Oleh : Arif Rifqi
A. Pewarnaan Gram
Pewarnaan gram merupakan pewarnaan diferensial yang sangat penting. Ditemukan oleh Christian Gram pada tahun 1884. Pada pewarnaan ini akan didapat warna ungu untuk Gram positif dan merah untuk gram negatif. Hal ini disebabkan oleh kadar kadungan peptidoglikan pada dinding sel bakteri. Berikut tabelnya:
PERBEDAAN | GRAM POSTIF (biru) | GRAM NEGATIF (merah) |
Kadar peptidoglikan | Tebal | Tipis |
Kadar lipid | 1-4 % | 11-22% |
Resistensi terhadap alkali (1% KOH) | Tidak larut | Larut |
Kepekaan terhadap iodium | Lebih peka | Kurang peka |
Toksin yang dibentuk | Eksotoksin | Endotksin |
Resistensi terhadap tellurit | Lebih tahan | Lebih peka |
Sifat tahan asam | Ada yang tahan asam | Tidak ada |
Kepekaan terhadap penisilin | Labih peka | Kurang peka |
Kepekaan terhadap streptomisin | Tidak peka | Peka |
1. Teori Salton
Teori ini berdasarkan kadar lipid yang tinggi (20%) didalam dinding sel bakteri Gram negatif. Zat lipid ini terlarut selama pencucian dengan alkohol. Pori-pori pada dinding sel membesar, sehingga zat warna yang sudah diserap mudah dilepaskan dan bakteri menjadi tidak berwarna.
Sedangkan, bakteri Gram positif mengalami denaturasi protein pada diding selnya oleh pencucian dengan alkohol. Protein menjadi keras dan beku, pori-pori mengecil, sehingga kompleks ungu kristal-iodium diperthanankan dan sel kuman tetap berwarna ungu.
Bila dinding sel dilarutkan dengan lisosim, maka terbentuklah protplas. Sel melepaskan kompleks ungu kristal-iodium setelah dicuci dengan alkohol. Jadi dinding sel menahan keluarnya zat warna ungu.
2. Permeiabilitas Dinding Sel
Teori ini berdasarkan tebal tipisnya lapisan peptidoglikan dalam dinding sel. Bakteri Garm positif mempunyai susunan dinding sel yang kompak dengan lapisan peptidoglikan yang terdiri dari 30 lapisan. Permeabilitas kurang dan komplek ungu kristal iodium tidak dapat keluar.
Sedangkan pada bakteri Gram negatif, mempunyai lapisan peptidoglikan yang tipis, hanya 1-2 lapisan dan susunan diding sel yang tidak kompak. Permeabilitas dinding sel besar, sehingga masih memungkinkan terlepasnya kompleks ungu kristal-iodium.
Biasanya, bakteri yang berbentuk kokus yang patogen terhadap manusia bersifat Gram positif, kecuali kokus dari famili Neisseriaceae. Bakteri berbentuk batang dan spiral yang patogen bagi manusia umunya bersifat Gram negatif kacuali batang dari genus Mycobacterium, Corynebacterium, Listeria, Bacillus, dan Clostridium.
B. Pewarnaan khusus
Pewarnaan ini dipakai untuk mewarnai bagian-bagian sel kuman atau kuman tertentu yang sukar diwarnai. Contohnya pewarnaan Gray, Novel, Zettnow dan lain sebagianya.
1. Pewarnaan Spora
Pada prinsipnya, pemanasan akan mengembangkan lapisan luar spora sehingga zat warna utama dapat masuk masuk ke dalam spora sehingga berwarna hijau.melalui pendinginan warna utama akan terperangkap di dalam spora,dengan pencucian zat warna utama yang ada pada sel vegetatif akan terlepas sehingga pada saat pewarnaan kedua (safranin), sel vegetatif akan berwarna merah.
Perwarnaan ini salah satunya menggunakan menggunakan metode pewarnaan Klein. Pada prinsipnya, spra bakteri berwarna merah dan badan bakteri berwarna biru. Dinding spora yang tebal memerlukan pemanasan agar pori-pori membesar dan zat warna dapat masuk.
Selain itu dapat juga digunakan metode Schaefier-Fulton. Pada prinsipnya, spora akan mengikat larutan pewarna malakit hijau dengan proses pemanasan, sedangkan dinding sel akan mengikat warna safranin yang berwarna merah setelah kelebihan pewarna malakit hijau dicuci dengan menggunakan air.
.
2. Pewarnaan Kapsul
Banyak spesies bakteri melakukan sintesis polimer ekstraseluler yang berkondensasi dan membentuk lapisan di sekeliling sel dan disebut kapsul. Pada umumnya banya berupa polisakarida. Pada medium agar, koloni bakteri yang berkapsul tampak sebagai koloni berlendir. Umumnya bakteri berkapsul lebih tahan terhadap efek fagositosis dari daya pertahanan badan. Seperti Streptcocus mutans yang membentuk plak dan merusak pada gigi.
Beberapa jenis bakteri dan amoeba hijau-biru mengeluarkan bahan-bahan yang amat berlendir dan lengket pada permukaan selnya, melengkungi dinding sel. Bila bahan berlendir tersebut kompak dan tampak sebagai suatu bentuk yang pasti ( bundar/lonjong) maka disebut kapsul, tetapi bila tidak teratur bentuknya dan menempelnya pada sel kurang erat maka disebut selaput lendir.
Kapsul dan lendir tidaklah esensial bagi kehidupan sel, tapi dapat berfungsi sebagai makanan cadangan, perlindungan terhadap fagositosis ( baik dalam tubuh inang maupun dialam bebas ) atau perlindungan terhadap dehidrasi. Kemampuan menghasilkan kapsul merupakan sifat genetis, tetapi produksinya sangat dipengaruhi oleh komposisi medium tempat ditumbuhkannya sel-sel yang bersangkutan. Komposisi medium juga dapat mempengaruhi ukuran kapsul. Ukuran kapsul berbeda-beda menurut jenis bakterinya dan juga dapat berbeda diantara jalur-jalur yang berlainan dalam satu spesies.
Pada beberapa jenis bakteri adanya kapsul sebagai petunjuk virulensi. Semua kapsul bakteri tampaknya dapat larut dalam air. Komposisi kimiawi kapsul ada yang berupa glukosa ( misalnya dektrosa pada leokonostok mesendteroides), polimer gula amino (misalnya asam hialuronat pada Staphylococcus piogenik), polipeptida (misalnya polimer asam D-glutamat pada Bacillus antraksis) atau kompleks polisakarida protein ( misalnya B disentri).
Simpai biasanya diperlihatkan dengan cara pewarnaan negatif atau modifikasi dari cara itu. Salah satu pewarnaan simpai (kapsul) ini ( metode Welch) meliputi pemberian larutan kristal ungu panas disusul kemudian dengan pencucian dengan larutan tembaga sulfat. Tembaga sulfat ini digunakan untuk menghilangkan zat warna berlebihan karena pencucian biasa dengan air akan melarutkan simpai. Garam tembaga memberi pula warna pada latar belakang, sehingga sel dan latar belakang akan tampak biru tua dan simpai berwarna biru yang lebih muda.
Daftar Pustaka
Noverita. Widowati, R. Yulneriwarni. Darneli. Penuntun Praktikum Mikrobiologi. Fakultas Biologi Universitas Nasional. Jakarta, 2009.
Syachrurraahman, A. Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran. Binarupa Aksara. Jakarta, 1994.
No comments:
Post a Comment