Sunday, September 21, 2008

Makhluk Renik Tahan Radiasi Ruang Angkasa


Beruang air (Hypsibius dujardini).
Selasa, 16 September 2008

Radiasi elektromagnetik yang dipancarkan Matahari berbahaya jika terpapar langsung ke tubuh manusia. Namun, beberapa jenis hewan mungkin tahan. Misalnya, hewan renik yang sering disebut beruang air (Tardigrada).

Menurut laporan yang dilansir jurnal Current Biology terbaru, beruang air merupakan hewan pertama yang terbukti tahan hidup dalam ruangan hampa dan terpapar langsung radiasi Matahari di luar angkasa. Beruang air merupakan hewan multisel (bersel banyak), tak bertulang belakang, dan berukuran sekitar satu milimeter. Hewan tersebut hidup di hampir semua sudut ekosistem di belahan dunia.

Sejak lama hewan tersebut diketahui memiliki ketahanan tinggi terhadap lingkungan yang kering. Tubuhnya tahan meskipun kehilangan air hampir 100 persen. Saat mengalami dehidrasi seperti itu, beruang kutub akan melakukan dormansi (tidur panjang) sehingga metabolisme berhenti untuk sementara waktu. Pada kondisi dormansi tersebut, hewan ini menyesuaikan struktur selnya sampai tersedia kembali air dan kembali aktif.

Setahun lalu, Ingemar Jonsson, seorang pakar ekologi dari Universitas Kristianstad Swedia, membawa 3.000 ekor organisme renik tersebut dalam perjalanan 12 hari ke luar angkasa. Tujuannya mempelajari peluangnya hidup di lingkungan ekstrem luar angkasa.

"Temuan kami memastikan bahwa ruang hampa yang menyebabkan dehidrasi ekstrem dan radiasi kosmis bukan masalah bagi beruang air," ujar Jonsson. Namun, radiasi ultraviolet Matahari tetap merusak sel-sel tubuh hewan tersebut walaupun sebagian di antaranya tetap dapat bertahan hidup.

Jonsson menduga beruang air tetap mengalami kerusakan DNA saat terpapar radiasi tersebut. Hanya saja, gen yang dimilikinya mungkin memiliki kemampuan memperbaiki bagian tubuh yang rusak dengan cepat. Mungkin terdapat molekul khusus yang mengatur pemulihan tersebut.

Jika benar demikian, penelitian terhadap beruang air akan memberikan informasi berharga untuk mengembangkan pengobatan terhadap penyakit-penyakit turunan. Pada riset selanjutnya, para ilmuwan ditantang untuk mengetahui mekanisme di balik kemampuan beruang kutub mengatasi radiasi.

"Pengetahuan apa pun mengenai pemulihan kerusakan genetika merupakan pusat ilmu kedokteran," ujar Jonsson. Terapi radiasi untuk pengobatan kanker saat ini masih menghadapi masalah karena sel-sel yang sehat ikut berisiko rusak karena terpapar.kompas.com

No comments: