Sunday, April 8, 2007

Sajak malangkabut dan Resensi


Encode


Sebuah intrikasi
Memanggilku; menekuk lutut pada sosok hawa
Mengarungi kepekatan-kepekatan dan encer-encer
O! engkau yang menabuh genderang dilubukku
Melebur lumbung-lumbung suci tempat aku tengadah
Membawaku bersua dengan gajah-gajah, harimau, bahkan singa
Waluapun setiap lekukmu adalah madu
Apakah aku sudah…?
Melawan dan melewati pagar batas kuasa diri
Sebagai fitrah
Ketundukan-ketundukan bertanduk; ganas
Mendecode ke-adaman
Bukan keangkuhan
Padahal aku tidak berani beucap tulus
Aku serius atau tidak
Akan tetapi, aku akan
Selalu berusaha hijau dimatamu
Dan entah!
Apa nanti akan melebur menjadi merah jambu
Wahai …
Menunggulah sampai kesabran terakhirku
Takluk pada
keperempuananmu


Guluk-Guluk, 18 Januari 2007



Resensiq




Judul Buku : Dzikir-Dzikir Cinta

Penulis : Anam Khoirul Anam

Penerbit : Diva Press

Tebal : 329 Halaman

Cetakan : Pertama, September 2006

Peresensi : Mohammad Arif Rifqi*

Diantara sisi gelap dan sisi terang, ada sisi biru yang menyertainya (hal. 8)

Khazanah kehidupan dunia pesantren bak khazana cinta; semakin dalam dikuak semakin menarik. Keunikan-keunikan pesantren tidak lepas dari adanya "orisinalitas konsepsi" dalam pembentukan mental dan intelektual santri yang sesuai dengan ajaran islam. Tentunya dengan seperangkat undang-undang otonomis yang mengikat, pesantren menjadi wadah yang telah dan tengah melahirkan intelektual-intelektual mampuni. Menariknya lagi, ada konsep barokah yang menjadi pokok mata pencaharian santri.

Barokah tampak sebagai otority sources pada peran penting kesuksesan santri. Banyak riwayat tentang kekeramatan barokah. Seperti sosok santri cerdas, pintar, adil selama ada di pesantren tiba-tiba malah menjadi bromocorah di masyarakat. Singkat kata, ada sebuah kesalahan yang membuatnya tidak mendapatkan barokah. Sehingga, kepatuhan dan penghormatan santri terhadap Kiai sangat kental dan penuh dengan pengharapan barokah.Bagaimana jika kemudian barokah bermasalah dengan cinta?Cinta datang tidak mengenal tempat, tidak juga pesantren. Melalui novel segar buah karya salah satu santri Pondok Pesantren Mahasiswa Hasyim Asy'ari ini menyuguhkan realitas tersembunyi tentang romantisme pesantren dengan berani; kisah cinta di pesantren yang sangat ditabukan terwujud dan terjalin romantis dan eksplosif. Sebuah kisah haru yang dimulai dengan petualangan penuh perjuangan seorang santri bernama Rusli yang dipercayai sebagai abdi dalem di sebuah pesantren yang diasuh oleh Kiai Mahfud. Rusli jatuh hati kepada salah satu santriwatinya Gus Mu'ali sahabat Kiai Mahfud, ketika dia mencoba untuk membuktikan keampuhan ilmu ngrogo sukmo untuk melakukan infiltrasi ke asrama putri di pesantrennya Gus Mu'ali. Dia berkali-kali datang walaupun pada mulanya dia hanya ingin melakukan "hubungan sukma" dengan salah satu santriwati yang bernama Sukma. Akan tetapi, usaha itu sia-sia, setelah Sukma lebih membiarkan hasrat cintanya terfokus kepada Tuhan dengan tahajjud, dan mengaji Al-Qur'an di tengah malam. Inilah yang membuat Rusli terpesona dan bahkan menangis meratapi kesalahan-kesalahannya semula.Lebih seru lagi ketika tiba-tiba Rusli mendapat kesempatan menjadi assisten guru ngaji di Pondok Putri yang diasuh Gus Mu'ali.

Singkatnya, dengan keberanian dan rasa cinta yang tulus Rusli an Sukma menjalin hubungan asmara secara sembunyi-sembunyi.Akan tetapi, di tengah-tengah romantisnya hubungan mereka, Fatimah, putri Kiai Mahfud menaruh hati kepada Rusli dengan mencoba jujur tentang perasaannya kepada ayahnya, setelah ditanya komentarnya terhadap lamaran Kiai Lathif. Akhirnya Rusli tidak dapat memilih lagi. Rusli terpaksa memilih hidup dengan Fatimah, dengan alasan dia takut kualat kena murka Kiai, nanti nggak dapat barokah!Novel ini mencoba menghadirkan realita cinta di pesantren dan releguitas yang tak kalah menarik.

Banyak pelarian pintas yang dilakukan oleh remaja ketika menghadapi masalah seperti yang dialami Sukma. Akan tetapi, sosok Sukma malah semakin dekat dengan sang Khaliq—walaupun tidak harus ketika putus cinta—ketika jiwanya tergoncang dan remuk oleh keputusan Rusli. Disini terletak makna cinta yang lebih dewasa dan lebih pantas disandang oleh seorang pecinta. Kalau kita lihat dalam realitas kehidupan remaja cinta dan nafsu acap kali kabur. Releguitas kisah mereka juga diiringi pengalaman-pengalaman teologis dan pendidikan mereka mulai sejak kecil hingga dewasa. Dan disitulah letak keunggulan novel ini dibandingkan dengan novel-novel sastra (pesantren) lainnya. Religuitas yang romantis berpadu menjadi "respon linguistik" yang tak terbahasakan.Alur yang eksplosif, narasi yang lugas, dan sistematika bahasa yang mudah dimengerti, menjadikan rangkaian hikmah yang bisa dipetik lebih menarik dan sangat layak dibaca oleh siapa saja. Karena novel ini selain menceritakan keunikan-keunikan pesantren juga terdapat wadah pengeksplorasian pesan-pesan religuis-romantis—yang acap kali dikaburkan dengan dalih cinta yang tersembunyi diantara nafsu dan syahwat belaka.

Dengan demikian, kompleksitas khazanah pesantren bukan hal tabu antara sorogan, kitab kuning, kisah biru dan serba kekakuan, tapi juga ada romantisme yang semula tersembunyi kini mulai muncul. Sumbangsih pesantren terhadap masyarakat, bangsa dan negara sangatlah besar. Termasuk juga jika anda "membaca novel ini".

Jangan tanyakan apa yang membuatmu begitu cantik. Namun, sekali-kali bertanyalah apa yang membuat kejelekanmu terlihat begitu indah(hal. 19).




No comments: