REINTEGRASI SISTEM PENDIDIKAN
Oleh : Moh. Arif Rifqi*
Idealitas sistem pendidikan terlihat dari korelatifitas-harmonis unsur-unsur pendidikan yang kemudian mejadi kesatuan integral dalam mewujudkan visi dan misi umum pada proses pendewasaan weltanschaung dan pola pikir suatu bangsa. Secara fisik, bagus-tidaknya sebuah sistem pendidikan dapat dilihat dari terpenuhinya infrastrukutur-infrastruktur aktif maupun pasif, dan lahirnya alumni yang berintelektual, beremosional, serta berintrelektual quoetion yang tangguh dan "pragmatis" menjadi tolak ukur secara non-fisik.
Akhir-akhir ini, sistem pendidikan di indonesia , melalui putra-putra bangsa telah banyak menoreh prestasi-prestasi gemilang—terutama di bidang sains—di tingkat internasional. Akan tetapi, tanpa disadari ada kecemburuan-kecemburuan kecil yang tak terungkapkan dari lembaga-lembaga pendidikan yang terkategori sangat sederhana. Mereka berasumsi bahwa spesialisasi peningkatan mutu pendidikan hanya berkutat pada lembaga-lembaga pendidikan elit.
Sementara itu ke-amburadulan kondisi pendidikan di tingkat bawah (pelosok) masih banyak lembaga-lembaga pendidikan yang bermodal keikhlasan, fasilitas, dan sarana pra-sarana, serta infrastuktur ala kadarnya saja. Tak ayal dijumpai di daerah pelosok sekolah-sekolah yang tidak bertap, tidak berbangku, dan kondisi memprihatinkan lainnya. Sehingga ketidsak-merataan kualitas dan kesadaran pendidikan tidak hanya dipengaruhi oleh sosialisasi yang kurang terserap baik, tapi, juga dipengaruhi oleh faktor fisik.
Sejak aktifisasi otonumi daerah, lembaga-lembaga pendidikan ala kadar tersebut mulai mendapat perhatian dari pemerintah setempat khususnya. Salah satunya, dengan manifestasi kepedulian berupa BKG, BKM, BKS, yang secara umum mempunyai tujuan meningkatkan kualitas pendidikan menjadi lebih baik, setahap demi setahap (metamorfosis penyetaraan). Pada mulanya, bantuan-bantuan tersebut tersalur dengan baik. Akan tetapi, pengakaran budaya korupsi dan mental mata duitan beberpa aktor pendidikan, justeru menjadikan momen tersebut sebagai kesempatan untuk meraup keuntungan pribadi. Kasus semacam ini selain menjadi parasit bagi sitematika dan sistimatika perbaikan kondisi pendidiakan indonesia , juga menjadi wujud ketidak-bersyukuran yang bisa berujung pada laknat yang barangkali akan dibahasakan ujian dari Tuhan.
Mulianya visi dan misi pendidikan mulai berbalik arah pada pembuatan "perusahaan" MI, SD, Tk dan lain sebagianya. Kasus-kasus korupsi dana bantuan sekolah sering terjadi pada lembaga-lembaga pelosok yang ternyata belum begitu siap "memegang dan mengelola uang banyak". Sehingga muncullah upaya rekrutmen anak didik dengan cara yang tidak baik. Akan tetapi, bukan berarti steril untuk lembaga-lembaga elit—umumnya diperkotaan. Justeru ada kemungkian untuk penyembunyian fakta sesamar mungkin.
Walaupun kontrol yang dilakukan pemerintah bisa dikatakan cukup baik. Akan tetapi, kolektifitas dan ke-akuratan data masih bersifat umum dan kolektif. Apalagi campur aduk pers kadangkala manyisakan kisah kelabu dangan iming-iming uang dan lain sebagainya. Sementara itu masyarakat tidak bisa berbuat banyak. Karena acap kali masyarkat kurang mendapat informasi dan kurang sadar tentang bantuan-bantuan tersebut—khususnya dipelosok.
Dengan demikian perlu dirasa adanya kesadaran-praksis dari semua elemen penting pendidikan. Seperti, Guru, pengelola lembaga, anak didik, masyarakat dan pemerintah, dengan lebih meningkatkan kualitas kejujuran, keterbukaan, keharmonisan, dan integralitas sebagai sebuah tatanan dengan visi dan misi mulia.
Seperti petuah Ki hajar Dewantara "Ing ngarso song toludo, ing madya mangun karso, tut wuri handayani", manifestasi dan aplikasi integralitas multi sisi, selain menjadi konstruksi sistim pendidikan yang ideal, juga bisa menjadi obat bagi sistem pendidikan yang sedang sakit.
Signifikansi dan mulianya visi, misi dan manfaat pendidiakan, ketika dikotori oleh Dajjal yang berkedok Isa, berarti sudah ada di ujung tanduk. Tentunya ini adalah tanggung jawab kita bersama.
*Penulis adalah aktifis Forum Silaturrahiem Santri Dan Masyarakat (FOSSMA)
No comments:
Post a Comment