya uap pelarut memenuhi ruang bejana tersebut.
b. Siapkan lempeng KLT sebelum digunakan dan dipilih yang baik.
c. Teteskan hidrolisat protein dan asam amino yang sudah diketahui masing-masing berjarak 2 cm dari ujung bawah lempeng. Cara penetesan adalah sebagai berikut : sentuhkan dahulu ujung pipa kapiler yang berisi hidrolisat protein di atas kertas tissu, kemudian barulah di tempat yang sudah ditentukan. Lakukan beberapa kali penetesan sampai agak pekat setelah penetesan pertama kering. Ulangi cara tersebut dengan menggunakan pipa kapiler berisi asam amino yang telah diketahui.
d. Letakkan lempeng KLT dengan hati-hati dalam bejana yang telah berisi pelarut. Posisi lempeng tegak lurus dengan bagian yang berbintik di bawah. Tutup bejana dan biarkan pelarut mengalir ke atas dan jangan dibuka selama pelarut belum sampai pada batas yang telah ditentukan.
e. Keluarkan lempeng keringkan di udara atau dengan alat pengering selama 3-5 menit atau sampai kering benar.
f. Semprot perlahan-lahan permukaan lempeng tersebut dengan larutan Ninhidrin dari jarak ± 45 cm. Lakukan penyemprotan dengan hati-hati dan hindari penyemprotan yang berlebihan.
g. Biarkan mengering 2-3 menit, selanjutnya dikeringkan di dalam oven 100° C selama 2-3 menit sampai muncul bintik-bintik (spot) yang berwarna.
h. Keluarkan lempeng dari oven, dinginkan dan amati serta ukur jarak noda dan hitunglah Rf masing-masing asam amino.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berikut hasil dan pembahasan dari praktikum asam amino dengan Kromatografi Lapis Tipis.
Jenis Asam Amino Jarak Noda (cm) Rf
Phenilalanin 4,3 0,608
Glisin 1,3 0,188
Glutamat 1,5 2,17
Troptofan 4,7 0,681
Sampel 1 0,8 0,115
Sampel 2 1,3 0,188
Sampel 3 2,0 0,289
Sampel 4 4,4 0,637
Pada praktikum ini, gel silika merupakan fase diam. Fase diam untuk kromatografi lapis tipis seringkali juga mengandung substansi yang mana dapat berpendar dalam sinar ultra violet. Fase gerak merupakan pelarut atau campuran pelarut yang sesuai.
Alasan untuk menutup gelas kimia adalah untuk meyakinkan bawah kondisi dalam gelas kimia terjenuhkan oleh uap dari pelarut. Untuk mendapatkan kondisi ini, dalam gelas kimia biasanya ditempatkan beberapa kertas saring yang terbasahi oleh pelarut. Kondisi jenuh dalam gelas kimia dengan uap mencegah penguapan pelarut. Karena pelarut bergerak lambat pada lempengan, komponen-komponen yang berbeda dari campuran pewarna akan bergerak pada kecepatan yang berbeda dan akan tampak sebagai perbedaan bercak warna.
Dalam beberapa kasus, dimungkinkan untuk membuat bercak-bercak menjadi tampak dengan jalan mereaksikannya dengan zat kimia sehingga menghasilkan produk yang berwarna. Sebuah contoh yang baik adalah kromatogram yang dihasilkan dari campuran asam amino. Kromatogram dapat dikeringkan dan ditambahkan dengan larutan ninhidrin. Ninhidrin bereaksi dengan asam amino menghasilkan senyawa-senyawa berwarna khas ungu-biru sampai kecoklatan atau kuning.
Sering kali pengukuran diperoleh dari lempengan untuk memudahkan identifikasi senyawa-senyawa yang muncul. Pengukuran ini berdasarkan pada jarak yang ditempuh oleh pelarut dan jarak yang tempuh oleh bercak warna masing-masing.
Ketika pelarut mendekati bagian atas lempengan, lempengan dipindahkan dari gelas kimia dan posisi pelarut ditandai dengan sebuah garis, sebelum mengalami proses penguapan. Berdasarkan data yang diperoleh dari pengamatan, asam amino yang teridentifikasi adalah sample 2 berupa Glisin dengan Rf 0,188
BAB IV
KESIMPULAN
Pemisahan asam amino yang didapat dilakukan dengan teknik kromatografi lapis tipis. Dari percobaan yang dilakukan, hidrolisat protein berupa asam amino yang terindentifikasi adalah Glisin dengan Rf 0,188.
DAFTAR PUSTAKA
Anonima. Kromatografi Lapis Tipis untuk Bioanalisis. http://www.chem-is-
ry.org/materi_kimia/instrumen_analisis/kromatografi1/kromatografi_lapis
_tipis/. Tanggal Akses 24 Maret 2009.
Butani, D.K. 1994. Dictionary of Biology. Goyal Offset Printers. New Delhi
Jalip, Ikna Suyatna. 2009. Penuntun Praktikum Biokimia. Laboratorium Kimia
Universitas Nasional. Jakarta.
Koolman, Jan et al. 2005. Color Atlas of Biochemistry. Georg Thieme Verlag. Stuttgart
PEMANFAATAN TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.) DI MADURA SEBAGAI BAHAN PANGAN UTAMA
PEMANFAATAN TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.) DI MADURA SEBAGAI BAHAN PANGAN UTAMA
Oleh : Moh. Arif Rifqi (073112620150012)
Biologi Jagung
Jagung secara Taksonomi termasuk dalam famili rumput rumputan. Berikut susunan taksonominya :
Kindom : Plantae Divisio : Angiospermae Kelas : Monocotyledoneae Ordo : Poales Familia : Poaceae
Genus : Zea
Spesies : Zea mays L
Dalam reproduksinya, bunga betina jagung berupa "tongkol" yang terbungkus oleh semacam pelepah dengan "rambut". Rambut jagung sebenarnya adalah tangkai putik
Jagung merupakan tanaman semusim (annual). Satu siklus hidupnya diselesaikan dalam 80-150 hari. Paruh pertama dari siklus merupakan tahap pertumbuhan vegetatif dan paruh kedua untuk tahap pertumbuhan generatif.
Tinggi tanaman jagung sangat bervariasi. Meskipun tanaman jagung umumnya berketinggian antara 1m sampai 3m, ada varietas yang dapat mencapai tinggi 6m. Tinggi tanaman biasa diukur dari permukaan tanah hingga ruas teratas sebelum bunga jantan. Meskipun beberapa varietas dapat menghasilkan anakan (seperti padi), pada umumnya jagung tidak memiliki kemampuan ini.
Akar jagung tergolong akar serabut yang dapat mencapai kedalaman 8 m meskipun sebagian besar berada pada kisaran 2 m. Pada tanaman yang sudah cukup dewasa muncul akar adventif dari buku-buku batang bagian bawah yang membantu menyangga tegaknya tanaman.
Batang jagung tegak dan mudah terlihat, sebagaimana sorgum dan tebu, namun tidak seperti padi atau gandum. Terdapat mutan yang batangnya tidak tumbuh pesat sehingga tanaman berbentuk roset. Batang beruas-ruas. Ruas terbungkus pelepah daun yang muncul dari buku. Batang jagung cukup kokoh namun tidak banyak mengandung lignin.
Daun jagung adalah daun sempurna. Bentuknya memanjang. Antara pelepah dan helai daun terdapat ligula. Tulang daun sejajar dengan ibu tulang daun. Permukaan daun ada yang licin dan ada yang berambut. Stoma pada daun jagung berbentuk halter, yang khas dimiliki familia Poaceae. Setiap stoma dikelilingi sel-sel epidermis berbentuk kipas. Struktur ini berperan penting dalam respon tanaman menanggapi defisit air pada sel-sel daun.
Jagung memiliki bunga jantan dan bunga betina yang terpisah (diklin) dalam satu tanaman (monoecious). Tiap kuntum bunga memiliki struktur khas bunga dari suku Poaceae, yang disebut floret. Pada jagung, dua floret dibatasi oleh sepasang glumae (tunggal: gluma). Bunga jantan tumbuh di bagian puncak tanaman, berupa karangan bunga (inflorescence). Serbuk sari berwarna kuning dan beraroma khas. Bunga betina tersusun dalam tongkol. Tongkol tumbuh dari buku, di antara batang dan pelepah daun. Pada umumnya, satu tanaman hanya dapat menghasilkan satu tongkol produktif Meskipun memiliki sejumlah bunga betina. Beberapa varietas unggul dapat menghasilkan lebih dari satu tongkol produktif, dan disebut sebagai varietas prolifik. Bunga jantan jagung cenderung siap untuk penyerbukan 2-5 hari lebih dini daripada bunga betinanya (protandri).
Berdasarkan bukti genetik, antropologi, dan arkeologi diketahui bahwa daerah asal jagung adalah Amerika Tengah (Meksiko bagian selatan). Budidaya jagung telah dilakukan di daerah ini 10.000 tahun yang lalu, lalu teknologi ini dibawa ke Amerika Selatan (Ekuador) sekitar 7000 tahun yang lalu, dan mencapai daerah pegunungan di selatan Peru pada 4000 tahun yang lalu. Kajian filogenetik menunjukkan bahwa jagung (Zea mays ssp. mays) merupakan keturunan langsung dari teosinte (Zea mays ssp. parviglumis). Dalam proses domestikasinya, yang berlangsung paling tidak 7000 tahun oleh penduduk asli setempat, masuk gen-gen dari subspesies lain, terutama Zea mays ssp. mexicana. Istilah teosinte sebenarnya digunakan untuk menggambarkan semua spesies dalam genus Zea, kecuali Zea mays ssp. mays. Proses domestikasi menjadikan jagung merupakan satu-satunya spesies tumbuhan yang tidak dapat hidup secara liar di alam. Hingga kini dikenal 50.000 varietas jagung, baik ras lokal maupun kultivar.
Kandungan kadungan mulekuler dari jagung adalah sebagai berikut :
• Biji : C11H12O11, Zeaksantin, protein, asam meizenik, asam heksasfor, vitamin B1, B2, dan B6
• Rambut : Potassium nitrat, vitamin K, α-tochopherylquinone, β-sitosterol, sigmasterol, yushushu acid, volatile alkaloid
• Minyak : Linolic acid 50%, Oleic acid 37 %, palmitic acid 10%, dan stearic acid 3%.(Sukarsono, 2003)
Dari sumber lain ada juga yang menambahkan alkaloid dan banyak kalium (Sastromidjojo, 2001).
Jagung sebagai Makanan Pokok di Madura
Madura merupakan salah satu suku terbesar di Jawa Timur, dimana pulau yang dihuninya juga bernama Madura. Terletak sangat berdekatan dengan Surabaya dan Bali. Secara kebudayaan, Madura sangat banyak menyimpan kekayaan cultural dan masih terpelihara dan potensi wisata yang menarik. Salah satu yang unik dari msyarakat madura adalah pemanfaatan jagung sebagai bahan pangan utama. Secara tidak sengaja, mereka tidak menggantungkan diri pada pangan beras. Selain di Madura, di Nusa Tenggara Barat juga melakukan hal yang sama.
Jagung merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang terpenting, selain gandum dan padi. Sebagai sumber karbohidrat utama di Amerika Tengah dan Selatan, jagung juga menjadi alternatif sumber pangan di Amerika Serikat.. Selain sebagai sumber karbohidrat, jagung juga ditanam sebagai pakan ternak (hijauan maupun tongkolnya), diambil minyaknya (dari biji), dibuat tepung (dari biji, dikenal dengan istilah tepung jagung atau maizena), dan bahan baku industri (dari tepung biji dan tepung tongkolnya). Tongkol jagung kaya akan pentosa, yang dipakai sebagai bahan baku pembuatan furfural. Jagung yang telah direkayasa genetika juga sekarang ditanam sebagai penghasil bahan farmasi.
Tanaman jagung merupakan salah satu tanaman pangan yang banyak digemari oleh masyarakat. Sebab, selain rasanya yang enak, tanaman ini juga mudah dirawat dan banyak bermanfaat bagi kehidupan sehari-hari. Apalagi, belakangan ini jagung diketahui dapat berpotensi sebagai bahan baku Biofuel. Tanaman jagung mudah diperoleh di banyak tempat. Apalagi di pedesaan. Malah, belakangan ini semakin marak diproduksi tanaman jagung hibrida yang dapat menghasilkan jagung dengan kulaitas dan kuantitas yang besar.
Selain itu juga, jagung merupakan salah satu jenis tanaman pangan biji-bijian dari keluarga rumput-rumputan. Daerah-daerah penghasil utama tanaman jagung di Indonesia adalah, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Madura, D.I. Yogyakarta, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur dan Maluku. Khususnya di Daerah Jawa Timur dan Madura, budidaya tanaman jagung dilakukan secara intensif karena kondisi tanah dan iklimnya sangat mendukung untuk pertumbuhannya. Di Indonesia pada tahun 2004 produksinya baru 11,225 juta ton, pada 2005 meningkat menjadi 12,52 juta ton. Dan prediksi untuk tahun 2006 diperkirakan 12,13 Juta ton (Purba, 2008).
Masyarakat Madura, yang dibagi dalam empat wilayah di Bangkalan, Pamekasan, Sampang, dan Sumenep telah mengonsumsi jagung sebagai makanan pokok mereka selama berabad-abad. Dalam penyajiannya, jagung dihaluskan untuk dijadikan beras alias beras jagung. Maksudnya, beras jagung dimasak menjadi nasi jagung.
Bertahannya jagung sebagai makanan pokok hingga sekarang, meski pemerintah pernah menerapkan politik pangan perberasan, ada alasannya tersendiri. Beras bagi masyarakat Madura masih dianggap makanan pokok kedua yang belum bisa menggantikan posisi jagung. Meskipun ada juga sebagian kecil warga yang menanak beras jagung dicampur beras putih (padi).
Pemanfaatan beras sebagai menu utama di Madura biasanya hanya diberikan kepada tamu yang berasal dari jauh (misalkan dari daerah lain atau mungkin dari Jawa) sebagai bentuk penghormatan. Juga, dipakai ketika ada perayaan-perayaan berbentuk apa saja.
Tidak populernya beras jika dibandingkan dengan jagung dalam struktur makanan masyarakat Madura bukan disebabkan tidak ketersediaan beras yang bisa diproduksi di sana. Sebab, secara turun-temurun sistem pertanian di sana justru dimulai dengan penanaman padi (biasanya pada September). Setelah padi dipanen, dilanjutkan dengan menanam jagung, kemudian disusul dengan menanam kedelai atau kacang hijau. Tanaman terakhir adalah tembakau.
Budayawan Madura, Syaifuddin Miftah, mengatakan melimpahnya panen tanaman pangan jagung jika dibandingkan dengan beras pada akhirnya menjadikan sebagian warga Madura terbiasa mengonsumsi nasi jagung sebagai makanan pokoknya.
Pada masa penjajahan Belanda, hasil panen padi yang sedikit hanya dinikmati penjajah dan pejabat negara di Madura. Sementara itu, kalangan petani dan masyarakat bawah hanya bisa menikmati jagung dari hasil pertanian mereka sendiri.
Apalagi pada kenyataannya politik perberasan pemerintah dalam perjalanannya tidak sesederhana yang dibayangkan. Kondisi itu, kata Syaifuddin, berlangsung hingga era 80-an. Harga beras yang mahal ketika itu menjadikan sebagian warga Madura memilih tetap mengonsumsi nasi jagung. "Mereka hanya bisa menikmati nasi putih hanya pada waktu-waktu tertentu. Biasanya hanya ketika ada hajatan atau saat Lebaran saja," jelasnya.
Jadi, kebiasaan makan nasi jagung pada masyarakat Madura bukan sekadar untuk menghemat karena mahalnya harga beras. Apalagi saat ini, harga jagung giling bisa lebih mahal daripada harga beras kelas tertentu. Pilihan memakan nasi jagung sudah merupakan pilihan masyarakat Madura yang berhasil dilestarikan secara turun-temurun.
Bagi mereka, yang mencampur beras (padi) dengan jagung saat menanak merupakan sebuah keharusan, karena selain dianggap lebih nikmat, lebih mengenyangkan.
Mereka tetap membuat nasi jagung untuk dikonsumsi. Nasi jagung, menurut Syaifuddin, sudah menjadi identitas yang menunjukkan mereka adalah bagian dari suku Madura. Ia memastikan kebiasaan masyarakat Madura mengonsumsi nasi jagung tidak akan hilang.
Bahkan, di beberapa warung dan acara hajatan, hidangan berupa nasi jagung bukan lagi hal yang asing dan sudah biasa disajikan.
Kepala Kantor Urusan Ketahanan Pangan (KUKP) Pamekasan Bambang Suprayogi menyatakan meski warga di beberapa kecamatan di kabupaten itu kebanyakan mengonsumsi nasi jagung, bukan berarti telah terjadi kerawanan pangan. Ia memberi alasan, mengonsumsi nasi jagung merupakan bagian dari kebiasaan masyarakat Madura. (Media Indonesia, 20 September 2008)
Karena itu, kebiasaan warga mengonsumsi jagung menjadikan petani tradisional di Madura tidak mau beralih ke tanaman lainnya. Tidak hanya di tegalan, di areal persawahan pun petani menanam jagung. Bahkan tanaman itu sering kali dijadikan pagar hidup tanaman tembakau mereka saat musim kemarau.
Meski sejak beberapa tahun terakhir pemerintah menjalankan program beras untuk warga miskin yang dijual sangat murah, sebagian warga tetap memilih mencampur beras mereka dengan jagung meski harga jagung giling lebih mahal.
Data dari dinas pertanian dan tanaman pangan empat kabupaten di Madura menunjukkan produksi jagung dari tahun ke tahun tidak mengalami penurunan signifikan jika dibandingkan dengan tanaman padi. Total produksi jagung di Madura setiap tahunnya mencapai 63 ribu hingga 70 ribu ton.
Produksi jagung itu seluruhnya untuk konsumsi di Madura dan tidak dijual ke luar daerah karena jumlah tersebut masih belum cukup untuk memenuhi seluruh kebutuhan warga. Produksi jagung lokal diperkirakan hanya mampu memenuhi 70% dari total kebutuhan jagung di Madura.
Bahkan menurut Ketua Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Pamekasan Abdurrasyid, ada kecenderungan para petani lebih memilih tanaman jagung daripada padi saat musim penghujan karena tanaman tersebut lebih mudah perawatannya dan mudah penjualan hasil panennya (Media Indonesia, 20 September 2008).
Namun, pilihan petani masih tetap menanam jagung lokal daripada menanam jagung bibit unggul. Hal itu karena jagung tersebut hanya akan digunakan untuk kepentingan konsumsi mereka (nasi jagung), bukan untuk dipergunakan keperluan lainnya.
Jagung asli Madura memiliki kadar air yang tidak terlalu tinggi sehingga lebih tahan lama dan tidak mudah rusak. Selain itu, rasanya lebih manis dan saat digiling tidak terlalu banyak menghasilkan serbuk seperti jagung dari luar Madura.
Karena itu, meski saat ini banyak sekali produk jagung bibit unggul bahkan bibit padi unggul yang menjanjikan keuntungan berlipat, sulit bagi petani Madura berpaling dari menanam jagung lokal. Menurut Syaifuddin, nilai-nilai budaya lokal masyarakat Madura yang kuat itulah yang tetap mempertahankan jagung sebagai makanan utamanya.
Daftar Pustaka
Media Indonesia. http://mediaindonesia.com/index.php?ar_id=MzE2MjA. Edisi 20
September 2008. Tanggal akses 07 Januari 2009.
Purba, Frans Hero K. Tt. Peningkatan Peluang Ekspor Agribisnis Jagung Indonesia.
http://agribisnis.net/index.php?files=Berita_Detail&id=385. Tanggal akses 07 Januari
2009.
Tp. Jagung. http://id.wikipedia.org/wiki/Jagung. Tanggal akses 07 Januari 2009
Sastromidjojo, Seno. 2001. Obat Asli Indonesia. Dian Rakyat. Jakarta
Slamet. Tt. Ayo Berlaih ke Hibrida.
http://www.agrina-online.com/show_article.php?rid=7&aid=1344. Tanggal akses 07
Januari 2009.
Sukarsono, dkk. 2003. Tumbuhan untuk Pengobatan. Umm Press. Malang.
Oleh : Moh. Arif Rifqi (073112620150012)
Biologi Jagung
Jagung secara Taksonomi termasuk dalam famili rumput rumputan. Berikut susunan taksonominya :
Kindom : Plantae Divisio : Angiospermae Kelas : Monocotyledoneae Ordo : Poales Familia : Poaceae
Genus : Zea
Spesies : Zea mays L
Dalam reproduksinya, bunga betina jagung berupa "tongkol" yang terbungkus oleh semacam pelepah dengan "rambut". Rambut jagung sebenarnya adalah tangkai putik
Jagung merupakan tanaman semusim (annual). Satu siklus hidupnya diselesaikan dalam 80-150 hari. Paruh pertama dari siklus merupakan tahap pertumbuhan vegetatif dan paruh kedua untuk tahap pertumbuhan generatif.
Tinggi tanaman jagung sangat bervariasi. Meskipun tanaman jagung umumnya berketinggian antara 1m sampai 3m, ada varietas yang dapat mencapai tinggi 6m. Tinggi tanaman biasa diukur dari permukaan tanah hingga ruas teratas sebelum bunga jantan. Meskipun beberapa varietas dapat menghasilkan anakan (seperti padi), pada umumnya jagung tidak memiliki kemampuan ini.
Akar jagung tergolong akar serabut yang dapat mencapai kedalaman 8 m meskipun sebagian besar berada pada kisaran 2 m. Pada tanaman yang sudah cukup dewasa muncul akar adventif dari buku-buku batang bagian bawah yang membantu menyangga tegaknya tanaman.
Batang jagung tegak dan mudah terlihat, sebagaimana sorgum dan tebu, namun tidak seperti padi atau gandum. Terdapat mutan yang batangnya tidak tumbuh pesat sehingga tanaman berbentuk roset. Batang beruas-ruas. Ruas terbungkus pelepah daun yang muncul dari buku. Batang jagung cukup kokoh namun tidak banyak mengandung lignin.
Daun jagung adalah daun sempurna. Bentuknya memanjang. Antara pelepah dan helai daun terdapat ligula. Tulang daun sejajar dengan ibu tulang daun. Permukaan daun ada yang licin dan ada yang berambut. Stoma pada daun jagung berbentuk halter, yang khas dimiliki familia Poaceae. Setiap stoma dikelilingi sel-sel epidermis berbentuk kipas. Struktur ini berperan penting dalam respon tanaman menanggapi defisit air pada sel-sel daun.
Jagung memiliki bunga jantan dan bunga betina yang terpisah (diklin) dalam satu tanaman (monoecious). Tiap kuntum bunga memiliki struktur khas bunga dari suku Poaceae, yang disebut floret. Pada jagung, dua floret dibatasi oleh sepasang glumae (tunggal: gluma). Bunga jantan tumbuh di bagian puncak tanaman, berupa karangan bunga (inflorescence). Serbuk sari berwarna kuning dan beraroma khas. Bunga betina tersusun dalam tongkol. Tongkol tumbuh dari buku, di antara batang dan pelepah daun. Pada umumnya, satu tanaman hanya dapat menghasilkan satu tongkol produktif Meskipun memiliki sejumlah bunga betina. Beberapa varietas unggul dapat menghasilkan lebih dari satu tongkol produktif, dan disebut sebagai varietas prolifik. Bunga jantan jagung cenderung siap untuk penyerbukan 2-5 hari lebih dini daripada bunga betinanya (protandri).
Berdasarkan bukti genetik, antropologi, dan arkeologi diketahui bahwa daerah asal jagung adalah Amerika Tengah (Meksiko bagian selatan). Budidaya jagung telah dilakukan di daerah ini 10.000 tahun yang lalu, lalu teknologi ini dibawa ke Amerika Selatan (Ekuador) sekitar 7000 tahun yang lalu, dan mencapai daerah pegunungan di selatan Peru pada 4000 tahun yang lalu. Kajian filogenetik menunjukkan bahwa jagung (Zea mays ssp. mays) merupakan keturunan langsung dari teosinte (Zea mays ssp. parviglumis). Dalam proses domestikasinya, yang berlangsung paling tidak 7000 tahun oleh penduduk asli setempat, masuk gen-gen dari subspesies lain, terutama Zea mays ssp. mexicana. Istilah teosinte sebenarnya digunakan untuk menggambarkan semua spesies dalam genus Zea, kecuali Zea mays ssp. mays. Proses domestikasi menjadikan jagung merupakan satu-satunya spesies tumbuhan yang tidak dapat hidup secara liar di alam. Hingga kini dikenal 50.000 varietas jagung, baik ras lokal maupun kultivar.
Kandungan kadungan mulekuler dari jagung adalah sebagai berikut :
• Biji : C11H12O11, Zeaksantin, protein, asam meizenik, asam heksasfor, vitamin B1, B2, dan B6
• Rambut : Potassium nitrat, vitamin K, α-tochopherylquinone, β-sitosterol, sigmasterol, yushushu acid, volatile alkaloid
• Minyak : Linolic acid 50%, Oleic acid 37 %, palmitic acid 10%, dan stearic acid 3%.(Sukarsono, 2003)
Dari sumber lain ada juga yang menambahkan alkaloid dan banyak kalium (Sastromidjojo, 2001).
Jagung sebagai Makanan Pokok di Madura
Madura merupakan salah satu suku terbesar di Jawa Timur, dimana pulau yang dihuninya juga bernama Madura. Terletak sangat berdekatan dengan Surabaya dan Bali. Secara kebudayaan, Madura sangat banyak menyimpan kekayaan cultural dan masih terpelihara dan potensi wisata yang menarik. Salah satu yang unik dari msyarakat madura adalah pemanfaatan jagung sebagai bahan pangan utama. Secara tidak sengaja, mereka tidak menggantungkan diri pada pangan beras. Selain di Madura, di Nusa Tenggara Barat juga melakukan hal yang sama.
Jagung merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang terpenting, selain gandum dan padi. Sebagai sumber karbohidrat utama di Amerika Tengah dan Selatan, jagung juga menjadi alternatif sumber pangan di Amerika Serikat.. Selain sebagai sumber karbohidrat, jagung juga ditanam sebagai pakan ternak (hijauan maupun tongkolnya), diambil minyaknya (dari biji), dibuat tepung (dari biji, dikenal dengan istilah tepung jagung atau maizena), dan bahan baku industri (dari tepung biji dan tepung tongkolnya). Tongkol jagung kaya akan pentosa, yang dipakai sebagai bahan baku pembuatan furfural. Jagung yang telah direkayasa genetika juga sekarang ditanam sebagai penghasil bahan farmasi.
Tanaman jagung merupakan salah satu tanaman pangan yang banyak digemari oleh masyarakat. Sebab, selain rasanya yang enak, tanaman ini juga mudah dirawat dan banyak bermanfaat bagi kehidupan sehari-hari. Apalagi, belakangan ini jagung diketahui dapat berpotensi sebagai bahan baku Biofuel. Tanaman jagung mudah diperoleh di banyak tempat. Apalagi di pedesaan. Malah, belakangan ini semakin marak diproduksi tanaman jagung hibrida yang dapat menghasilkan jagung dengan kulaitas dan kuantitas yang besar.
Selain itu juga, jagung merupakan salah satu jenis tanaman pangan biji-bijian dari keluarga rumput-rumputan. Daerah-daerah penghasil utama tanaman jagung di Indonesia adalah, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Madura, D.I. Yogyakarta, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur dan Maluku. Khususnya di Daerah Jawa Timur dan Madura, budidaya tanaman jagung dilakukan secara intensif karena kondisi tanah dan iklimnya sangat mendukung untuk pertumbuhannya. Di Indonesia pada tahun 2004 produksinya baru 11,225 juta ton, pada 2005 meningkat menjadi 12,52 juta ton. Dan prediksi untuk tahun 2006 diperkirakan 12,13 Juta ton (Purba, 2008).
Masyarakat Madura, yang dibagi dalam empat wilayah di Bangkalan, Pamekasan, Sampang, dan Sumenep telah mengonsumsi jagung sebagai makanan pokok mereka selama berabad-abad. Dalam penyajiannya, jagung dihaluskan untuk dijadikan beras alias beras jagung. Maksudnya, beras jagung dimasak menjadi nasi jagung.
Bertahannya jagung sebagai makanan pokok hingga sekarang, meski pemerintah pernah menerapkan politik pangan perberasan, ada alasannya tersendiri. Beras bagi masyarakat Madura masih dianggap makanan pokok kedua yang belum bisa menggantikan posisi jagung. Meskipun ada juga sebagian kecil warga yang menanak beras jagung dicampur beras putih (padi).
Pemanfaatan beras sebagai menu utama di Madura biasanya hanya diberikan kepada tamu yang berasal dari jauh (misalkan dari daerah lain atau mungkin dari Jawa) sebagai bentuk penghormatan. Juga, dipakai ketika ada perayaan-perayaan berbentuk apa saja.
Tidak populernya beras jika dibandingkan dengan jagung dalam struktur makanan masyarakat Madura bukan disebabkan tidak ketersediaan beras yang bisa diproduksi di sana. Sebab, secara turun-temurun sistem pertanian di sana justru dimulai dengan penanaman padi (biasanya pada September). Setelah padi dipanen, dilanjutkan dengan menanam jagung, kemudian disusul dengan menanam kedelai atau kacang hijau. Tanaman terakhir adalah tembakau.
Budayawan Madura, Syaifuddin Miftah, mengatakan melimpahnya panen tanaman pangan jagung jika dibandingkan dengan beras pada akhirnya menjadikan sebagian warga Madura terbiasa mengonsumsi nasi jagung sebagai makanan pokoknya.
Pada masa penjajahan Belanda, hasil panen padi yang sedikit hanya dinikmati penjajah dan pejabat negara di Madura. Sementara itu, kalangan petani dan masyarakat bawah hanya bisa menikmati jagung dari hasil pertanian mereka sendiri.
Apalagi pada kenyataannya politik perberasan pemerintah dalam perjalanannya tidak sesederhana yang dibayangkan. Kondisi itu, kata Syaifuddin, berlangsung hingga era 80-an. Harga beras yang mahal ketika itu menjadikan sebagian warga Madura memilih tetap mengonsumsi nasi jagung. "Mereka hanya bisa menikmati nasi putih hanya pada waktu-waktu tertentu. Biasanya hanya ketika ada hajatan atau saat Lebaran saja," jelasnya.
Jadi, kebiasaan makan nasi jagung pada masyarakat Madura bukan sekadar untuk menghemat karena mahalnya harga beras. Apalagi saat ini, harga jagung giling bisa lebih mahal daripada harga beras kelas tertentu. Pilihan memakan nasi jagung sudah merupakan pilihan masyarakat Madura yang berhasil dilestarikan secara turun-temurun.
Bagi mereka, yang mencampur beras (padi) dengan jagung saat menanak merupakan sebuah keharusan, karena selain dianggap lebih nikmat, lebih mengenyangkan.
Mereka tetap membuat nasi jagung untuk dikonsumsi. Nasi jagung, menurut Syaifuddin, sudah menjadi identitas yang menunjukkan mereka adalah bagian dari suku Madura. Ia memastikan kebiasaan masyarakat Madura mengonsumsi nasi jagung tidak akan hilang.
Bahkan, di beberapa warung dan acara hajatan, hidangan berupa nasi jagung bukan lagi hal yang asing dan sudah biasa disajikan.
Kepala Kantor Urusan Ketahanan Pangan (KUKP) Pamekasan Bambang Suprayogi menyatakan meski warga di beberapa kecamatan di kabupaten itu kebanyakan mengonsumsi nasi jagung, bukan berarti telah terjadi kerawanan pangan. Ia memberi alasan, mengonsumsi nasi jagung merupakan bagian dari kebiasaan masyarakat Madura. (Media Indonesia, 20 September 2008)
Karena itu, kebiasaan warga mengonsumsi jagung menjadikan petani tradisional di Madura tidak mau beralih ke tanaman lainnya. Tidak hanya di tegalan, di areal persawahan pun petani menanam jagung. Bahkan tanaman itu sering kali dijadikan pagar hidup tanaman tembakau mereka saat musim kemarau.
Meski sejak beberapa tahun terakhir pemerintah menjalankan program beras untuk warga miskin yang dijual sangat murah, sebagian warga tetap memilih mencampur beras mereka dengan jagung meski harga jagung giling lebih mahal.
Data dari dinas pertanian dan tanaman pangan empat kabupaten di Madura menunjukkan produksi jagung dari tahun ke tahun tidak mengalami penurunan signifikan jika dibandingkan dengan tanaman padi. Total produksi jagung di Madura setiap tahunnya mencapai 63 ribu hingga 70 ribu ton.
Produksi jagung itu seluruhnya untuk konsumsi di Madura dan tidak dijual ke luar daerah karena jumlah tersebut masih belum cukup untuk memenuhi seluruh kebutuhan warga. Produksi jagung lokal diperkirakan hanya mampu memenuhi 70% dari total kebutuhan jagung di Madura.
Bahkan menurut Ketua Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Pamekasan Abdurrasyid, ada kecenderungan para petani lebih memilih tanaman jagung daripada padi saat musim penghujan karena tanaman tersebut lebih mudah perawatannya dan mudah penjualan hasil panennya (Media Indonesia, 20 September 2008).
Namun, pilihan petani masih tetap menanam jagung lokal daripada menanam jagung bibit unggul. Hal itu karena jagung tersebut hanya akan digunakan untuk kepentingan konsumsi mereka (nasi jagung), bukan untuk dipergunakan keperluan lainnya.
Jagung asli Madura memiliki kadar air yang tidak terlalu tinggi sehingga lebih tahan lama dan tidak mudah rusak. Selain itu, rasanya lebih manis dan saat digiling tidak terlalu banyak menghasilkan serbuk seperti jagung dari luar Madura.
Karena itu, meski saat ini banyak sekali produk jagung bibit unggul bahkan bibit padi unggul yang menjanjikan keuntungan berlipat, sulit bagi petani Madura berpaling dari menanam jagung lokal. Menurut Syaifuddin, nilai-nilai budaya lokal masyarakat Madura yang kuat itulah yang tetap mempertahankan jagung sebagai makanan utamanya.
Daftar Pustaka
Media Indonesia. http://mediaindonesia.com/index.php?ar_id=MzE2MjA. Edisi 20
September 2008. Tanggal akses 07 Januari 2009.
Purba, Frans Hero K. Tt. Peningkatan Peluang Ekspor Agribisnis Jagung Indonesia.
http://agribisnis.net/index.php?files=Berita_Detail&id=385. Tanggal akses 07 Januari
2009.
Tp. Jagung. http://id.wikipedia.org/wiki/Jagung. Tanggal akses 07 Januari 2009
Sastromidjojo, Seno. 2001. Obat Asli Indonesia. Dian Rakyat. Jakarta
Slamet. Tt. Ayo Berlaih ke Hibrida.
http://www.agrina-online.com/show_article.php?rid=7&aid=1344. Tanggal akses 07
Januari 2009.
Sukarsono, dkk. 2003. Tumbuhan untuk Pengobatan. Umm Press. Malang.
EKOLOGI; HUBUNGAN DENGAN ILMU LAIN, POPULASI DAN KOMUNITAS
EKOLOGI; HUBUNGAN DENGAN ILMU LAIN, POPULASI DAN KOMUNITAS
Oleh : Moh. Arif Rifqi
(073112620150012)
A. Ekologi dan Hubungan dengan Ilmu Lain
Ekologi adalah cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang hubungan makluk hidup dan lingkungannya. Bumi memiliki banyak sekali jenis-jenis mahkluk hidup, mulai dari tumbuhan dan binatang yang sangat kompleks hingga organisme yang sederhana seperti jamur, amuba dan bakteri. Meskipun demikian semua mahkluk hidup tanpa kecuali, tidak bisa hidup sendirian. Masing-masing tergantung pada mahkluk hidup yang lain ataupun benda mati di sekelilinganya. Misalnya seekor kijang membutuhkan tumbuh-tumbuhan tertentu untuk makanan, jika tumbuhan di lingkungan sekitarnya dirusak maka kijang tersebut harus berpindah atau mati kelaparan. Sebaliknya tumbuhan agar bisa hidup juga tergantung pada binatang untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya. Kotoran binatang, bangkai binatang maupun tumbuhan, menyediakan berbagai nutrisi yang bermanfaat bagi tanaman.
Mempelajari ekologi sangat penting, karena masa depan kita sangat tergantung pada hubungan ekologi di seluruh dunia. Meskipun perubahan terjadi di tempat lain di bumi ini, namun akibatnya akan kita rasakan pada lingkungan di sekitar kita. Meskipun ekologi adalah cabang dari biologi, namun seorang ahli ekologi harus menguasai ilmu lain seperti kimia, fisika, dan ilmu komputer. Ekologi juga berhubungan dengan bidang ilmu-ilmu tertentu seperti geologi, meteorologi, dan oseanografi, guna mempelajari lingkungan dan hubungannya antara tanah, air, dan udara. Pendekatan dari berbagai ilmu membantu ahli ekologi untuk memahami bagaimana lingkungan nonhidup mempengaruhi mahkluk hidup. Hal ini juga bisa membantu untuk memperkirakan atau meramalkan dampak dari masalah lingkungan seperti hujan asam atau efek rumah kaca.
Ekologi pada mulanya diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari oleh manusia sejak pertama kali dia hidup didunia. Namun, munculnya istilah ekologi berdasarkan prakarsa biolog Jerman yang memperkenalkan istilah ekologi adalah Ernest Haeckel (1834 – 1919) pada tahun 1860. Istilah ini berasal dari bahasa Yunani, yaitu “oikos” yang berarti rumah, tempat tinggal, habitat dan “logos” yang berarti ilmu. Secara harfiah ekologi adalah ilmu tentang mahkluk hidup dalam rumahnya, atau dapat diartikan juga sebagai ilmu tentang rumah tangga mahluk hidup. Banyak yeng mendifinisikan ekologi, menurut Kendeiihgh (1980) ekologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara organisme yang satu dengan yang lainnya. Di dalam Webmaster Unabridged Dictionary, ekologi disebut sebagai totalitas atau pola hubungan antara organisme-organisme dengan lingkungannya. Lingkungan di sini adalah gabungan dari komponen fisik maupun hayati yang berpengaruh terhadap kehidupan organisme.Menuru Miller (1975), ekologi adalah ilmu mengenai hubungan timbal balik antara organisme dan sesamanya serta dengan lingkungan tempat tinggalnya dan menurut Odum, (1971) ekologi adalah suatu studi yang mempelajari struktur dan fungsi ekosistem. Struktur di sini menunjukan suatu keadaan atau susunan dari sistem ekologi pada waktu dan tempat tertentu. Keadaan itu termasuk kepadatan/kerapatan, biomassa, penyebaran potensi unsur-unsur hara, energi, faktor-faktor fisik dan kimia lainnya yang menberi karakteristik kondisi sistem tersebut yang kadang-kadang mengalami perubahan. Sedangkan fungsinya menggambarkan peran setiap komponen yang ada dalam sistem ekologi atau ekosistem. Jadi pokok utama ekologi adalah mencari pengertian bagaimana fungsi organisme di alam.
Ekologi berkaitan dengan berbagai ilmu pengetahuan yang relevan dengan kehidupan (peradaban) manusia, seorang yang belajar ekologi sebenarnya bertanya tentang berbagai hal berikut : bagaimana alam bekerja, bagaimana proses adaptasi dapat berlangsung, apa yang diperlukan oelh organisme dan apa pula yang dihasilkannya, bagaimana mereka berinteraksi dengan spesies lainnya, dan bagaimana individu-individu dalam spesies diatur sebagai populasi serta bagaimana pula eksotisme yang dimuculkan.
Komponen-komponen yang ada di dalam lingkungan hidup meliputi komponen abiotik dan biotik yang merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dan membentuk suatu sistem kehidupan yang disebut ekosistem. Suatu ekosistem akan menjamin keberlangsungan kehidupan apabila lingkungan itu dapat mencukupi kebutuhan minimum dari kebutuhan organisme. Maka keberadaan komponen-komponen tersebut ada yang senatiasa tersedia dan ada yang terbatas. Seperti populasi beberapa jenis flora ataupun fauna (biotik) yang akhir-akhir ini punah dan sinar udara (abiotik) yang senantiasa tersedia.
Ruang Lingkup Kajian Ekologi adalah untuk memahami batas-batas ruang lingkup kajian ekologi terlebih dahulu perlu dipahami bagaimana sistem kehidupan di muka ini tersusun dari sistem kehidupan terbesar (biosfer) samapai ke dalam sistem kehidupan terkecil yaitu sistem gen.
Spektrum sistem kehidupan ini dikenal dengan pengertian “Biosistem” yang terdiri dari komponen biotik dan komponen abiotik. Odum (19971) menggambarkan berbagai tingkat organisasi dalam biosistem yang dapat dilihat dalam spektrum di bawah ini.
Ruang lingkup serta ruang gerak ekologi berkisar di ujung sebelah kanan spektrum biosistem ini, sehingga lebih banyak melakukan pengamatan dan penelitian pada tingkat setelah organisme, yaitu pada tingkat populasi, komunitas dan ekosistem. Sistem biologi yang terbesar disebut dengan biosfer (ekosfer) atau ekosistem besar.
Ekologi sebagai ilmu pengetahuan memiliki hubungan dan kesaling tergantungan dengan ilmu lain, seperti Fisika, Kimia, Taksonomi, Genetika, Mikrobiologi, Bioteknologi, Ilmu Lingkungan, hingga Politik dan ekonomi. Ekologi berhubungan dengan ilmu Fisika dan Kimia seperti pada analisa fisik kimiawi terhadap kondisi ekologi di satu tempat. Contoh lain, hubungan ekologi dengan Ekonomi dan Politik seperti pengaruh kondisi ekologis yang dapat menjadi bahan pertimbangan pengambilan keputusan-keputusan dalam hal kebijakan ekonomi dan politik.
Ekologi berdasarkan objeknya dapat diklasifikasi menjadi : Ekologi hewan, Ekologi Tumbuhan, Ekologi Gulma, Ekologi Parasit, dsb. Berdasarkan habitatnya dapat dibagi menjadi ekologi estuari, ekologi darat, ekologi laut, ekologi pegunungan, ekologi tanah dsb.
Di dalam mempelajari ekologi, masalah-masalah yang dapat ditemukan antara lain:
1. Masalah distribusi lokal dan regional serta kelimpahan populasi
2. masalah pengaturan fisiologis, respons serta adaptasi struktural dan prilaku terhadap perubahan lingkungannya
3. perilaku dan aktivitas hewan dalam habitatnya
4. perubahan-perubahan secara berkala dari kehadiran, aktivitas, dan kelimpahan populasi hewan
5. dinamika populasi dan komunitas
6. pemisahan-pemisaha relung ekologi, spesiesasi, dan ekologi evolusioner
7. masalah produktivitas (sekunder) dan ekoenergetika
8. ekologi sistem dan permodelan.
B. Populasi
Populasi sering didefinisikan sebagai sekelompok organisme dari spesies yang sama yang secara kolektif menempati suatu ruang atau tempat tertentu dan waktu tertentu. Oleh karena itu bila kita membicarakan populasi kita harus menyebutkan jenis individu (spesies) yang kita bicarakan dan kita perlu juga menentukan batas-batas waktu dan tempat bahkan kuantitas.
Untuk memahami tentang hal-hal yang berkaitan dengan populasi kita harus mengenal istilah-istilah yang dipakai, bahkan karena penelitian tentang populasi menggunakan angka-angka, maka juga harus mengerti tentang matematika. Istilah-istilah yang dimaksud misalnya yang dijumpai dalam mempelajari karakteristik populasi.
1. Karakteristik populasi
a). Untuk menyatakan ukuran/besarnya populasi, pengertian kerapatan populasi (population density, densitas populasi) banyak dipakai. Kerapatan populasi dapat dinyatakan dalam jumlah individu/satuan ruang (luas) atau jumlah individu/volume (liter).
b). Perubahan-perubahan kepadatan populasi, istilah yang sering digunakan adalah dinamika populasi. Dalam mempelajari perubahan-perubahan populasi, pengertian kecepatan (rate) memegang peranan yang sangat penting, misalnya kalau N= jumlah individu dalam populasi, maka kecepatan pertumbuhan (growth rate) dari populasi tersebut dapat diumpamakan dalam N/t. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan perubahan pada populasi yaitu angka kelahiran (natalitas), yaitu angka kelahiran yang dapat menambah besarnya populasi, angka kematian (mortalitas), yang dapat mengurangi
besarnya populasi. Disamping itu faktor-faktor lain adalah perpindahan masuk (imigrasi) juga dapat menambah populasi dan perpindahan keluar (emigrasi) dapat mengurangi populasi. Keempat faktor ini menyebabkan populasi turun naik yang disebut juga dengan
fluktuasi populasi.
1. Pertumbuhan Populasi. Dalam mengkaji pertumbuhan populasi, beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah:
A. Struktur Umur
Dalam lingkaran hidup dari organisme terdapat fase lahir, pertumbuhan, dewasa, tua dan kemudian mati. Dalam ekologi Boden Heimer (1938) membagi umur hewan dalam tiga periode, yaitu fase preduktif, dimana hewan mengalami pertumbuhan yang cepat tetapi belum mampu berproduksi, fase reproduksi, dimana hewan mampu bereproduksi, fase post reproduksi, dimana hewan tidak mampu lagi bereproduksi yaitu pada umur tua.
Dengan demikian struktur umur/ratio umur dalam suatu populasi dapat menunjukkan suatu populasi apakah sedang mengalami pertumbuhan yang cepat, stabil, atau sedang mengalami penurunan. Data tentang struktur umur dari populasi sering disajikan dalam bentuk piramida umur (Gambar 2)
Gambar 2. Tipe Piramida Umur
Ratio umur pada A = populasi yang sedang tumbuh, B = populasi sedang stabil, C = populasi yang mengalami kemunduran.
a. Bentuk pertumbuhan populasi
Ada dua pola untuk pertumbuhan populasi yaitu bentuk J dan bentuk S (bentuk sigmoid) sesuai dengan sifat populasi itu ataupun keadaan lingkungan. Bentuk J ditandai bila kepadatan suatu populasi tumbuh secara eksponensial (sangat cepat), lalu pertumbuhan berhenti secara mendadak karena daya tahan lingkungan berpengaruh sangat kuat.
Gambar 3. Bentuk Pertumbuhan Populasi
Pertumbuhan populasi yang lebih umum terjadi adalah dalam grafik yang berbentuk sigmoid (S). Mula-mula populasi tumbuh dengan lambat, makin lama makin cepat, tetapi kemudian karena pengaruh faktor lingkungan (misalnya kompetisi, ruang dan makanan) maka populasi tumbuh menjadi lambat. Kapasitas tampung (carrying cavacity) adalah jumlah terbanyak individu yang dapat ditampung dalam suatu ekosistem, dimana organisme tersebut masih dapat hidup. Pertumbuhan populasi berbentuk sigmoid sering terlihat dengan jelas pada organisme dengan pola reproduksi yang sederhana misalnya bakteri dan ragi.
b. Interaksi Populasi
Setiap organisme hidup tergantung pada organisme lain dan terjadi hubungan timbal balik antara suatu organisme dengan organisme lain. Secara ringkas dapat dikemukakan bahwa interaksi dapat berdampak positif (+), tidak berpengaruh (0) atau berdampak negatif (-) bagi spesies atau salah satu spesies yang berinteraksi.
1. Interaksi positif atau kooperatif yang terjadi atas:
a) Mutualis atau simbiosis (+ +); kedua spesies yang berinteraksi memperoleh keuntungan dari interaksi, misalnya:
Protozoa Flagellata yang berada dalam saluran pencernaan rayap memperoleh habitat sedangkan rayap dapat mencernakan selulosa dengan bantuan Protozoa.
Lichenes yang terdiri dari dua tumbuhan yang berbeda dan berhubungan erat dalam kehidupannya, pertama ganggang dapat dapat membuat makanan melalui fotosintesis, kedua jamur, organisme yang mendapatkan makanannya dari ganggang.
b) Komensalisme (+ 0); salah satu spesies memperoleh keuntungan sedangkan yang lain tidak terpengaruh misalnya ikan hiu dengan ikan remora.
2. Interaksi tanpa dampak (independent) simbiosis (0 0), misalnya cacing dengan ulat daun.
3. Interaksi negatif
a) Amensalisme (- 0); salah satu spesies memproduksi dan mengeluarkan sejenis bahan yang merugikan spesies kedua misalnya semacam antibiotik atau suatu populasi dihalang-halangi, sedangkan populasi lainnya tidak terpengaruh.
b) Predasi (pemangsaan) (- +); suatu spesies memakan spesies yang lainnya sehingga yang satu memperoleh keuntungan sedangkan lainnya dirugikan. Parasitisme tercakup dalam kategori ini. Misalnya ayam denagn burung elang dan lain-lain. c) Kompetisi (persaingan) (- -); kedua spesies yang berinteraksi menderita (dirugikan) misalnya persaingan habitat dan makanan seperti pada tanaman padi dan gulma, sapi, kerbau dan kambing dengan padang rumput.
Di dalam populasi, ada tiga pola penyebaran secara umum, yaitu acak, teratur, dan berkelompok. Sedangakan faktor-faktor yang berperan dalam penyebarannya antara lain:
1. Suhu
2. Kelembaban
3. Cahaya
4. Struktur tanah dan nutrient
5. Kimia air, pH, dan salinitas
6. Aliran air, O2, dsb.
Di dalam melakukan penelitian ekologi, biasanya dilakukan penaksiran kepadatan. Adapun beberapa metode yang digunakan adalah sebagai berikut:
1. Taksiran kepadatan Populasi absolut
Terdiri dari metode pancacahan, sampling, dan mark-and recapture. mark-and recapture menggunakan rumus:
F1/N = F3/N maka N = (F1xF2)/F3
Di mana : N = total populasi
F1 = Σ tangkapan pertama dan dilepas
F2 = Σ tangkapan kedua
F3 = Σ tangkapan kedua yang bertanda.
2. Taksiran Kepadatan populasi relatif
Terdiri dari metode perangkap, kotoran, suara, jejak atau tapak. Penggunaan metode-metode ini disesuakan dengan tujuan dan kondisi lingkungan.
C. Komunitas
Organisme dialam ini tidak bisa hidup secara terpisah, sendiri-sendiri. Individu-individu ini (tumbuhan dan hewan) akan berhimpun ke dalam suatu kelompok membentuk populasi. Populasi-populasi ini disuatu wilayah/kawasan membentuk suatu kesatuan hidup yang disebut dengan komunitas. Komunitas pada prinsipnya terbentuk dari berbagai hasil interaksi di antara populasi-populasai yang ada, sebagaimana telah dijelaskan. Di alam terdapat bermacam-macam komunitas. Komunitas ini dapat dibagi dalam dua bagian yaiut komunitas akuatik (lautan, danau, sungai dan kolam) dan komunitas terestrial (hutan, padang rumput, padang pasir, dll.).
Dalam tingkatan komunitas ciri, sifat dan kemampuannya lebih tinggi dari populasi misalnya dalam hal interaksi. Dalam komunitas bisa terjadi interaksi antar populasi, tidak hanya antar individu-spesies seperti pada populasi. Hubungan antar populasi ini menggambarkan berbagai keadaan yaitu bisa saling menguntungkan sehingga terwujud sutau hubungan timbal balik yang positif bagi kedua belah pihak (mutualisme). Sebaliknya bisa juga terjadi hubungan salah satu pihak dirugikan (parasitisme).
Yang harus diperhatikan bila suatu komunitas sudah terbentuk, maka populasi-populasi yang ada haruslah hidup berdampingan atau bertetangga satu sama lainnya. Dalam biosistem komunitas ini berasosiasi dengan komponen non hidup (abiotik) membentuk suatu ekosistem.
Struktur Komunitas
A. Karakter kominitas
1. Kualitatif, seperti komposisi, bentuk hidup, fenologi dan vitalitas.
Vitalitas menggambarkan kapasitas pertumbuhan dan perkembangbiakan organisme.
2. Kuantitatif, seperti Frekuensi, densitas dan densitas relatif.
Frekuensi kehadiran merupakan nilai yang menyatakan jumlah kehadiran suatu spesies di dalam suatu habitat.
Jumlah unit contoh di mana sp. A ditemukan
FK A = ---------------------------------------------------------- x 100%
Jumlah semua unit contoh
Apabila FK = 0%-25% : Kehadiran sangat jarang (aksidental)
FK = 25%-50% : Kahadiran jarang (assesori)
FK = 50%-75% : Kehadiran sedang (konstan)
FK = 75%-100% : Kehadiran absolut
Jumlah individu jenis A
K jenis A = ---------------------------------------------
Σ unit contoh/luas/volume
K Jenis A
KR jenis A = -------------------- x 100%
Σ K semua jenis
Densitas (kepadatan) dinyatakan sebagai jumlah atau biomassa per unit contoh, atau persatuan luas/volume, atau persatuan penangkapan
3. Sintesis, seperti kehadiran dan konstansi, fidelitas, dominansi, indeks diversitas, indeks similiaritas, dsb.
Dalam analisa komunitas, dikenal istilah keanekaragaman spesies. Dalam menentukan indeks keragaman tersebut, ada beberapa metode analisa yang dapat digunakan, antara lain Indeks Margalelef, Indeks Simpson, Indeks Menhenick, Indeks Brillouin, dan Indeks Shanon.
Sedangkan indeks similiaritas biasanya dianalisa dengan indeks equitabilitas (e) dengan nilai kisaran antara 0-1.
H H
e = --------- atau e = ------
H max log s
Di mana
H max = keanekaragaman maksimum yang mungkin untuk komunitas jika semua spesies
kelimpahannya sama
s = Σ spesies dalam komunitas
ada tujuh faktor yang mempengaruhi keanekaragaman spesies, yaitu :
1. Heterogenitas habitat
2. kompetisis
3. ekologi lingkungan
4. predasi
5. stabilitas lingkungan
6. habitat yang produktif
7. waktu
DAFTAR RUJUKAN
Chisholm, Sallie dan Schaider, Laurel. 2007. Fundamentals of Ecology. MIT.com. Tanggal akses 20
Maret 2009.
Rifqi, MA. Ekologi Dasar; Keterbatasan, Komunitas, Nich, dan Suksesi.
http://arifqbio.multiply.com/journal/item/9/Seri_Ekologi. Tanggal Akses 09 April
2009.
http://ms.wikipedia.org/wiki/Ekologi. Tanggal Akses 09 April 2009.
http://ilmupedia.com/akademik/6/26-ekologi-adalah-ilmu-pengetahuan.html Tanggal Akses
09 April 2009.
Oleh : Moh. Arif Rifqi
(073112620150012)
A. Ekologi dan Hubungan dengan Ilmu Lain
Ekologi adalah cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang hubungan makluk hidup dan lingkungannya. Bumi memiliki banyak sekali jenis-jenis mahkluk hidup, mulai dari tumbuhan dan binatang yang sangat kompleks hingga organisme yang sederhana seperti jamur, amuba dan bakteri. Meskipun demikian semua mahkluk hidup tanpa kecuali, tidak bisa hidup sendirian. Masing-masing tergantung pada mahkluk hidup yang lain ataupun benda mati di sekelilinganya. Misalnya seekor kijang membutuhkan tumbuh-tumbuhan tertentu untuk makanan, jika tumbuhan di lingkungan sekitarnya dirusak maka kijang tersebut harus berpindah atau mati kelaparan. Sebaliknya tumbuhan agar bisa hidup juga tergantung pada binatang untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya. Kotoran binatang, bangkai binatang maupun tumbuhan, menyediakan berbagai nutrisi yang bermanfaat bagi tanaman.
Mempelajari ekologi sangat penting, karena masa depan kita sangat tergantung pada hubungan ekologi di seluruh dunia. Meskipun perubahan terjadi di tempat lain di bumi ini, namun akibatnya akan kita rasakan pada lingkungan di sekitar kita. Meskipun ekologi adalah cabang dari biologi, namun seorang ahli ekologi harus menguasai ilmu lain seperti kimia, fisika, dan ilmu komputer. Ekologi juga berhubungan dengan bidang ilmu-ilmu tertentu seperti geologi, meteorologi, dan oseanografi, guna mempelajari lingkungan dan hubungannya antara tanah, air, dan udara. Pendekatan dari berbagai ilmu membantu ahli ekologi untuk memahami bagaimana lingkungan nonhidup mempengaruhi mahkluk hidup. Hal ini juga bisa membantu untuk memperkirakan atau meramalkan dampak dari masalah lingkungan seperti hujan asam atau efek rumah kaca.
Ekologi pada mulanya diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari oleh manusia sejak pertama kali dia hidup didunia. Namun, munculnya istilah ekologi berdasarkan prakarsa biolog Jerman yang memperkenalkan istilah ekologi adalah Ernest Haeckel (1834 – 1919) pada tahun 1860. Istilah ini berasal dari bahasa Yunani, yaitu “oikos” yang berarti rumah, tempat tinggal, habitat dan “logos” yang berarti ilmu. Secara harfiah ekologi adalah ilmu tentang mahkluk hidup dalam rumahnya, atau dapat diartikan juga sebagai ilmu tentang rumah tangga mahluk hidup. Banyak yeng mendifinisikan ekologi, menurut Kendeiihgh (1980) ekologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara organisme yang satu dengan yang lainnya. Di dalam Webmaster Unabridged Dictionary, ekologi disebut sebagai totalitas atau pola hubungan antara organisme-organisme dengan lingkungannya. Lingkungan di sini adalah gabungan dari komponen fisik maupun hayati yang berpengaruh terhadap kehidupan organisme.Menuru Miller (1975), ekologi adalah ilmu mengenai hubungan timbal balik antara organisme dan sesamanya serta dengan lingkungan tempat tinggalnya dan menurut Odum, (1971) ekologi adalah suatu studi yang mempelajari struktur dan fungsi ekosistem. Struktur di sini menunjukan suatu keadaan atau susunan dari sistem ekologi pada waktu dan tempat tertentu. Keadaan itu termasuk kepadatan/kerapatan, biomassa, penyebaran potensi unsur-unsur hara, energi, faktor-faktor fisik dan kimia lainnya yang menberi karakteristik kondisi sistem tersebut yang kadang-kadang mengalami perubahan. Sedangkan fungsinya menggambarkan peran setiap komponen yang ada dalam sistem ekologi atau ekosistem. Jadi pokok utama ekologi adalah mencari pengertian bagaimana fungsi organisme di alam.
Ekologi berkaitan dengan berbagai ilmu pengetahuan yang relevan dengan kehidupan (peradaban) manusia, seorang yang belajar ekologi sebenarnya bertanya tentang berbagai hal berikut : bagaimana alam bekerja, bagaimana proses adaptasi dapat berlangsung, apa yang diperlukan oelh organisme dan apa pula yang dihasilkannya, bagaimana mereka berinteraksi dengan spesies lainnya, dan bagaimana individu-individu dalam spesies diatur sebagai populasi serta bagaimana pula eksotisme yang dimuculkan.
Komponen-komponen yang ada di dalam lingkungan hidup meliputi komponen abiotik dan biotik yang merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dan membentuk suatu sistem kehidupan yang disebut ekosistem. Suatu ekosistem akan menjamin keberlangsungan kehidupan apabila lingkungan itu dapat mencukupi kebutuhan minimum dari kebutuhan organisme. Maka keberadaan komponen-komponen tersebut ada yang senatiasa tersedia dan ada yang terbatas. Seperti populasi beberapa jenis flora ataupun fauna (biotik) yang akhir-akhir ini punah dan sinar udara (abiotik) yang senantiasa tersedia.
Ruang Lingkup Kajian Ekologi adalah untuk memahami batas-batas ruang lingkup kajian ekologi terlebih dahulu perlu dipahami bagaimana sistem kehidupan di muka ini tersusun dari sistem kehidupan terbesar (biosfer) samapai ke dalam sistem kehidupan terkecil yaitu sistem gen.
Spektrum sistem kehidupan ini dikenal dengan pengertian “Biosistem” yang terdiri dari komponen biotik dan komponen abiotik. Odum (19971) menggambarkan berbagai tingkat organisasi dalam biosistem yang dapat dilihat dalam spektrum di bawah ini.
Ruang lingkup serta ruang gerak ekologi berkisar di ujung sebelah kanan spektrum biosistem ini, sehingga lebih banyak melakukan pengamatan dan penelitian pada tingkat setelah organisme, yaitu pada tingkat populasi, komunitas dan ekosistem. Sistem biologi yang terbesar disebut dengan biosfer (ekosfer) atau ekosistem besar.
Ekologi sebagai ilmu pengetahuan memiliki hubungan dan kesaling tergantungan dengan ilmu lain, seperti Fisika, Kimia, Taksonomi, Genetika, Mikrobiologi, Bioteknologi, Ilmu Lingkungan, hingga Politik dan ekonomi. Ekologi berhubungan dengan ilmu Fisika dan Kimia seperti pada analisa fisik kimiawi terhadap kondisi ekologi di satu tempat. Contoh lain, hubungan ekologi dengan Ekonomi dan Politik seperti pengaruh kondisi ekologis yang dapat menjadi bahan pertimbangan pengambilan keputusan-keputusan dalam hal kebijakan ekonomi dan politik.
Ekologi berdasarkan objeknya dapat diklasifikasi menjadi : Ekologi hewan, Ekologi Tumbuhan, Ekologi Gulma, Ekologi Parasit, dsb. Berdasarkan habitatnya dapat dibagi menjadi ekologi estuari, ekologi darat, ekologi laut, ekologi pegunungan, ekologi tanah dsb.
Di dalam mempelajari ekologi, masalah-masalah yang dapat ditemukan antara lain:
1. Masalah distribusi lokal dan regional serta kelimpahan populasi
2. masalah pengaturan fisiologis, respons serta adaptasi struktural dan prilaku terhadap perubahan lingkungannya
3. perilaku dan aktivitas hewan dalam habitatnya
4. perubahan-perubahan secara berkala dari kehadiran, aktivitas, dan kelimpahan populasi hewan
5. dinamika populasi dan komunitas
6. pemisahan-pemisaha relung ekologi, spesiesasi, dan ekologi evolusioner
7. masalah produktivitas (sekunder) dan ekoenergetika
8. ekologi sistem dan permodelan.
B. Populasi
Populasi sering didefinisikan sebagai sekelompok organisme dari spesies yang sama yang secara kolektif menempati suatu ruang atau tempat tertentu dan waktu tertentu. Oleh karena itu bila kita membicarakan populasi kita harus menyebutkan jenis individu (spesies) yang kita bicarakan dan kita perlu juga menentukan batas-batas waktu dan tempat bahkan kuantitas.
Untuk memahami tentang hal-hal yang berkaitan dengan populasi kita harus mengenal istilah-istilah yang dipakai, bahkan karena penelitian tentang populasi menggunakan angka-angka, maka juga harus mengerti tentang matematika. Istilah-istilah yang dimaksud misalnya yang dijumpai dalam mempelajari karakteristik populasi.
1. Karakteristik populasi
a). Untuk menyatakan ukuran/besarnya populasi, pengertian kerapatan populasi (population density, densitas populasi) banyak dipakai. Kerapatan populasi dapat dinyatakan dalam jumlah individu/satuan ruang (luas) atau jumlah individu/volume (liter).
b). Perubahan-perubahan kepadatan populasi, istilah yang sering digunakan adalah dinamika populasi. Dalam mempelajari perubahan-perubahan populasi, pengertian kecepatan (rate) memegang peranan yang sangat penting, misalnya kalau N= jumlah individu dalam populasi, maka kecepatan pertumbuhan (growth rate) dari populasi tersebut dapat diumpamakan dalam N/t. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan perubahan pada populasi yaitu angka kelahiran (natalitas), yaitu angka kelahiran yang dapat menambah besarnya populasi, angka kematian (mortalitas), yang dapat mengurangi
besarnya populasi. Disamping itu faktor-faktor lain adalah perpindahan masuk (imigrasi) juga dapat menambah populasi dan perpindahan keluar (emigrasi) dapat mengurangi populasi. Keempat faktor ini menyebabkan populasi turun naik yang disebut juga dengan
fluktuasi populasi.
1. Pertumbuhan Populasi. Dalam mengkaji pertumbuhan populasi, beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah:
A. Struktur Umur
Dalam lingkaran hidup dari organisme terdapat fase lahir, pertumbuhan, dewasa, tua dan kemudian mati. Dalam ekologi Boden Heimer (1938) membagi umur hewan dalam tiga periode, yaitu fase preduktif, dimana hewan mengalami pertumbuhan yang cepat tetapi belum mampu berproduksi, fase reproduksi, dimana hewan mampu bereproduksi, fase post reproduksi, dimana hewan tidak mampu lagi bereproduksi yaitu pada umur tua.
Dengan demikian struktur umur/ratio umur dalam suatu populasi dapat menunjukkan suatu populasi apakah sedang mengalami pertumbuhan yang cepat, stabil, atau sedang mengalami penurunan. Data tentang struktur umur dari populasi sering disajikan dalam bentuk piramida umur (Gambar 2)
Gambar 2. Tipe Piramida Umur
Ratio umur pada A = populasi yang sedang tumbuh, B = populasi sedang stabil, C = populasi yang mengalami kemunduran.
a. Bentuk pertumbuhan populasi
Ada dua pola untuk pertumbuhan populasi yaitu bentuk J dan bentuk S (bentuk sigmoid) sesuai dengan sifat populasi itu ataupun keadaan lingkungan. Bentuk J ditandai bila kepadatan suatu populasi tumbuh secara eksponensial (sangat cepat), lalu pertumbuhan berhenti secara mendadak karena daya tahan lingkungan berpengaruh sangat kuat.
Gambar 3. Bentuk Pertumbuhan Populasi
Pertumbuhan populasi yang lebih umum terjadi adalah dalam grafik yang berbentuk sigmoid (S). Mula-mula populasi tumbuh dengan lambat, makin lama makin cepat, tetapi kemudian karena pengaruh faktor lingkungan (misalnya kompetisi, ruang dan makanan) maka populasi tumbuh menjadi lambat. Kapasitas tampung (carrying cavacity) adalah jumlah terbanyak individu yang dapat ditampung dalam suatu ekosistem, dimana organisme tersebut masih dapat hidup. Pertumbuhan populasi berbentuk sigmoid sering terlihat dengan jelas pada organisme dengan pola reproduksi yang sederhana misalnya bakteri dan ragi.
b. Interaksi Populasi
Setiap organisme hidup tergantung pada organisme lain dan terjadi hubungan timbal balik antara suatu organisme dengan organisme lain. Secara ringkas dapat dikemukakan bahwa interaksi dapat berdampak positif (+), tidak berpengaruh (0) atau berdampak negatif (-) bagi spesies atau salah satu spesies yang berinteraksi.
1. Interaksi positif atau kooperatif yang terjadi atas:
a) Mutualis atau simbiosis (+ +); kedua spesies yang berinteraksi memperoleh keuntungan dari interaksi, misalnya:
Protozoa Flagellata yang berada dalam saluran pencernaan rayap memperoleh habitat sedangkan rayap dapat mencernakan selulosa dengan bantuan Protozoa.
Lichenes yang terdiri dari dua tumbuhan yang berbeda dan berhubungan erat dalam kehidupannya, pertama ganggang dapat dapat membuat makanan melalui fotosintesis, kedua jamur, organisme yang mendapatkan makanannya dari ganggang.
b) Komensalisme (+ 0); salah satu spesies memperoleh keuntungan sedangkan yang lain tidak terpengaruh misalnya ikan hiu dengan ikan remora.
2. Interaksi tanpa dampak (independent) simbiosis (0 0), misalnya cacing dengan ulat daun.
3. Interaksi negatif
a) Amensalisme (- 0); salah satu spesies memproduksi dan mengeluarkan sejenis bahan yang merugikan spesies kedua misalnya semacam antibiotik atau suatu populasi dihalang-halangi, sedangkan populasi lainnya tidak terpengaruh.
b) Predasi (pemangsaan) (- +); suatu spesies memakan spesies yang lainnya sehingga yang satu memperoleh keuntungan sedangkan lainnya dirugikan. Parasitisme tercakup dalam kategori ini. Misalnya ayam denagn burung elang dan lain-lain. c) Kompetisi (persaingan) (- -); kedua spesies yang berinteraksi menderita (dirugikan) misalnya persaingan habitat dan makanan seperti pada tanaman padi dan gulma, sapi, kerbau dan kambing dengan padang rumput.
Di dalam populasi, ada tiga pola penyebaran secara umum, yaitu acak, teratur, dan berkelompok. Sedangakan faktor-faktor yang berperan dalam penyebarannya antara lain:
1. Suhu
2. Kelembaban
3. Cahaya
4. Struktur tanah dan nutrient
5. Kimia air, pH, dan salinitas
6. Aliran air, O2, dsb.
Di dalam melakukan penelitian ekologi, biasanya dilakukan penaksiran kepadatan. Adapun beberapa metode yang digunakan adalah sebagai berikut:
1. Taksiran kepadatan Populasi absolut
Terdiri dari metode pancacahan, sampling, dan mark-and recapture. mark-and recapture menggunakan rumus:
F1/N = F3/N maka N = (F1xF2)/F3
Di mana : N = total populasi
F1 = Σ tangkapan pertama dan dilepas
F2 = Σ tangkapan kedua
F3 = Σ tangkapan kedua yang bertanda.
2. Taksiran Kepadatan populasi relatif
Terdiri dari metode perangkap, kotoran, suara, jejak atau tapak. Penggunaan metode-metode ini disesuakan dengan tujuan dan kondisi lingkungan.
C. Komunitas
Organisme dialam ini tidak bisa hidup secara terpisah, sendiri-sendiri. Individu-individu ini (tumbuhan dan hewan) akan berhimpun ke dalam suatu kelompok membentuk populasi. Populasi-populasi ini disuatu wilayah/kawasan membentuk suatu kesatuan hidup yang disebut dengan komunitas. Komunitas pada prinsipnya terbentuk dari berbagai hasil interaksi di antara populasi-populasai yang ada, sebagaimana telah dijelaskan. Di alam terdapat bermacam-macam komunitas. Komunitas ini dapat dibagi dalam dua bagian yaiut komunitas akuatik (lautan, danau, sungai dan kolam) dan komunitas terestrial (hutan, padang rumput, padang pasir, dll.).
Dalam tingkatan komunitas ciri, sifat dan kemampuannya lebih tinggi dari populasi misalnya dalam hal interaksi. Dalam komunitas bisa terjadi interaksi antar populasi, tidak hanya antar individu-spesies seperti pada populasi. Hubungan antar populasi ini menggambarkan berbagai keadaan yaitu bisa saling menguntungkan sehingga terwujud sutau hubungan timbal balik yang positif bagi kedua belah pihak (mutualisme). Sebaliknya bisa juga terjadi hubungan salah satu pihak dirugikan (parasitisme).
Yang harus diperhatikan bila suatu komunitas sudah terbentuk, maka populasi-populasi yang ada haruslah hidup berdampingan atau bertetangga satu sama lainnya. Dalam biosistem komunitas ini berasosiasi dengan komponen non hidup (abiotik) membentuk suatu ekosistem.
Struktur Komunitas
A. Karakter kominitas
1. Kualitatif, seperti komposisi, bentuk hidup, fenologi dan vitalitas.
Vitalitas menggambarkan kapasitas pertumbuhan dan perkembangbiakan organisme.
2. Kuantitatif, seperti Frekuensi, densitas dan densitas relatif.
Frekuensi kehadiran merupakan nilai yang menyatakan jumlah kehadiran suatu spesies di dalam suatu habitat.
Jumlah unit contoh di mana sp. A ditemukan
FK A = ---------------------------------------------------------- x 100%
Jumlah semua unit contoh
Apabila FK = 0%-25% : Kehadiran sangat jarang (aksidental)
FK = 25%-50% : Kahadiran jarang (assesori)
FK = 50%-75% : Kehadiran sedang (konstan)
FK = 75%-100% : Kehadiran absolut
Jumlah individu jenis A
K jenis A = ---------------------------------------------
Σ unit contoh/luas/volume
K Jenis A
KR jenis A = -------------------- x 100%
Σ K semua jenis
Densitas (kepadatan) dinyatakan sebagai jumlah atau biomassa per unit contoh, atau persatuan luas/volume, atau persatuan penangkapan
3. Sintesis, seperti kehadiran dan konstansi, fidelitas, dominansi, indeks diversitas, indeks similiaritas, dsb.
Dalam analisa komunitas, dikenal istilah keanekaragaman spesies. Dalam menentukan indeks keragaman tersebut, ada beberapa metode analisa yang dapat digunakan, antara lain Indeks Margalelef, Indeks Simpson, Indeks Menhenick, Indeks Brillouin, dan Indeks Shanon.
Sedangkan indeks similiaritas biasanya dianalisa dengan indeks equitabilitas (e) dengan nilai kisaran antara 0-1.
H H
e = --------- atau e = ------
H max log s
Di mana
H max = keanekaragaman maksimum yang mungkin untuk komunitas jika semua spesies
kelimpahannya sama
s = Σ spesies dalam komunitas
ada tujuh faktor yang mempengaruhi keanekaragaman spesies, yaitu :
1. Heterogenitas habitat
2. kompetisis
3. ekologi lingkungan
4. predasi
5. stabilitas lingkungan
6. habitat yang produktif
7. waktu
DAFTAR RUJUKAN
Chisholm, Sallie dan Schaider, Laurel. 2007. Fundamentals of Ecology. MIT.com. Tanggal akses 20
Maret 2009.
Rifqi, MA. Ekologi Dasar; Keterbatasan, Komunitas, Nich, dan Suksesi.
http://arifqbio.multiply.com/journal/item/9/Seri_Ekologi. Tanggal Akses 09 April
2009.
http://ms.wikipedia.org/wiki/Ekologi. Tanggal Akses 09 April 2009.
http://ilmupedia.com/akademik/6/26-ekologi-adalah-ilmu-pengetahuan.html Tanggal Akses
09 April 2009.
Oleh: Abigael SQR. (073112620150021) Moh. Arif Rifqi (073112620150012) Rizki Amelia (073112620150014) ADAPTASI MORFOLOGI HEWAN PADA BERBAGAI HABITAT
Abigael SQR. (073112620150021)
Moh. Arif Rifqi (073112620150012)
Rizki Amelia (073112620150014)
ADAPTASI MORFOLOGI HEWAN PADA BERBAGAI HABITAT
BAB I
PENDAHULUAN
Hewan, hidup dalam interdependensi satu sama lain dan lingkungannya yang saling berinteraksi. Dalam interaksi tersebut, hewan akan merespon dengan cara yang bermacam-macam, seperti adaptasi morfologis, fisiologis, anatomis, dan prilaku. Namun, apabila stressing melampaui batas toleransi dari hewan tersbut, maka ia akan mengalami kepunahan.
Adaptasi morfologis merupakan perubahan dalam bentuk dan strukur sebagai hasil penyesuaian diri terhadap kondisi lingkungannya. Namun, pada dasarnya penampakan morfologis ditentukan oleh struktut gen di dalam tubuh hewan tersebut.
Pada adaptasi morfolgi, terdapat istilah ecophenes (growth-form; fenotype-change) dan ecotype (genotype-change). Ecophenes adalah modifikasi bentuk hewan yang dirangsang oleh kondisi lingkungan pada suatu perkembangan individu, dan tidak spesifik diturunkan ke generasi selanjutnya. Sedangkan ecotype adalah modifikasi bentuk hewan yang dirangsang oleh kondisi lingkungan pada suatu perkembangan individu, dan diturunkan ke generasi selanjutnya sebagai hasil dari proses evolusi. Fenomena dari kedua istilah tersebut sering ditemukan dalam mekanisme adaptasi morfolgi hewan.
Contoh yang sering ditemukan di kehidupan sehari-hari adalah adaptasi morfolgi pada serangga, lebih spesifiknya pada tipe mulutnya yang tediri dari :
1. Tipe mengigit dan mengunyah, sepeti pada ordo Orthoptera, Coleoptera, dan Odonata
2. Tipe menguyah dan menjilat, seperti pada ordo Hymenoptera
3. Tipe penusuk dan penghisap, seperti pada ordo Hemiptera, Homoptera, dan Diperta
4. Tipe menjilat, seperti pada ordo Diptera
5. Tipe menghisap, seperti pada Lepidoptera
6. Tipe mengerat dan menjilat, seperti pada Tabanus sp. (lalat ternak).
Tujuan dari praktikum ini adalah mempelajari adaptasi morfolgi hewan pada berbagi tipe habitat, dan mempelajari beberapa tipe alat mulut pada serangga.
BAB II
METODOLOGI
Metode yang digunakan pada pengamatan ini adalah sweeping net dengan alat, bahan dan cara kerja adalah sebagai berikut:
A. Alat dan Bahan
1. Alat penangkap serangga (sweeping net)
2. Kantong palstik
3. Jam (penunjuk waktu)
B. Cara Kerja
1. Penangkapan serangga dilakukan pada suatu tipe habitat dengan menggunakan sweeping net selama 15 menit/
2. hal serupa dilakukan pada tipe habitat yang berlainan
3. serangga yang tertangkap dimasukkan ke dalam kantong plastik, sesuai dengan tipe habitat.
4. kemudian serangga tersebut diidentifikasi tipe alat mulutnya.
5. hasil yang diperoleh dimasukkan ke dalam tabel.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil yang diperoleh dari pengamatan adaptasi morfolgis dari tipe alat mulut serangga yang dilakukan pada tanggal 12 Maret 2009 pada habitat padang rumput dan taman berbunga adalah sebagai berikut:
No. Tipe Alat Mulut Habitat Jumlah
Taman Bunga Padang Rumput 1 Padang Rumput 2
1 Mengigit dan mengunyah 3 11 12 26
2 Menguyah dan menjilat - 2 4 6
3 Penusuk dan penghisap - - - -
4 Menjilat - 5 - 5
5 Menghisap 4 1 3 4
6 Mengerat dan menjilat - - -
Jumlah 7 18 17 41
Dari data yang diperoleh pada habitat taman berbunga, jumlah serangga yang paling banyak ditemukan adalah ordo Lepidoptera dengan tipe alat mulut menghisap.Yaitu sebanyak 4 ekor kupu-kupu. Selain itu, untuk tipe alat mulut mengigit dan mengunyah terdapat 3 ekor.
Secara adaptasi morfologis, serangga tipe alat mulut menghisap lebih mendominasi, karena mempunyai adaptasi alat mulut untuk menghisap nektar-nekatar bunga. Seperti halnya pada kupu-kupu umumnya. Dengan cara demikian, kupu-kupu dapat hidup.
Selain itu, tidak jauh selisihnya, serangga tipe alat mulut menggigit mengunyah juga terdapat pada habitat tersebut, karena ia melakukan adaptasi morfologi mulut pengigit dan pengunyah terhadap jenis pakan yang ada disekitarnya, yaitu pada rumput-rumputan.
Sedangkan pada tipe habitat padang rumput, pengamatan dilakukan pada dua tempat. Yaitu, padang rumput Bumi Perkemahan Ragunan dan Departemen Pertanian.
Pada habitat ini, tipe alat mulut serangga yang paling mendominasi adalah tipe mulut menggigit dan mengunyah, yaitu terdapat 11 individu pada padang rumput pertama dan 12 individu pada padang rumput kedua. Adaptasi yang dilakukan adalah berupa penyesuaian bentuk alat mulut berupa tipe maxila dan mandibula yang tajam untuk mengigit dan mengunyah makanan. Pada umumnya makanannya berupa rumput-rumputan, atau dedaunan.
Selain itu, tipe alat mulut yang menonjol juga pada tipe menjilat, namun hanya ditemukan pada padang rumput yang pertama. Sebab, disekitar lingkungan padang rumput 1 banyak ditemukan sisa-sisa makanan organik yang membusuk, atau bangkai yang sesuai dengan adapatasi alat mulutnya. Yaitu dengan kemampuan menjilat.
BAB IV
KESIMPULAN
Serangga melakuakn adapatasi morfolgis dengan penyesuaian diri pada tipe alat mulutnya. Hal ini dilakukan dalam rangka respon terhadapa stressing dari lingkuangannya. Sehingga, dengan demikian ia akan dapat beradaptasi dan hidup dalam ekosistem dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Butani, D.K. 1994. Dictionary of Biology. Goyal Offset Printers. New Delhi
Chisholm, Sallie et al. 2008. Fundamentals of Ecology. Massachussetts Institute
of Technology Open Course. tt.
Kimball, Jhon W. 1994. Biologi Jilid II. Erlangga. Jakarta
Tobing, Imran SL et al. 2008. Penuntun Praktikum Ekolgi Hewan. Fakultas
Biologi Universitas Nasional. Jakarta
Moh. Arif Rifqi (073112620150012)
Rizki Amelia (073112620150014)
ADAPTASI MORFOLOGI HEWAN PADA BERBAGAI HABITAT
BAB I
PENDAHULUAN
Hewan, hidup dalam interdependensi satu sama lain dan lingkungannya yang saling berinteraksi. Dalam interaksi tersebut, hewan akan merespon dengan cara yang bermacam-macam, seperti adaptasi morfologis, fisiologis, anatomis, dan prilaku. Namun, apabila stressing melampaui batas toleransi dari hewan tersbut, maka ia akan mengalami kepunahan.
Adaptasi morfologis merupakan perubahan dalam bentuk dan strukur sebagai hasil penyesuaian diri terhadap kondisi lingkungannya. Namun, pada dasarnya penampakan morfologis ditentukan oleh struktut gen di dalam tubuh hewan tersebut.
Pada adaptasi morfolgi, terdapat istilah ecophenes (growth-form; fenotype-change) dan ecotype (genotype-change). Ecophenes adalah modifikasi bentuk hewan yang dirangsang oleh kondisi lingkungan pada suatu perkembangan individu, dan tidak spesifik diturunkan ke generasi selanjutnya. Sedangkan ecotype adalah modifikasi bentuk hewan yang dirangsang oleh kondisi lingkungan pada suatu perkembangan individu, dan diturunkan ke generasi selanjutnya sebagai hasil dari proses evolusi. Fenomena dari kedua istilah tersebut sering ditemukan dalam mekanisme adaptasi morfolgi hewan.
Contoh yang sering ditemukan di kehidupan sehari-hari adalah adaptasi morfolgi pada serangga, lebih spesifiknya pada tipe mulutnya yang tediri dari :
1. Tipe mengigit dan mengunyah, sepeti pada ordo Orthoptera, Coleoptera, dan Odonata
2. Tipe menguyah dan menjilat, seperti pada ordo Hymenoptera
3. Tipe penusuk dan penghisap, seperti pada ordo Hemiptera, Homoptera, dan Diperta
4. Tipe menjilat, seperti pada ordo Diptera
5. Tipe menghisap, seperti pada Lepidoptera
6. Tipe mengerat dan menjilat, seperti pada Tabanus sp. (lalat ternak).
Tujuan dari praktikum ini adalah mempelajari adaptasi morfolgi hewan pada berbagi tipe habitat, dan mempelajari beberapa tipe alat mulut pada serangga.
BAB II
METODOLOGI
Metode yang digunakan pada pengamatan ini adalah sweeping net dengan alat, bahan dan cara kerja adalah sebagai berikut:
A. Alat dan Bahan
1. Alat penangkap serangga (sweeping net)
2. Kantong palstik
3. Jam (penunjuk waktu)
B. Cara Kerja
1. Penangkapan serangga dilakukan pada suatu tipe habitat dengan menggunakan sweeping net selama 15 menit/
2. hal serupa dilakukan pada tipe habitat yang berlainan
3. serangga yang tertangkap dimasukkan ke dalam kantong plastik, sesuai dengan tipe habitat.
4. kemudian serangga tersebut diidentifikasi tipe alat mulutnya.
5. hasil yang diperoleh dimasukkan ke dalam tabel.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil yang diperoleh dari pengamatan adaptasi morfolgis dari tipe alat mulut serangga yang dilakukan pada tanggal 12 Maret 2009 pada habitat padang rumput dan taman berbunga adalah sebagai berikut:
No. Tipe Alat Mulut Habitat Jumlah
Taman Bunga Padang Rumput 1 Padang Rumput 2
1 Mengigit dan mengunyah 3 11 12 26
2 Menguyah dan menjilat - 2 4 6
3 Penusuk dan penghisap - - - -
4 Menjilat - 5 - 5
5 Menghisap 4 1 3 4
6 Mengerat dan menjilat - - -
Jumlah 7 18 17 41
Dari data yang diperoleh pada habitat taman berbunga, jumlah serangga yang paling banyak ditemukan adalah ordo Lepidoptera dengan tipe alat mulut menghisap.Yaitu sebanyak 4 ekor kupu-kupu. Selain itu, untuk tipe alat mulut mengigit dan mengunyah terdapat 3 ekor.
Secara adaptasi morfologis, serangga tipe alat mulut menghisap lebih mendominasi, karena mempunyai adaptasi alat mulut untuk menghisap nektar-nekatar bunga. Seperti halnya pada kupu-kupu umumnya. Dengan cara demikian, kupu-kupu dapat hidup.
Selain itu, tidak jauh selisihnya, serangga tipe alat mulut menggigit mengunyah juga terdapat pada habitat tersebut, karena ia melakukan adaptasi morfologi mulut pengigit dan pengunyah terhadap jenis pakan yang ada disekitarnya, yaitu pada rumput-rumputan.
Sedangkan pada tipe habitat padang rumput, pengamatan dilakukan pada dua tempat. Yaitu, padang rumput Bumi Perkemahan Ragunan dan Departemen Pertanian.
Pada habitat ini, tipe alat mulut serangga yang paling mendominasi adalah tipe mulut menggigit dan mengunyah, yaitu terdapat 11 individu pada padang rumput pertama dan 12 individu pada padang rumput kedua. Adaptasi yang dilakukan adalah berupa penyesuaian bentuk alat mulut berupa tipe maxila dan mandibula yang tajam untuk mengigit dan mengunyah makanan. Pada umumnya makanannya berupa rumput-rumputan, atau dedaunan.
Selain itu, tipe alat mulut yang menonjol juga pada tipe menjilat, namun hanya ditemukan pada padang rumput yang pertama. Sebab, disekitar lingkungan padang rumput 1 banyak ditemukan sisa-sisa makanan organik yang membusuk, atau bangkai yang sesuai dengan adapatasi alat mulutnya. Yaitu dengan kemampuan menjilat.
BAB IV
KESIMPULAN
Serangga melakuakn adapatasi morfolgis dengan penyesuaian diri pada tipe alat mulutnya. Hal ini dilakukan dalam rangka respon terhadapa stressing dari lingkuangannya. Sehingga, dengan demikian ia akan dapat beradaptasi dan hidup dalam ekosistem dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Butani, D.K. 1994. Dictionary of Biology. Goyal Offset Printers. New Delhi
Chisholm, Sallie et al. 2008. Fundamentals of Ecology. Massachussetts Institute
of Technology Open Course. tt.
Kimball, Jhon W. 1994. Biologi Jilid II. Erlangga. Jakarta
Tobing, Imran SL et al. 2008. Penuntun Praktikum Ekolgi Hewan. Fakultas
Biologi Universitas Nasional. Jakarta
Subscribe to:
Posts (Atom)