Memaknai hidup bukan dengan meghindari hal yang jelek dan senantiasa berbuat baik. Akan tetapi,memaknainya dengan mesyukuri; yaitu dengan berani mengahadapi tantangan, bukan menghindarinya adalah lebih baik..:)
Thursday, December 11, 2008
sebuah catatan terinspirasi dari (Jurney into The Centre of the Earth)
Tuesday, November 18, 2008
potret tunggal
lewat foto-foto yang "ditunggalkan" dengan mesin corp....
aku mencoba melawati aral hidup dengan senyum dan tangis...
oh..! (^_^)
penantian itu datang juga..
sebuah armada kasih sayang yanga selama ini memberontak di hatiku...
tertumpah ruah ke dalam sebuah cawan kasih sayang
"hidup hanya sekali, maka, jangan tangung-tanggung"
begitu STA bertutur,
di balik tembok gemerlap ilmu pengetahuan di kampusku
subhannallah..!
perjalanan terjal sedang kutempuh dengan sepeda "condor"
antara Lebak bulus-Pejaten Pasar Minggu
perjalanan beraral sedang kutempuh, bolak-balik antara hutan rimba-dan dunia akademika
di satu dunia,
ada sebuah gundukan tanah berpenduduk sangar...
tempat aku lahir dan beranjak menatap sang surya..
walaupun silau...
aku masih dapat berfotosintesis melalui kasih sayang yang dipancarkan lewatnya
subhanallah..!
...di mana gundukan garam itu mengobarkan semangatku...!
yang diam-diam menyulut ganas,
sedikit demi sedikit tumbuh di kereta Kertajaya dan Gaya Baru Malam
..kisah sebuah perjuangan antara pasar turi-pasar senen
di sebuah oservatorium raksasa berjuluk
"Universitas Perjuangan"
Tuesday, October 28, 2008
info konservasi
MEDAN, SENIN - Burung asal Rusia dan Siberia yang bermigrasi ke Australia mulai singgah di pesisir timur Sumatera. Namun burung itu tidak lagi singgah di kawasan yang mengalami kerusakan lingkungan. Mereka yang merupakan burung penyuka pantai basah ini hanya singgah di tempat yang terjaga kelestariannya.
"Mereka yang singgah semakin sedikit di vegetasi bakau. Kawasan hutan bakau banyak mengalami perubahan fungsi. Burung-burung itu berpindah tempat singgah ke tempat yang lebih terjaga kondisinya," tutur Agung Siswoyo pengendali ekosistem hutan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sumatera Utara, Senin (13/10) saat ditemui di Medan.
Agung mengatakan kawasan yang mengalami kerusakan itu ada di Suaka Margasatwa Karang Gading Langkat Timur Laut. Di kawasan yang merupakan vegetasi bakau ini sebagian mengalami perubahan fungsi menjadi kawasan pemukiman, tambak ikan, dan perkebunan sawit. Burung-burung itu singgah bergeser ke arah timur di daerah Percut Sei Tuan, Deli Serdang.
Burung migran ini transit di pesisir timur Sumatera untuk mencari makan di pantai basah. Di lumpur itulah mereka menemukan makanannya berupa ikan kecil, udang, dan cacing, tutur pemerhati burung migran dari Akhmad Junaidi Siregar Bio Palas (lembaga pemerhati lingkungan) Fakultas Matematika Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA) Universitas Sumatera Utara (USU).
Bio Palas, tutur Junaidi, melakukan penelitian sebanyak 20 kali sejak awal 2006. Lokasi pengamatan itu berada di pesisir hutan mangrove Percut (Deli Serdang), pesisir Tanjung P ura (Deli Serdang), Pantaui Sialang Buah (Serdang Bedagai), Pantai Baru (Serdang Bedagai), Pantai Mutiara Indah (Serdang Bedagai), dan Pesiri Klambir (Deli Serdang).c
info konservasi
JAKARTA, SELASA - Indonesia mengajukan satu lagi usulan menambah cagar biosfer kepada Organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan atau Unesco. Hingga tahun 1988, Indonesia memiliki enam cagar biosfer yang tersebar di beberapa provinsi.
Usulan cagar biosfer (CB) yang diajukan ke Unesco itu akan diberi nama CB Giam Siak Bukit Batu di Kabupaten Bengkalis dan Siak, Provinsi Riau. ”Tinggal menunggu keputusan Unesco,” kata Deputi Ilmu Pengetahuan Hayati Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Endang Sukara di Jakarta, Senin (20/10).
Keenam CB yang sudah ada, yaitu CB Cibodas (zona inti meliputi Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango sejak tahun 1977), CB Tanjung Puting (zona inti TN Tanjung Puting, 1977), CB Lore Lindu (zona inti TN Lore Lindu, 1977), CB Komodo (zona inti TN Komodo, 1977), CB Gunung Leuser (zona inti TN Gunung Leuser, 1981), dan CB Pulau Siberut (zona inti TN Siberut, 1981).
Sejauh ini, ada perbedaan antara CB yang diusulkan dengan yang eksis. Usulan CB di Riau berzona inti pada kawasan konsesi hutan tanaman industri (HTI) ”milik” empat perusahaan di bawah Sinar Mas Forestry seluas 72.255 hektar.
Sementara itu, zona inti enam CB lainnya merupakan taman nasional. Fakta itu menimbulkan persoalan, karena Departemen Kehutanan berpendapat statusnya harus diubah dulu menjadi taman nasional.
”Sebenarnya tidak harus diubah. Cagar biosfer itu merupakan konsep penanganan, bukan kawasan dan statusnya,” kata Endang Sukara.
Program Konservasi Sinar Mas Forestry, Haris Surono, menyatakan, pihaknya berharap status zona inti calon CB Giam Siak Bukit Batu tetap HTI. Perubahan status lainnya dikhawatirkan akan membuat kaku penanganan.
Kondisi alam
Secara geografis, kondisi alam calon CB Giam Siak Bukit Batu merupakan hutan gambut dataran rendah dengan beberapa danau alam. Kawasan itu diapit Suaka Margasatwa Bukit Batu dan Giam Siak Kecil, yang sebelumnya akan diperuntukkan sebagai kawasan konservasi empat perusahaan pemegang konsesi.
Secara alami, lahan gambut merupakan kawasan penyimpan karbon dan air. Alih fungsi lahan akan memaparkan emisi dalam skala besar dan dapat mengganggu jasa lingkungan. ”Atas beberapa pertimbangan, kawasan itu kami putuskan sebagai kawasan konservasi,” kata Haris.
Diakui dia, ada agenda perdagangan karbon dengan menjadikan kawasan tersebut seba- gai kawasan konservasi. ”Jadi, konservasi juga untuk bisnis, bukan hanya konservasi saja,” tuturnya.
Menurut Endang, terlepas dari rencana perdagangan karbon, keputusan menjadikan zona inti cagar biosfer akan mewujudkan koridor alam satwa di kawasan Giam Siak Kecil dan Bukit Batu, di Provinsi Riau.
Fungsi cagar biosfer
Sesuai kesepakatan Unesco, selain untuk konservasi alam dan budaya, cagar biosfer merupakan model mewujudkan pembangunan berkelanjutan. Keberadaannya bukan mengarah pada status kawasan, tetapi konsep penanganan sehingga di antaranya ada stasiun riset.
Cagar biosfer memiliki tiga zona, yakni zona inti, zona penyangga, dan zona transisi. Zona inti untuk konservasi sumber daya alam, pemantauan ekosistem, dan penelitian. Zona penyangga untuk kegiatan kerja sama yang tidak bertentangan dengan fungsi ekologis, sedangkan zona transisi tempat berbagai kegiatan pertanian, pemukiman, dan lainnya.
Di Indonesia, seluruh kawasan taman nasional merupakan zona inti CB, yang bisa dimanfaatkan berdasarkan rekomendasi otoritas penelitian.
Monday, October 20, 2008
cibodas visiting report
15 Oktober 2008
Oleh : Moh. Arif Rifqi
073112620150012
1. Pendahuluan
Lichens adalah simbiosis antara fungi (mikobion) dengan algae (fikobion). Lichens bisa menjadi indikator bersihnya lingkungan di sekitar daerah yang terdapat Lichens. Simbiosis antara kedua komposisinya dapat menjadi mutulaisme, helotisme, dan parasitisme. sebab, pada beberapa jenis Lichens didapati bahwa Fungi lebih mendominasi dibandingkan Lichens dan mutualisasinya hanya berlangsung sementara. Lichens hidupnya menempel pada pohon dan batu, ada yang menempel ketat dan ada yang mudah terkelupas
Bryophyta (lumut) adalah tubuhan yang termsuk ke dalam kelas rendah. Lumut banyak dimanfaatkan sebagai jamu. Ia juga banyak dimanfaatkan sebagai bahan obat-obatan dan cenderung mudah didapatkan di mana saja. Ia hidup menempel pada tumbuhan atau bebatuan. Pada bebatuan ia dapat membuat lapuk, sehingga batu yang lapuk dapat bersatu dengan tanah dan dapat ditumbuhi oleh tumbuhan lain. Oleh karena itu, ia disebut juga dengan tumbuhan pioner.
Kebun Raya memiliki fasilitas Taman Lumut yang mengoleksi kurang lebih 235 jenis. Namun, untuk lichens, saya dan tim mempelajarinya sepintas di pohon-phon sepanjang perjalanan dari pintu masuk ke Taman Lumut.
Tujuan dari pembuatan laporan ini adalah melaporkan hasil kujungan dan parktikum taksonomi tumbuhan tentang lichens dan bryophyta di Kebun Raya Cobidas pada tanggal 15 Oktober 2008
2. Sekilas Pandang Kebun Raya Cibodas
Kebun Raya Cibodas didirikan oleh Johannes Ellias Teysmann pada tanggal 11 April 1852 di Cibodas yang ditandai dengan ditanamnya Kina (Chincona calisaya Wedd.) di Tanah Cibodas. Luas Kebun Raya Cibodas adalah 125 Ha yang berada di kaki Gunung Gede Pangrango.
Kebun Raya Cibodas didirikan melewati masa jajahan Hindia Belanda dan Jepang. Pada awal berdirinya, ia dikelola oleh para botanist Hindia Belanda dan setiap masa selalu mengalami perkembangan. Pada mulanya ia merupakan cabang dari Kebun Raya Bogor, tetapi, kemudian berkembang sampai sekarang menjadi UPT Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Cobidas yang bernaung di bawah Lembanga Ilmu Pengetahuan Indonsia (LIPI).
Sejak Indonesia lepas dari jajahan Hindia Belanda, ia masih belum dikelola oleh putra Indonesia. Sejak 1952, baru pengelolaannya di pegang oleh putra-putra Indonesia. Sejak tahun itu sampai sekarang, ia mengalami 19 kali pergantian kepala. Kepala Kebun Raya Terakhir adalah Ir. Holif Immamudin yang menjabat sejak 2002 sampai sekarang.
Pada tahun 2006 diremsmikan Taman Lumut sebagai sarana konservasi ex situ jenis-jenis lumut se Indonesia. Pembangunannya dimulai pada tahun 2004 oleh tim dari LIPI dengan melakukan eksplorasi, ekspedisi, dan identifikasi janis-jenis lumut di Indonesia.
3. Hasil Kegiatan
Sebelum saya dan Tim sampai di Taman Lumut, kami memperhatikan dan sebaagian mencatat beberapa jenis Lumut dan Lichens yang kami temukan sepanjang perjalanan. Saya hanya mencatat beberapa, yaitu : Locobrium sp., Maichantia sp., Dumoliea sp., Lignea sp., Symphogna sp., Fogontaum sp., dan Jungermnia sp. Untuk Lichens, saya banyak menemukan jenis Parmelia acetabulum dan Lobaria sp. yang menempel di pohon-pohon dan batu.
Pada kegiatan ini saya mencatat 20 jenis Bryophyta pada dua lokasi kebun Lumut Kebun Raya Cibodas, yaitu bagian kebun yang berbentuk peta Kebun Raya Cobidas terdapat 19 dan di daerah berlogo LIPI hanya satu jenis. Mereka ialah :
1. Phyrrobyrum spiniforme (Family Rhyzogoniaceae)
2. Hymonodon serceus (Family Rhyzogoniaceae)
3. Hypopterygium ceylanicum (Family Hypopterygiaceae)
4. Thuidium meyenianum (Family Thuidiaceae)
5. Thuidium plumolossum (Family Thuidiaceae)
6. Thuidium cymbifolium (Family Thuidiaceae)
7. Plagiomnium succulentum (Family Mniaceae)
8. Cympolpus seratus (Family Dicranaceae)
9. Macrmitrium blumei (Family Orthoricaceae)
10. Macrmitrium fasciculare (Family Orthoricaceae)
11. Mniodendron divarratum (Family Hypnodendarceae)
12. Pogonatum mesii (Family Poltricoceae)
13. Trismagestia brauniana (Family Sematophylaceae)
14. Hypnum plumaeforme (Family Hypnaceae)
15. Acanthorrynciunz papillatum (Family Sematophylaceae)
16. Hypnodendron jughuhnii (Family Hynodraceae)
17. Leucobryum aducum (Family Leucobraceae)
18. Leucobryum scabrum (Family Leucobraceae)
19. Leucobryum javanse (Family Leucobraceae)
20. Dan satu jenis dari kotak yang belogo LIPI yaitu Thuidium sp. (Family Thuidiaceae)
Pada beberapa jenis yang disebutkan di atas, saya juga memperhatikan alat perkembangbiakan lumut melalui spora yang berupa arkegonium (betina) dan anteredium (betina). Kedua alat kelamin ini tersebar membentuk kelompok-kelompok.
Selain itu, saya dan tim juga mengunjungi Taman Paku, Jalur Araucaria, Guest House, dan Rumah Kaca. pada sesi ini, saya melihat bayak sekali jenis-jenis anggrek (Orchidae) dan Kaktus di dalam rumah kaca. Namun saya tidak banyak memperhatikan nama-namanya.
4. Kesimpulan
Dari hasil praktikum dan kunjunagn saya, dapat diperoleh kesimpulan bahwa Lichens dan Bryophyta sangat beraneka ragam dan mempunyai banyak manfaat bagi kesemibangan alam. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan inventarisasi jenis-jenis lumut yang ada di Indoensia seperti program Taman Lumut di Kebun Raya Cibodas.
5. Ucapan Terima Kasih
Terima kasih kepada Tim Dosen Taksonomi Tumbuhan (Dra. Sri Handayani, M. Si., Dra. Dwi Andayaningsih, MM., Dra, Noverita, M. Si.) yang telah memberikan ilmu-ilmunya, teman-teman angkatan 2007 dan teman-teman satu kelas, juga pihak-pihak yang membantu kegiatan ini.
Daftar Rujukan
Andayaningsih, Dwi. tt. Lichens (Lumut Kerak) hand out Kuliah Taksonomi Tumbuhan tanggal 14 Oktober 2008.tp.
Tjirosoepomo, Gembong. 1981. Taksonomi Tumbuhan. Bhrata Karya Aksara. Jakarta
Soerohaldoko, Soetomo, et. All. 2006. Sejarah Kebun Raya Cibodas. LIPI. Bogor
Penjelasan Guide Kebun Raya Cibodas dan Dosen Pendamping
Sunday, September 21, 2008
Makhluk Renik Tahan Radiasi Ruang Angkasa
Radiasi elektromagnetik yang dipancarkan Matahari berbahaya jika terpapar langsung ke tubuh manusia. Namun, beberapa jenis hewan mungkin tahan. Misalnya, hewan renik yang sering disebut beruang air (Tardigrada).
Menurut laporan yang dilansir jurnal Current Biology terbaru, beruang air merupakan hewan pertama yang terbukti tahan hidup dalam ruangan hampa dan terpapar langsung radiasi Matahari di luar angkasa. Beruang air merupakan hewan multisel (bersel banyak), tak bertulang belakang, dan berukuran sekitar satu milimeter. Hewan tersebut hidup di hampir semua sudut ekosistem di belahan dunia.
Sejak lama hewan tersebut diketahui memiliki ketahanan tinggi terhadap lingkungan yang kering. Tubuhnya tahan meskipun kehilangan air hampir 100 persen. Saat mengalami dehidrasi seperti itu, beruang kutub akan melakukan dormansi (tidur panjang) sehingga metabolisme berhenti untuk sementara waktu. Pada kondisi dormansi tersebut, hewan ini menyesuaikan struktur selnya sampai tersedia kembali air dan kembali aktif.
Setahun lalu, Ingemar Jonsson, seorang pakar ekologi dari Universitas Kristianstad Swedia, membawa 3.000 ekor organisme renik tersebut dalam perjalanan 12 hari ke luar angkasa. Tujuannya mempelajari peluangnya hidup di lingkungan ekstrem luar angkasa.
"Temuan kami memastikan bahwa ruang hampa yang menyebabkan dehidrasi ekstrem dan radiasi kosmis bukan masalah bagi beruang air," ujar Jonsson. Namun, radiasi ultraviolet Matahari tetap merusak sel-sel tubuh hewan tersebut walaupun sebagian di antaranya tetap dapat bertahan hidup.
Jonsson menduga beruang air tetap mengalami kerusakan DNA saat terpapar radiasi tersebut. Hanya saja, gen yang dimilikinya mungkin memiliki kemampuan memperbaiki bagian tubuh yang rusak dengan cepat. Mungkin terdapat molekul khusus yang mengatur pemulihan tersebut.
Jika benar demikian, penelitian terhadap beruang air akan memberikan informasi berharga untuk mengembangkan pengobatan terhadap penyakit-penyakit turunan. Pada riset selanjutnya, para ilmuwan ditantang untuk mengetahui mekanisme di balik kemampuan beruang kutub mengatasi radiasi.
"Pengetahuan apa pun mengenai pemulihan kerusakan genetika merupakan pusat ilmu kedokteran," ujar Jonsson. Terapi radiasi untuk pengobatan kanker saat ini masih menghadapi masalah karena sel-sel yang sehat ikut berisiko rusak karena terpapar.kompas.com
Sunday, September 14, 2008
tunanan journal
SHORT COURSE 2008 DI TUANAN KALIMANTAN TENGAH
Ekologi Primata; Teori dan Metode Pengamatan di Lapangan
Oleh :
Moh. Arif Rifqi
FAKULTAS BIOLOGI UNIVERSITAS NASIONAL, JAKARTA
BEKERJASAMA DENGAN
AIM ZURICH UNIVERSITY SWISS
Beberapa hari sebelum ujian, di papan infromasi Fakultas Biologi UNAS, terpampang infromasi mengenai kegiatan Short Couse yang diselenggarakan oleh Fakultas Biologi UNAS bekerjasama dengan Zurich University Swisterland tentang Ekologi Primata; Berikut dengan Teori dan Metode Pengamatan di Lapangan. Saya merasa tertarik untuk mengikuti kegiatan tersebut, terlebih ketika tahu bahwa kegiatan ini gratis. Alhamdulillah, setelah saya mengirimkan lamaran untuk mengikuti kegiatan ini, tepat pada tanggal 3 Juli 2008 saya melihat nama saya termasuk di antara daftar nama mahasiswa lain yang lulus kualifikasi untuk ikut kegiatan ini. Sehari kemudian semua peserta kegiatan ini berkumpul di ruangan Dekan untuk membicarakan mengenai persiapan pemberangkatan.
Singkat cerita pada tanggal 12 Juli 2008, tim Short Course yang terdiri dari 10 peserta, 7 di antaranya adalah mahasiswa dan 3 dosen menerima teori dan metode pengamatan di lapangan dari Prof. Dr. Carel van Schaik dari AIM Zurich University di ruangan Laboratorium Mikrobiologi dan Genetika. Mereka adalah Kak Wulan, Kak Indah, Kak Taufik, Kak Devi, Kak Hesmi, Diki dan saya sendiri. Sementara dari dosen adalah Drs. Gautama Wisnubudi, MSi., Dra. Retno Widowati, MSi., Dra. Noverita, MSi., dan Drs. Tatang Mitra Setia MS. Walaupun jadwal agak molor, presentasi dapat berlangsung dengan baik. Sampai sore kegiatan pembukaan ini selesai. Walaupun tidak semua materi selesai di sampaikan, itu dipending terlebih dahulu dengan harapan dapat dilanjutkan pada hari berikutnya di Palangkaraya.
Saya sudah mempersiapkan perlengkapan dan kebutuhan untuk kegiatan ini sebelum berangkat ke Lab. Sebab, saya merencanakan untuk berangkat dari rumah Dikky dengan alasan di antaranya, saya belum pernah ke bandara Soe-Ta dan pengiritan dana. Terus terang, uang yang saya bawa tidak lebih dari seratus ribu rupiah saja, dan itu harus cukup untuk biaya jajan di sana dan oleh-oleh.
Setelah presentasi, saya di suruh Pak Tatang untuk menemani Prof. Carel ke Hotel Maharani di daerah Mampang. Setelah itu, saya langsung ke rumah Dikky. Ada hal lucu yang terjadi setelah itu, binocular yang saya pinpukul dari lab. Zoologi tertinggal di sekret KSPL ”Chelonia”, untung saya pegang kuncinya. Tanpa pikir panjang saya langsung kembali ke Lab. dan mengambilnya dan kembali lagi ke rumah Dikky. Malam Tanggal 13 Juli 2008 saya dan Dikky sibuk menyiapkan dan mengecek barang-barang yang mesti dibawa. Setelah itu, kami istirahat untuk persiapan besoknya.
Pada pukul 04.00 WIB tanggal 13 Juli 2008 saya dan Dikky bangun, kemudian mandi dan kembali mengecek barang-barang yang akan kami bawa. Setelah semuanya siap, kami sarapan pagi terlebih dahulu. Setelah semua barang dimasukkan ke mobil Dikky, kami tidak lupa menjemput Pak Tatang. Setelah salat subuh di mushalla SPBU terdekat, kami langsung menuju Bandara Internasional Soekarno-Hatta. Sesampainya di sana, ternyata Pak Gautama tiba duluan—dua setengah pukul sebelum pemberangkatan. Sambil menunggu teman-teman yang lain dan beberapa dosen, saya hanya bisa melihat-lihat di sekeliling bandara. Tidak lama kemudian kami semua berkumpul dan cek in dengan pemeriksaan yang ketat di bandara. Setelah memasukkan barang-barang berat ke loket bagasi, saya dan peserta Short Course yang lain menuju ke tempat peberangkatan. Karena jadwal pemberangkatan masih agak lama, kami jalan-jalan terlebih dahulu di sekitar bandara.
Tepat pada pukul 07.45 pesawat Garuda yang kami tumpangi berangkat dari Bandara Soe-Ta. Di pesawat saya satu deret dengan Dikky dan Kak Indah. Selama perjalanan, saya tidak lupa berdoa dan bersyukur untuk pertama kalinya naik pesawat. Walaupun agak gugup, tapi akhirnya terbiasa juga. Pemandangan dari atas peswat sangat indah. Seperti lautan yang mengahmpar luas dan menakjubkan. Gumpalan awan seolah-olah seperti salju di kutub selatan dan utara. Indah sekali, apalagi kami (saya, Dikky, dan Kak Indah) selalu melontarkan humor-humor segar selama perjalanan. Setelah dihidangi makanan oleh Pramugari, kamipun terlelap. Perjalanan dar Jakarta ke Palangkaranya kira-kira kami tempuh sekitar 1 pukul 22 menit. Sekitar pukul 10.45 WIB kami mendarat di Bandara Tjilik Riwut Palangkaraya, suhu di sana sekitar 270C.
Walaupun suhu lebih rendah dari Jakarta, di Palangkaraya angin cenderung labih sedikit berhe,bus dibandingkan dengan di Jakarta. Jadi, terasa seolah-olah lebih panas. Setelah saya dan rombongan mengambil barang, kami sedikit mengambil gambar di bandara. Karena di luar Kak Gurit Cs sudah menunggu. Setelah keluar dari bandara, kami langsung menuju Mess di Palangkaraya, tempat di mana kami tinggal sementara.
Sesampainya di sana, kami langsung membawa barang-barang masing-masing ke kamar masing-masing. Saya satu kamar dengan Dikky, Kak Taufiq, dan Pak Gautama. Saya menyempatkan diri istirahat sebentar dan setelah itu ngobrol dan bercandaria di teras depan. Pada malam harinya, kami makan malam di Palangkaraya Mall dengan mengendarai ankot sambil berdesak-desakan dan tentu penuh dengan canda-tawa. Setelah makan malam kami langsung balik ke Mess dan Prof. Carel melanjutkan presentasi Teori dan Metode pengamatan di Lapangan dengan menitik tekankan pada proyek penelitian sarang Orangutan dan pembagian kelompok. Setelah kelompok di bagi, saya ada di kelompok D yang beranggotakan Pak Odom, Kak Wulan, Kak Indah, dan saya sendiri—walaupun nanti ditambah Pak Kia setelah samapi di Tuanan. Mata terasa sangat ngantuk, dan sayapun tanpa disadari tertidur di dapan televisi bersama Dikky.
Pada tanggal 14 Juli 2008, sesuai dengan rencana, saya dan rombongan bersiap-siap menuju Base Camp Tuanan. Dua mobil sejenis Kijang versi terbaru dan sebuah mobil Rangger dengan gagah telah menunggu keberangkatan kami. Setelah semua barang bawaan siap, kami langsung berangkat tepat pada jam 12.31 di jam HP saya. Dalam satu mobil, saya bersama dengan Pak Tatang, Bu Nover, Bu Retno, Kak Wulan, dan dua anak Mapala Sylva Universitas Palangkaraya si Samuel dan Santi. Di tengah perjalanan, saya memandangi alam kalimantan dan melihat langsung bekas logging di sisi jalan. Selama perjalanan, saya lebih banyak tidur dari pada aktivitas lain di mobil. Jalan sangat lancar dan enak, apalagi didukung dengan mobil yang mantap; lelap. Baru pada sekitar pukul 12.00 WIB kami makan siang di dekat jalan persimpangan antara jalan menuju Palangkarya dan Banjarmasin. Seperti biasa, makan siang kali ini tetap di tarktir sama Bos Carel. Setelah makan, saya dan rombongan langsung menuju tempat penyebarangan Sungai Kapuas di Mandomai dengan ferrry sederhana. Karena khawatir, fondasi kayu penyebarangan tidak kuat, maka penumpang mobil satu persatu turun dari mobil dan mobil menyebrang satu persatu secara bergiliran.
Setelah semua mobil menyebarang, kami melanjutkan perjalanan ke Mentangai untuk langsung menuju Tuanan. Perjalanan sesi kedua ini agak sedikit mengganggu renacana tidurku. Jalan tidak lagi semulus semula. Tetapi tak jarang juga saya tertidur, sebab perut sudah kenyang disertai capeknya perjalanan; saya membayangkan seperti perjalanan dari ujung Madura ke Surabaya.
Sesampainya di Mentangai, kami memasukkan barang-barang terlebih dahulu ke boat, menyusul satu persatu anggota rombongan menaikinya. Setelah semuanya siap, boatpun melaju dengan akselerasi yang harmonis. Di tengah perjalanan saya menyaksikan pemnadangan yang luar biasa indahnya. Di tengah aliran anak Sungai Kapuas, berjejer pohon-pohon yang lebat; apabila melihat ke belakang dapat menyaksikan air yang membelah rapi dan angin kencang menghembus dari depan; kadang pula melihat pemukiman penduduk yang semi-tradisional di pingir sungai. Yang menarik, di pinggiran sungai kadang saya menemukan gereja dan masjid yang mungil. Menurut kabar, antara agama yang satu dengan agama yang lain di daerah kalteng jumlahnya hampir mirip satu sama lain. Karena hal-hal itulah, saya lebih memilih berdiri di margin boat, dari pada kursinya. Saya tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini untuk ”melahap-habis” pemandangan sungai Kalimantan. Rabbana ma khalaqta hadza batilan.
Suasana sore menambah indah pemandangan sungai, dengan riak air yang tenang dipecah oleh ujung boat yang melaju kencang, beramu harmonis dengan suasana hati yang gembira mendapatkan kesempatan berharga ini. Tidak lama kemudian, kamipun sampai di Pasir Putih, tempat pelabuhan boat di Tuanan. Pantas dengan namanya, di daerah ini pasir putih—seputih kapur—menghampar luas, dan konon pasir tersebut ditambang untuk dikomersilkan. Perjalanan kurang lebih 2 km menuju Base Camp diwarnai dengan sambutan aneka tumbuh-tumbuhan di sekitar jalan. Kata Pak Tatang, di daerah tersebut pada Tahun 2003 mengalami kebakaran dan tahun 2008 sudah mulai melebat. Banyak kami temukan Nephentes Sp. di sekitar jalan. Tepat pada pukul 16.15 WIB saya tiba di base camp. Kamar saya di lantai dua bersama dengan Dikky, Samuel (Samy), dan Kak Taufiq. Bersebelahan dengan kamar Pak Tatang dan Pak Gautama.
Pada malam harinya, kami berkumpul di ruangan makan untuk makan malam. Setalah itu kami berdiskusi dan merencanakan kegiatan pada hari pertama. Kelompok saya mendapatkan job yang sama dengan kelompok E untuk mendata fenologi pohon di jalur WS dengan data yang harus diselesaikan selama dua hari sebanyak 800 pohon. Setalah diskusi selesai, kami balik ke kamar masing-masing untuk istirahat dan mempersiapkan tenaga untuk frist trip besoknya. Data yang akan kelompok D ambil meliputi: Brance Angel, Canopy Cover, Leaf Distribution, Leaf Size, Leaf Texture, Nesting (class, position, PPD, dan high). Tanpa terlalu banyak basa-basi, saya pun terlelap dengan harapan pagi dapat bangun dengan suasana lebih baik.
Tanggal 15 Juli 2008.
Hari pertama turun langsung ke lapangan. Setalah sarapan pagi, saya langsung siap-siap untuk ke lapangan. Dengan segala macam perlengkapan lapangan, saya dan kelompok saya berangkat bersama dengan kelompok lain untuk pengenalan dasar tentang lapangan dan teknik pengukuran. Saya berjalan di atas track papan di sepanjang jalur WS dengan peserta Short Course yang lain. Papan agak licin. Sebab, semalam sebelumnya hujan mengguyur cukup deras. Setelah berjalan agak lama, kami berkumpul dan bersama mengamati contoh sarang di jalur WS, namun sayangnya, sarangnya masuk kelas IV, jadi kurang jelas. Setalah itu, si Prof. memperkenalkan teknik pengukuran tinggi pohon, dengan sampel sebuah pohon tinggi yang ditandai dengan garis dan tulisan merah. Setelah selesai, semua peserta berpencar sesuai dengan daerah pengamatannya masing-masing. Kelompok saya kembali ke depan untuk memulai di pohon nomer satu.
Satu persatu pohon mulai didata. Baru berkisar dua puluhan, kepala saya sudah mulai capek. Terlebih pikiran saya yang selalu berputar-putar dengan kepala mendangak menambah capek. Tetapi hal itu bisa teratasi dengan bercanda sekedarnya dengan anggota kelompok. Dan entah kenapa selalu saya yang jadi bahan tertawaan. Ah! Hal itu saya pikir biasa, dari pada jenuh karena terlalu serius.
Pak Odom dengan begitu lihainya, tampak mendominasi peran di kelompok kami Dengan sabar dan komprehensif, dia menjelaskan kepada kami banyak hal tentang fenologi. Kadang dia selalu menguji apa yang telah dia jelaskan. Kadang, kelompok kami menemukan kesulitan untuk mengukur leaf size dan texture, sementara daun sangat tinggi di atas pohon. Tetapi, hal itu tidak terlalu menghambat bagi Pak Odom, karena dia mengabil daun itu dari anak pohon atau dari daun-daun yang jatuh. Juga, atas saran dialah kami mengantongi beberapa daun yang kami ukur ukuran dan teksturnya.
Kira-kira jam 12.30 WIB, kami makan siang di persimpangan menuju jalu AI dan KS. Makan siangpun tidak bisa lepas dari tertawa dan tersenyum. Walaupun kata orang tua makan sambil tertawa itu tidak baik, tapi kali ini susah untuk dipatuhi. Pada saat makan siang, kelompok kami di temani kak Firman.
Setelah makan siang, kelompok kami bisa bekerja lebih cepat dari sebelumnya. Sebab, kami mulai terbiasa dengan pengamatan fenologi. Dan akhirnya pada pukul 16.15 WIB, kami menyudahi pengamtan di hari pertama walaupun hanya dengan 300 pohon yang terdata. Tubuh saya terasa sangat capek dan ingin buru-buru istirahat.
Pada malam harinya, setelah makan malam yang heboh, kami mendiskusikan hasil pengamatan masing-masing kelompok yang dimoderatori Pak Carel. Diskusi berlangsung seru dan menarik. Walaupun semakin malam semakin mengantuk, alhamdulillah saya dapat mengikuti diskusi sampai selesai.
Setelah diskusi selesai, saya kembali ke kamar dan sebelum tidur, masih saja sempat untuk bercanda dengan teman-teman sekamar; especially whit Samy Imut. Kantuk tetaplah kantuk. Dan akhirnya, tampa sengaja saya pun tertidur pulas sebelum jam 22.00 WIB—diperkirakan dengan jam dimatikannya diesel.
16 Juli 2008
Hari selanjutnya tampak lebih ringan dari pada hari pertama. Saya dan teman-teman satu kelompok mulai lancar dalam melakukan pendataan fenologi. Tetapi, walau bagaimanapun juga, capek tetaplah capek, dan itu saya rasa manusiawi. Namun, rasa capek tidak menjadi penghambat yang signifikan bagi perjalanan saya dan teman-teman.
Pengamatan fenologi seolah-olah seperti berulang-ulang—atau memang. Rutinitas kurang memberikan hiburan bagi saya dalam upaya fun researching. Setelah cukup lama, kami membagi dua kelompok untuk mempercepat pendataan. Kelompok pertama Pak Odom, Kak Wulan, dan Kak Indah melanjutkan jalur; kelompok kedua saya dan Pak Kia menyisir dari nomor fenologi paling belakang. Jadi nanti kami bertemu di tengah-tengah.
Selama pengamatan berlangsung, banyak sekali ditemukan nomor-nomor fenologi yang rusak, jatuh atau saling-silang. Seperti pada satu spot ada nomor 409 dan di dekatnya kadang ada juga nomor seperti 701. Jadi, untuk kelompok kedua hal ini mengharuskan ketelitian yang lebih dibandingkan hanya lurus-lurus saja mengikuti nomor urut fenologi.
Tidak lama kemudia, kedua kelompok tadi bertemu di titik tengah. Setelah sempat ngobrol dan bercanda, masing-masing kelompok menyelesaikan dulu pekerjaan masing-masing. Kelompok kedua istirahat terlebih dahulu.
Setelah kelompok pertama selesai, mereka langsung menuju tempat saya dan Pak Kia istirahat. Kami makan siang bersama. Berbumbu canda dan tawa tiada henti dan pedasnya cabe kritik-kritik kocak. Tak ayal, beberapa dari kelompok kami pingin buang hajat besar dan kecil. Namun, mereka tidak mau melakukannya di tengah hutan. Terpaksa mereka pulang cepat. Tinggallah saya dan Pak Kia yang masih menyelesaikan tugas.
Setelah semuanya benar-benar beres, saya dan Pak Kia kembali ke Camp. Ternyata di Camp sudah ada kelompok F yang lebih dulu sampai. Kami cukup puas dengan perolehan 500 pohon pada hari kedua ini dengan waktu setengah hari saja. Bicara mengenai validitas data, saya percaya pada kredibilitas Pak Odom dan Pak Kia yang memang itulah salah pekerjaan mereka di hutan.
Malam harinya, seperti biasa kami berdiskusi satu sama lain. Pak Carel cukup puas dengan data yang kami peroleh. Walaupun pada mulanya dia agak ragu, namun setelah mendengar penuturan Pak Odom diapun percaya. Diskusi berlangsung seru dengan pertanyaan-pertanyaan unik dan filosofis dari Prof. Carel. Setelah diskusi selesai, saya jalan-jalan dulu ke depan Camp. dan setelah itu baru istirahat.
17 Juli 2008
Pada hari selanjutnya, kelompok saya mendapatkan bagian untuk menghitung sarang sarang yang ditemukan dalam radius 20 meter dari titik temu persipangan empat arah di jalur A-ML dan A-EF. Pada pengamatan kali ini, sebenarnya kami melakukan pengulangan dari hasil yang didapat kelompok B dan C.
Nuansa baru; mencari sarang memang mengasyikkan. Bagi Pak Odom seolah-olah dia hafal dengan tempatnya. Dia dengan jeli membedakan mana sarang orang utan, tupai, atau sekumpulan daun padat saja.
Pada jalur A-ML kami melakukannya di lima plot dan menemukan 13 sarang. Sedangkan pada jalur A-EF kami melakukannya di lima plot juga dan menemukan 12 sarang. Yang unik adalah dari jalur A-EF, pada plot 1 dan 4 hanya ada satu sarang; plot 2 dan 3 tidak ada sarang sama sekali; pada plot 5 justru ada 8 plot.
Dari hasil pengamatan kami waktu itu, pada malam harinya sempat menjadi bahan diskusi yang menarik. Sebab, hasil dari kelompok B dan C jauh lebih sedikit dari hasil kelompok D. Namun, lagi-lagi Pak Odom yang dapat menjelaskan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi selama pengamatan. Pada malam itu saya yang presentasi.
Setelah diskusi, saya dan teman-teman yang lain kembali berkumpul di depan pintu masuk Camp, sekedar bercanda ria dan tukar-menukar informasi. Sebelum kembali ke kamar, saya mampir dulu di tempat cuci baju di samping dapur, pada saat itu Diky dan Kak Taufiq sedang cuci baju. Baru setelah itu saya kembali ke kamar dan tidur.
18 Juli 2008
Pada hari selanjutnya, kelompok saya kebagian line transect di jalur AI. Lagi-lagi ini pangulangan dari hasil kelompok C. Metode ini biasanya kurang baik hasilnya. Sebab, semua yang ada di sekitar transect dianggap representatif. Sehingga, kalau misalnya ada penghitungan densitas, maka biasanya nilanya lebih kecil dibandingkan metode yang lain. Metode Line Transect sangat mudah di lakukan. Pengamat hanya tinggal berjalan lurus di jalur dan mengamati sarang yang ditemukan selama pengamatan, itupun hanya yang dapat dilihat dari track.
Lagi-lagi Pak Odom beraksi. Pada hari sebelumnya kelompok C hanya mendapatkan sekitar 30-an sarang. Sedangkan kelompok kami mendapatkan 62 sarang. Tak ayal malam harinya menjadi perbicangan hangat setelah makan malam yang heboh—karena berat sebelah. Sehingga muncul statement dari Prof. Carel bahwa, kalau mau pengamatan sarang, Pak Odom ahlinya.
Malam itu kembali lagi main ke depan Camp. dan seperti biasa tidur setelah kembali ke Camp. Bedanya, malam itu kami sedikit mengambil gambar di tengah cahaya bulan purnama di bumi Borneo.
19 Juli 2008
Pada hari terakhir, kelompok kami dapat giliran mencoba Nest Focus. Yaitu mengamati dan mencatat sarang yang ditemukan pada plot-plot tertentu dengan kualifikasi kelas-kelas sarang tertentu. Setelah plot ditemukan, kami mengukur sekitar radius 20 meter sebagai area pengamatan. Menurut saya, ini cukup rumit dibandingkan metode-metode lain yang dipraktikkan pada short course kali ini. Tidak jauh beda dengan Nest Plot yang harus menembus semak belukar untuk mengukur radius dan mencari sarang. Namun nest focus harus diketahui terlebih dahulu plot yang masuk kualifikasi.
Area pengamatan kami dibagi dua dengan kelompok B. Bagian kami di jalur AI dari interval 890 – 1600 dan plot AI-S dan plot RF-S. Pengamatan terakhir ini lebih banyak menyita tenaga dibandingkan dengan yang lain. Namun, kadang-kadang ada beberapa plot yang tidak sesuai dengan kriteria kulaifikasi. Jadi, kelompok kami lebih baik tidak mendatanya untuk menghidari bias data. Hasil yang kami peroleh sekitar 5-10 sarang yang menyebar dan tidak jauh beda dengan yang lain. Setelah makan siang, kami kembali ke Camp lewat jalur KO (Kisar Odom). Selama perjalanan pulang, kami bertemu dengan burung unik berekor panjang dan Lutung Merah. Tidak lama kemudian kami sampai pertama ke Camp.
Merasa kurang puas, saya dan Pak Odom kembali masuk hutan untuk ambil gambar dan kalau bisa ingin bertemu orang utan. Pak Odom mengajari saya cara Long Call utuk mengetahui posisi orang utan. Hal itu tidak sia-sia. Beberapa kali saya meniru Long Call-nya, ada sahutan Long Call dari dua arah berbeda.
Setelah cukup capek keliling-keliling hutan, kami kembali lagi ke Camp dan istirahat sebentar. Perasaan terasa lega. Semua sudah dilaksanakan. Tinggal laporan nanti malam saja. Namun, seolah ada hal yang akan hilang setelah selesai short course ini. Perasaa saya bilang seperti itu.
Pada malam harinya diskusi berlangsung alot. Walaupun tidak ada hal unik lagi sperti malam-malam sebelumnya, tetapi saya merasa labih mengerti dengan penelitian ini. Sebab, malam terakhir, kami menarik kesimpulan dari hasil latihan peneltian singkat ini. Yaitu, bahwa sarang kelas IV-nya orang utan dalam pembuatannya di Tuanan memilki frekuensi lebih tinggi dibandingkan dengan daerah lain; pohon-pohon tertentu juga ada yang paling diminati sebagai sarang karena leave texture, branch angel, dan sejenisnya.
Namun, masih ada sisa. Ada beberapa plot untuk nest plot yang selisih temuan sarang antara satu kelompok dengan kelompok yang lain cukup signifikan. Akhirnya, pada pagi harinya mereka sepakat untuk peninjauan ulang ke lokasi. Mereka yang berangkat yaitu Prof Carel, Kak Ari Medidit, Kak Taufiq.
Setelah diskusi, saya dan teman-teman, juga dosen-dosen yang lain pergi ke depan pintu masuk. Kami banyak mengambil gambar di malam terakhir sembari ditemani bulan yang purnama. Banyak canda ria yang terlepas. Lebih-lebih kepada Kak Neneng dan Kak Adoy yang masih penelitian di sana.
Malam yang sangat indah dan ceria dengan canda dan tawa. Semua seolah belum sepenuhnya menyadari bahwa ada kemungkinan besok akan murung—tapi tidak usah terlalu dipikirkan. Ada awal ada akhir.
Malam terakhir saya tidur lebih larut dibandingkan biasanya. Kantuk ternyata masih bisa merebahkan jasadku, meskipun ada banyak rasa yang membludak di pikiranku. Subhanallah! Pengalaman indah yang tidak akan pernah saya lupakan.
Akhirnya pagi terakhir di Hutan Borneo tiba juga. Tidak terasa enam hari begelut dengan samudera ilmu pengetahuan di alam nyata. Sembari siap-siap untuk pulang ke Palangkaraya, saya merapikan barang-barang untuk di bawa pulang ke Jakarta. Sekitar pukul 09.00 WIB saya dan peserta short course yang lain menuju ke Pasir Putih untuk naik Boat ke Mentangai. Di jalan kami banyak mengambil gambar. Mulai dari foto bersama di Camp hingga selama perjalanan di anak Sungai Kapuas.
Satu setengah jam kemudian saya dan rombongan sampai di Mentangai. Ternyata mobil penjemput belum sampai. Kami mampir di Kantor BOSF di sana. Setelah sempat istirahat sebentar, mobil pun tiba. Setelah shalat dzuhur, kami menuju mobil yang telah tiba sebelumnya. Perjalanan pulangpun dimulai. Saya satu mobil dengan Bu Retno, Kak Wulan, Kak Indah, dan Diky. Rasa kantuk cukup berat menggantung di mataku. Pas setelah makan siang di rumah makan dekat persipangan Palangkaraya-Banjarmasin. Di mobil saya istirahat—walaupun tidak tidur.
Sesampainya di kawasan Kota Palangkaraya, teman-teman se-mobil mampir di Sendy’s Swalayan. Tapi, saya pisah ke Warnet sebelah untuk lihat IP saya di internet. Sesampainya di Mess BOSF, teman-teman rombongan mobil lain sudah sampai semua. Malam itu, setelah makan-makan, saya dan teman-teman mampir lagi di Warnet untuk melihat nilai IP. Setelah itu, saya istirahat; melepas penat seharian di atas mobil.
21 Agustus 2008
Pagi harinya, setelah sarapan pagi. Kami siap-siap untuk ikut Simposium di Bapelkes Kalimantan Tengah. Ke sana kami naik angkot yang sudah dicharter. Sesampainya di sana, saya mengisi lembar registrasi peserta Simposium. Tidak berselang lama setelah simposium di mulai, saya dipanggil teman-teman. Katanya untuk wawancara di BKSDA Kalimantan Tengah. Setelah wawancara, kami kembali ke Bapelkes untuk mengikuti simposium.
Setelah simposium selesai. Saya mengopy files presentasi dari para pengisi simposium. Para pengisi simposium adalah kurang lebih enam orang pembicara inti, dari BOSF tiga orang di antaraya pak Odom dan tiga orang lainnya Pak Tatang, Kak Gurit, dan Prof. Carel.
Sebelum kembali ke Mess, kami mampir di toko souvenir. Teman-teman yang lain pada asyik belanja. Sementara saya bingung mau belanja apa. Selain uang yang hanya tinggal Rp. 50.000, souvenir- souvenirnya macam-macam dan mahal-mahal lagi. Gaya saya aja yang sok bertanya, sok sibuk milah-milah barang, sok heboh nanya harga, tapi belanjanya Cuma Rp. 20.000 itupun sebatas satu lusin souvenir gantungan kunci.
Maksud hati ingin beli T-Shirt, namun uang yang tidak cukup. Tetapi, alhamdulillah saya dipinjami Bu Retno Rp. 50.000 untuk belanja lagi. Itu saya manfaatkan untuk beli T-Shirt Borneo seharga Rp. 35.000. setelah belanja puas, saya dan teman-teman kembali ke Mess dan saya sampai ba’da maghrib.
Malam terakhir di bumi Borneo banyak saya lewatkan di depan internet. Maklumlah, kalau saya di Jakarta, hampir setiap hari selalu on-line. Kebayang geregetnya untuk ngenet setelah lebih dari seminggu tidak surfing in cyber wave. Setelah ngantuk, saya kembali ke Mess untuk tidur. Teman-teman yang lain banyak yang jalan-jalan keliling Palangkaraya, tetapi saya lebih memilih jalan-jalan keliling dunia. Hehe.
22 Juli 2008
Akhirnya pagi ini tiba juga. Setelah sarapan pagi, beres-beres, dan seremoni perpisahan, saya dan rombongan berangkat ke bandara Tjilik Riwut. Garuda dengan gagahnya menunggu kami. Setelah bercuap-cuap dengan teman-teman baru di Palangkaraya, kami langsung chek-in. Sambil menunggu pukul 11.15 WIB, saya hanya termenung, berusaha mengambil banyak hal yang abstrak dari yang tidak bisa didapat oleh fisik dan rasa.
Tidak lama kemudian, kami satu persatu naik ke pesawat. Tampak Pak Tatang dari jauh mengambil gambar kami. Lagi-lagi saya satu deret tempat duduk dengan Kak Indah dan Diky. Selama perjalanan pulang, saya sempat terlelap. Dan 1 jam 22 menit kemudian, kami tiba kembali di Bandara Internasional Soekarno Hatta. Alhamdulillah!
Kesan dan Pesan
Pengalaman kali ini serba pertama kali : pertama kali naik pesawat—Garuda Indonesia lagi; pertama kali ke Hutan Borneo; pertama kali penelitian dengan Profesor dan Master-Master Sains; pertama kali melihat luasnya jaring-jaring konservasi Biologi; pertama kali melihat dan menyebrangi sungai terbesar di Indonesia, Sungai Kapuas; pertama kali menjelajahi hutan gambut; pertama kali jadi ”gila” di lapangan; pertama kali ketularan logat ”kah-kah”-nya Melayu Kalimantan; dan pertama kali-pertama kali lainnya.
Kegiatan ini sangat bermanfaat bagi saya. Sebab, saya sudah mendapatkan ilmu tentang penelitian primata terlebih dahulu serta praktiknya di lapangan secara langsung. Saya berharap, kapan-kapan saya bisa ikut lagi kegiatan sejenis ini, untuk menambah ilmu pengetahuan dan pengalaman saya.
Terima kasih tidak terhingga untuk Fakultas Biologi UNAS, AIM Zurich University, BOSF, Pak Tatang, dan pihak-pihak lain yang turut berkonstribusi bagi terlaksanya kegiatan ini. selain itu, terima kasih pula untuk Pak Odom, Pak Kia, Kak Wulan, dan Kak Indah yang menemani dan membimbing saya di kelompok D. Terakhir, Terima kasih untuk semua, khususnya yang membantu terselesainya pembuatan laporan perjalanan ini. Barvo Konservasi!
Beberapa hari sebelum ujian, di papan infromasi Fakultas Biologi UNAS, terpampang infromasi mengenai kegiatan Short Couse yang diselenggarakan oleh Fakultas Biologi UNAS bekerjasama dengan Zurich University Swisterland tentang Ekologi Primata; Berikut dengan Teori dan Metode Pengamatan di Lapangan. Saya merasa tertarik untuk mengikuti kegiatan tersebut, terlebih ketika tahu bahwa kegiatan ini gratis. Alhamdulillah, setelah saya mengirimkan lamaran untuk mengikuti kegiatan ini, tepat pada tanggal 3 Juli 2008 saya melihat nama saya termasuk di antara daftar nama mahasiswa lain yang lulus kualifikasi untuk ikut kegiatan ini. Sehari kemudian semua peserta kegiatan ini berkumpul di ruangan Dekan untuk membicarakan mengenai persiapan pemberangkatan.
Singkat cerita pada tanggal 12 Juli 2008, tim Short Course yang terdiri dari 10 peserta, 7 di antaranya adalah mahasiswa dan 3 dosen menerima teori dan metode pengamatan di lapangan dari Prof. Dr. Carel van Schaik dari AIM Zurich University di ruangan Laboratorium Mikrobiologi dan Genetika. Mereka adalah Kak Wulan, Kak Indah, Kak Taufik, Kak Devi, Kak Hesmi, Diki dan saya sendiri. Sementara dari dosen adalah Drs. Gautama Wisnubudi, MSi., Dra. Retno Widowati, MSi., Dra. Noverita, MSi., dan Drs. Tatang Mitra Setia MS. Walaupun jadwal agak molor, presentasi dapat berlangsung dengan baik. Sampai sore kegiatan pembukaan ini selesai. Walaupun tidak semua materi selesai di sampaikan, itu dipending terlebih dahulu dengan harapan dapat dilanjutkan pada hari berikutnya di Palangkaraya.
Saya sudah mempersiapkan perlengkapan dan kebutuhan untuk kegiatan ini sebelum berangkat ke Lab. Sebab, saya merencanakan untuk berangkat dari rumah Dikky dengan alasan di antaranya, saya belum pernah ke bandara Soe-Ta dan pengiritan dana. Terus terang, uang yang saya bawa tidak lebih dari seratus ribu rupiah saja, dan itu harus cukup untuk biaya jajan di sana dan oleh-oleh.
Setelah presentasi, saya di suruh Pak Tatang untuk menemani Prof. Carel ke Hotel Maharani di daerah Mampang. Setelah itu, saya langsung ke rumah Dikky. Ada hal lucu yang terjadi setelah itu, binocular yang saya pinpukul dari lab. Zoologi tertinggal di sekret KSPL ”Chelonia”, untung saya pegang kuncinya. Tanpa pikir panjang saya langsung kembali ke Lab. dan mengambilnya dan kembali lagi ke rumah Dikky. Malam Tanggal 13 Juli 2008 saya dan Dikky sibuk menyiapkan dan mengecek barang-barang yang mesti dibawa. Setelah itu, kami istirahat untuk persiapan besoknya.
Pada pukul 04.00 WIB tanggal 13 Juli 2008 saya dan Dikky bangun, kemudian mandi dan kembali mengecek barang-barang yang akan kami bawa. Setelah semuanya siap, kami sarapan pagi terlebih dahulu. Setelah semua barang dimasukkan ke mobil Dikky, kami tidak lupa menjemput Pak Tatang. Setelah salat subuh di mushalla SPBU terdekat, kami langsung menuju Bandara Internasional Soekarno-Hatta. Sesampainya di sana, ternyata Pak Gautama tiba duluan—dua setengah pukul sebelum pemberangkatan. Sambil menunggu teman-teman yang lain dan beberapa dosen, saya hanya bisa melihat-lihat di sekeliling bandara. Tidak lama kemudian kami semua berkumpul dan cek in dengan pemeriksaan yang ketat di bandara. Setelah memasukkan barang-barang berat ke loket bagasi, saya dan peserta Short Course yang lain menuju ke tempat peberangkatan. Karena jadwal pemberangkatan masih agak lama, kami jalan-jalan terlebih dahulu di sekitar bandara.
Tepat pada pukul 07.45 pesawat Garuda yang kami tumpangi berangkat dari Bandara Soe-Ta. Di pesawat saya satu deret dengan Dikky dan Kak Indah. Selama perjalanan, saya tidak lupa berdoa dan bersyukur untuk pertama kalinya naik pesawat. Walaupun agak gugup, tapi akhirnya terbiasa juga. Pemandangan dari atas peswat sangat indah. Seperti lautan yang mengahmpar luas dan menakjubkan. Gumpalan awan seolah-olah seperti salju di kutub selatan dan utara. Indah sekali, apalagi kami (saya, Dikky, dan Kak Indah) selalu melontarkan humor-humor segar selama perjalanan. Setelah dihidangi makanan oleh Pramugari, kamipun terlelap. Perjalanan dar Jakarta ke Palangkaranya kira-kira kami tempuh sekitar 1 pukul 22 menit. Sekitar pukul 10.45 WIB kami mendarat di Bandara Tjilik Riwut Palangkaraya, suhu di sana sekitar 270C.
Walaupun suhu lebih rendah dari Jakarta, di Palangkaraya angin cenderung labih sedikit berhe,bus dibandingkan dengan di Jakarta. Jadi, terasa seolah-olah lebih panas. Setelah saya dan rombongan mengambil barang, kami sedikit mengambil gambar di bandara. Karena di luar Kak Gurit Cs sudah menunggu. Setelah keluar dari bandara, kami langsung menuju Mess di Palangkaraya, tempat di mana kami tinggal sementara.
Sesampainya di sana, kami langsung membawa barang-barang masing-masing ke kamar masing-masing. Saya satu kamar dengan Dikky, Kak Taufiq, dan Pak Gautama. Saya menyempatkan diri istirahat sebentar dan setelah itu ngobrol dan bercandaria di teras depan. Pada malam harinya, kami makan malam di Palangkaraya Mall dengan mengendarai ankot sambil berdesak-desakan dan tentu penuh dengan canda-tawa. Setelah makan malam kami langsung balik ke Mess dan Prof. Carel melanjutkan presentasi Teori dan Metode pengamatan di Lapangan dengan menitik tekankan pada proyek penelitian sarang Orangutan dan pembagian kelompok. Setelah kelompok di bagi, saya ada di kelompok D yang beranggotakan Pak Odom, Kak Wulan, Kak Indah, dan saya sendiri—walaupun nanti ditambah Pak Kia setelah samapi di Tuanan. Mata terasa sangat ngantuk, dan sayapun tanpa disadari tertidur di dapan televisi bersama Dikky.
Pada tanggal 14 Juli 2008, sesuai dengan rencana, saya dan rombongan bersiap-siap menuju Base Camp Tuanan. Dua mobil sejenis Kijang versi terbaru dan sebuah mobil Rangger dengan gagah telah menunggu keberangkatan kami. Setelah semua barang bawaan siap, kami langsung berangkat tepat pada jam 12.31 di jam HP saya. Dalam satu mobil, saya bersama dengan Pak Tatang, Bu Nover, Bu Retno, Kak Wulan, dan dua anak Mapala Sylva Universitas Palangkaraya si Samuel dan Santi. Di tengah perjalanan, saya memandangi alam kalimantan dan melihat langsung bekas logging di sisi jalan. Selama perjalanan, saya lebih banyak tidur dari pada aktivitas lain di mobil. Jalan sangat lancar dan enak, apalagi didukung dengan mobil yang mantap; lelap. Baru pada sekitar pukul 12.00 WIB kami makan siang di dekat jalan persimpangan antara jalan menuju Palangkarya dan Banjarmasin. Seperti biasa, makan siang kali ini tetap di tarktir sama Bos Carel. Setelah makan, saya dan rombongan langsung menuju tempat penyebarangan Sungai Kapuas di Mandomai dengan ferrry sederhana. Karena khawatir, fondasi kayu penyebarangan tidak kuat, maka penumpang mobil satu persatu turun dari mobil dan mobil menyebrang satu persatu secara bergiliran.
Setelah semua mobil menyebarang, kami melanjutkan perjalanan ke Mentangai untuk langsung menuju Tuanan. Perjalanan sesi kedua ini agak sedikit mengganggu renacana tidurku. Jalan tidak lagi semulus semula. Tetapi tak jarang juga saya tertidur, sebab perut sudah kenyang disertai capeknya perjalanan; saya membayangkan seperti perjalanan dari ujung Madura ke Surabaya.
Sesampainya di Mentangai, kami memasukkan barang-barang terlebih dahulu ke boat, menyusul satu persatu anggota rombongan menaikinya. Setelah semuanya siap, boatpun melaju dengan akselerasi yang harmonis. Di tengah perjalanan saya menyaksikan pemnadangan yang luar biasa indahnya. Di tengah aliran anak Sungai Kapuas, berjejer pohon-pohon yang lebat; apabila melihat ke belakang dapat menyaksikan air yang membelah rapi dan angin kencang menghembus dari depan; kadang pula melihat pemukiman penduduk yang semi-tradisional di pingir sungai. Yang menarik, di pinggiran sungai kadang saya menemukan gereja dan masjid yang mungil. Menurut kabar, antara agama yang satu dengan agama yang lain di daerah kalteng jumlahnya hampir mirip satu sama lain. Karena hal-hal itulah, saya lebih memilih berdiri di margin boat, dari pada kursinya. Saya tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini untuk ”melahap-habis” pemandangan sungai Kalimantan. Rabbana ma khalaqta hadza batilan.
Suasana sore menambah indah pemandangan sungai, dengan riak air yang tenang dipecah oleh ujung boat yang melaju kencang, beramu harmonis dengan suasana hati yang gembira mendapatkan kesempatan berharga ini. Tidak lama kemudian, kamipun sampai di Pasir Putih, tempat pelabuhan boat di Tuanan. Pantas dengan namanya, di daerah ini pasir putih—seputih kapur—menghampar luas, dan konon pasir tersebut ditambang untuk dikomersilkan. Perjalanan kurang lebih 2 km menuju Base Camp diwarnai dengan sambutan aneka tumbuh-tumbuhan di sekitar jalan. Kata Pak Tatang, di daerah tersebut pada Tahun 2003 mengalami kebakaran dan tahun 2008 sudah mulai melebat. Banyak kami temukan Nephentes Sp. di sekitar jalan. Tepat pada pukul 16.15 WIB saya tiba di base camp. Kamar saya di lantai dua bersama dengan Dikky, Samuel (Samy), dan Kak Taufiq. Bersebelahan dengan kamar Pak Tatang dan Pak Gautama.
Pada malam harinya, kami berkumpul di ruangan makan untuk makan malam. Setalah itu kami berdiskusi dan merencanakan kegiatan pada hari pertama. Kelompok saya mendapatkan job yang sama dengan kelompok E untuk mendata fenologi pohon di jalur WS dengan data yang harus diselesaikan selama dua hari sebanyak 800 pohon. Setalah diskusi selesai, kami balik ke kamar masing-masing untuk istirahat dan mempersiapkan tenaga untuk frist trip besoknya. Data yang akan kelompok D ambil meliputi: Brance Angel, Canopy Cover, Leaf Distribution, Leaf Size, Leaf Texture, Nesting (class, position, PPD, dan high). Tanpa terlalu banyak basa-basi, saya pun terlelap dengan harapan pagi dapat bangun dengan suasana lebih baik.
Tanggal 15 Juli 2008.
Hari pertama turun langsung ke lapangan. Setalah sarapan pagi, saya langsung siap-siap untuk ke lapangan. Dengan segala macam perlengkapan lapangan, saya dan kelompok saya berangkat bersama dengan kelompok lain untuk pengenalan dasar tentang lapangan dan teknik pengukuran. Saya berjalan di atas track papan di sepanjang jalur WS dengan peserta Short Course yang lain. Papan agak licin. Sebab, semalam sebelumnya hujan mengguyur cukup deras. Setelah berjalan agak lama, kami berkumpul dan bersama mengamati contoh sarang di jalur WS, namun sayangnya, sarangnya masuk kelas IV, jadi kurang jelas. Setalah itu, si Prof. memperkenalkan teknik pengukuran tinggi pohon, dengan sampel sebuah pohon tinggi yang ditandai dengan garis dan tulisan merah. Setelah selesai, semua peserta berpencar sesuai dengan daerah pengamatannya masing-masing. Kelompok saya kembali ke depan untuk memulai di pohon nomer satu.
Satu persatu pohon mulai didata. Baru berkisar dua puluhan, kepala saya sudah mulai capek. Terlebih pikiran saya yang selalu berputar-putar dengan kepala mendangak menambah capek. Tetapi hal itu bisa teratasi dengan bercanda sekedarnya dengan anggota kelompok. Dan entah kenapa selalu saya yang jadi bahan tertawaan. Ah! Hal itu saya pikir biasa, dari pada jenuh karena terlalu serius.
Pak Odom dengan begitu lihainya, tampak mendominasi peran di kelompok kami Dengan sabar dan komprehensif, dia menjelaskan kepada kami banyak hal tentang fenologi. Kadang dia selalu menguji apa yang telah dia jelaskan. Kadang, kelompok kami menemukan kesulitan untuk mengukur leaf size dan texture, sementara daun sangat tinggi di atas pohon. Tetapi, hal itu tidak terlalu menghambat bagi Pak Odom, karena dia mengabil daun itu dari anak pohon atau dari daun-daun yang jatuh. Juga, atas saran dialah kami mengantongi beberapa daun yang kami ukur ukuran dan teksturnya.
Kira-kira jam 12.30 WIB, kami makan siang di persimpangan menuju jalu AI dan KS. Makan siangpun tidak bisa lepas dari tertawa dan tersenyum. Walaupun kata orang tua makan sambil tertawa itu tidak baik, tapi kali ini susah untuk dipatuhi. Pada saat makan siang, kelompok kami di temani kak Firman.
Setelah makan siang, kelompok kami bisa bekerja lebih cepat dari sebelumnya. Sebab, kami mulai terbiasa dengan pengamatan fenologi. Dan akhirnya pada pukul 16.15 WIB, kami menyudahi pengamtan di hari pertama walaupun hanya dengan 300 pohon yang terdata. Tubuh saya terasa sangat capek dan ingin buru-buru istirahat.
Pada malam harinya, setelah makan malam yang heboh, kami mendiskusikan hasil pengamatan masing-masing kelompok yang dimoderatori Pak Carel. Diskusi berlangsung seru dan menarik. Walaupun semakin malam semakin mengantuk, alhamdulillah saya dapat mengikuti diskusi sampai selesai.
Setelah diskusi selesai, saya kembali ke kamar dan sebelum tidur, masih saja sempat untuk bercanda dengan teman-teman sekamar; especially whit Samy Imut. Kantuk tetaplah kantuk. Dan akhirnya, tampa sengaja saya pun tertidur pulas sebelum jam 22.00 WIB—diperkirakan dengan jam dimatikannya diesel.
16 Juli 2008
Hari selanjutnya tampak lebih ringan dari pada hari pertama. Saya dan teman-teman satu kelompok mulai lancar dalam melakukan pendataan fenologi. Tetapi, walau bagaimanapun juga, capek tetaplah capek, dan itu saya rasa manusiawi. Namun, rasa capek tidak menjadi penghambat yang signifikan bagi perjalanan saya dan teman-teman.
Pengamatan fenologi seolah-olah seperti berulang-ulang—atau memang. Rutinitas kurang memberikan hiburan bagi saya dalam upaya fun researching. Setelah cukup lama, kami membagi dua kelompok untuk mempercepat pendataan. Kelompok pertama Pak Odom, Kak Wulan, dan Kak Indah melanjutkan jalur; kelompok kedua saya dan Pak Kia menyisir dari nomor fenologi paling belakang. Jadi nanti kami bertemu di tengah-tengah.
Selama pengamatan berlangsung, banyak sekali ditemukan nomor-nomor fenologi yang rusak, jatuh atau saling-silang. Seperti pada satu spot ada nomor 409 dan di dekatnya kadang ada juga nomor seperti 701. Jadi, untuk kelompok kedua hal ini mengharuskan ketelitian yang lebih dibandingkan hanya lurus-lurus saja mengikuti nomor urut fenologi.
Tidak lama kemudia, kedua kelompok tadi bertemu di titik tengah. Setelah sempat ngobrol dan bercanda, masing-masing kelompok menyelesaikan dulu pekerjaan masing-masing. Kelompok kedua istirahat terlebih dahulu.
Setelah kelompok pertama selesai, mereka langsung menuju tempat saya dan Pak Kia istirahat. Kami makan siang bersama. Berbumbu canda dan tawa tiada henti dan pedasnya cabe kritik-kritik kocak. Tak ayal, beberapa dari kelompok kami pingin buang hajat besar dan kecil. Namun, mereka tidak mau melakukannya di tengah hutan. Terpaksa mereka pulang cepat. Tinggallah saya dan Pak Kia yang masih menyelesaikan tugas.
Setelah semuanya benar-benar beres, saya dan Pak Kia kembali ke Camp. Ternyata di Camp sudah ada kelompok F yang lebih dulu sampai. Kami cukup puas dengan perolehan 500 pohon pada hari kedua ini dengan waktu setengah hari saja. Bicara mengenai validitas data, saya percaya pada kredibilitas Pak Odom dan Pak Kia yang memang itulah salah pekerjaan mereka di hutan.
Malam harinya, seperti biasa kami berdiskusi satu sama lain. Pak Carel cukup puas dengan data yang kami peroleh. Walaupun pada mulanya dia agak ragu, namun setelah mendengar penuturan Pak Odom diapun percaya. Diskusi berlangsung seru dengan pertanyaan-pertanyaan unik dan filosofis dari Prof. Carel. Setelah diskusi selesai, saya jalan-jalan dulu ke depan Camp. dan setelah itu baru istirahat.
17 Juli 2008
Pada hari selanjutnya, kelompok saya mendapatkan bagian untuk menghitung sarang sarang yang ditemukan dalam radius 20 meter dari titik temu persipangan empat arah di jalur A-ML dan A-EF. Pada pengamatan kali ini, sebenarnya kami melakukan pengulangan dari hasil yang didapat kelompok B dan C.
Nuansa baru; mencari sarang memang mengasyikkan. Bagi Pak Odom seolah-olah dia hafal dengan tempatnya. Dia dengan jeli membedakan mana sarang orang utan, tupai, atau sekumpulan daun padat saja.
Pada jalur A-ML kami melakukannya di lima plot dan menemukan 13 sarang. Sedangkan pada jalur A-EF kami melakukannya di lima plot juga dan menemukan 12 sarang. Yang unik adalah dari jalur A-EF, pada plot 1 dan 4 hanya ada satu sarang; plot 2 dan 3 tidak ada sarang sama sekali; pada plot 5 justru ada 8 plot.
Dari hasil pengamatan kami waktu itu, pada malam harinya sempat menjadi bahan diskusi yang menarik. Sebab, hasil dari kelompok B dan C jauh lebih sedikit dari hasil kelompok D. Namun, lagi-lagi Pak Odom yang dapat menjelaskan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi selama pengamatan. Pada malam itu saya yang presentasi.
Setelah diskusi, saya dan teman-teman yang lain kembali berkumpul di depan pintu masuk Camp, sekedar bercanda ria dan tukar-menukar informasi. Sebelum kembali ke kamar, saya mampir dulu di tempat cuci baju di samping dapur, pada saat itu Diky dan Kak Taufiq sedang cuci baju. Baru setelah itu saya kembali ke kamar dan tidur.
18 Juli 2008
Pada hari selanjutnya, kelompok saya kebagian line transect di jalur AI. Lagi-lagi ini pangulangan dari hasil kelompok C. Metode ini biasanya kurang baik hasilnya. Sebab, semua yang ada di sekitar transect dianggap representatif. Sehingga, kalau misalnya ada penghitungan densitas, maka biasanya nilanya lebih kecil dibandingkan metode yang lain. Metode Line Transect sangat mudah di lakukan. Pengamat hanya tinggal berjalan lurus di jalur dan mengamati sarang yang ditemukan selama pengamatan, itupun hanya yang dapat dilihat dari track.
Lagi-lagi Pak Odom beraksi. Pada hari sebelumnya kelompok C hanya mendapatkan sekitar 30-an sarang. Sedangkan kelompok kami mendapatkan 62 sarang. Tak ayal malam harinya menjadi perbicangan hangat setelah makan malam yang heboh—karena berat sebelah. Sehingga muncul statement dari Prof. Carel bahwa, kalau mau pengamatan sarang, Pak Odom ahlinya.
Malam itu kembali lagi main ke depan Camp. dan seperti biasa tidur setelah kembali ke Camp. Bedanya, malam itu kami sedikit mengambil gambar di tengah cahaya bulan purnama di bumi Borneo.
19 Juli 2008
Pada hari terakhir, kelompok kami dapat giliran mencoba Nest Focus. Yaitu mengamati dan mencatat sarang yang ditemukan pada plot-plot tertentu dengan kualifikasi kelas-kelas sarang tertentu. Setelah plot ditemukan, kami mengukur sekitar radius 20 meter sebagai area pengamatan. Menurut saya, ini cukup rumit dibandingkan metode-metode lain yang dipraktikkan pada short course kali ini. Tidak jauh beda dengan Nest Plot yang harus menembus semak belukar untuk mengukur radius dan mencari sarang. Namun nest focus harus diketahui terlebih dahulu plot yang masuk kualifikasi.
Area pengamatan kami dibagi dua dengan kelompok B. Bagian kami di jalur AI dari interval 890 – 1600 dan plot AI-S dan plot RF-S. Pengamatan terakhir ini lebih banyak menyita tenaga dibandingkan dengan yang lain. Namun, kadang-kadang ada beberapa plot yang tidak sesuai dengan kriteria kulaifikasi. Jadi, kelompok kami lebih baik tidak mendatanya untuk menghidari bias data. Hasil yang kami peroleh sekitar 5-10 sarang yang menyebar dan tidak jauh beda dengan yang lain. Setelah makan siang, kami kembali ke Camp lewat jalur KO (Kisar Odom). Selama perjalanan pulang, kami bertemu dengan burung unik berekor panjang dan Lutung Merah. Tidak lama kemudian kami sampai pertama ke Camp.
Merasa kurang puas, saya dan Pak Odom kembali masuk hutan untuk ambil gambar dan kalau bisa ingin bertemu orang utan. Pak Odom mengajari saya cara Long Call utuk mengetahui posisi orang utan. Hal itu tidak sia-sia. Beberapa kali saya meniru Long Call-nya, ada sahutan Long Call dari dua arah berbeda.
Setelah cukup capek keliling-keliling hutan, kami kembali lagi ke Camp dan istirahat sebentar. Perasaan terasa lega. Semua sudah dilaksanakan. Tinggal laporan nanti malam saja. Namun, seolah ada hal yang akan hilang setelah selesai short course ini. Perasaa saya bilang seperti itu.
Pada malam harinya diskusi berlangsung alot. Walaupun tidak ada hal unik lagi sperti malam-malam sebelumnya, tetapi saya merasa labih mengerti dengan penelitian ini. Sebab, malam terakhir, kami menarik kesimpulan dari hasil latihan peneltian singkat ini. Yaitu, bahwa sarang kelas IV-nya orang utan dalam pembuatannya di Tuanan memilki frekuensi lebih tinggi dibandingkan dengan daerah lain; pohon-pohon tertentu juga ada yang paling diminati sebagai sarang karena leave texture, branch angel, dan sejenisnya.
Namun, masih ada sisa. Ada beberapa plot untuk nest plot yang selisih temuan sarang antara satu kelompok dengan kelompok yang lain cukup signifikan. Akhirnya, pada pagi harinya mereka sepakat untuk peninjauan ulang ke lokasi. Mereka yang berangkat yaitu Prof Carel, Kak Ari Medidit, Kak Taufiq.
Setelah diskusi, saya dan teman-teman, juga dosen-dosen yang lain pergi ke depan pintu masuk. Kami banyak mengambil gambar di malam terakhir sembari ditemani bulan yang purnama. Banyak canda ria yang terlepas. Lebih-lebih kepada Kak Neneng dan Kak Adoy yang masih penelitian di sana.
Malam yang sangat indah dan ceria dengan canda dan tawa. Semua seolah belum sepenuhnya menyadari bahwa ada kemungkinan besok akan murung—tapi tidak usah terlalu dipikirkan. Ada awal ada akhir.
Malam terakhir saya tidur lebih larut dibandingkan biasanya. Kantuk ternyata masih bisa merebahkan jasadku, meskipun ada banyak rasa yang membludak di pikiranku. Subhanallah! Pengalaman indah yang tidak akan pernah saya lupakan.
Akhirnya pagi terakhir di Hutan Borneo tiba juga. Tidak terasa enam hari begelut dengan samudera ilmu pengetahuan di alam nyata. Sembari siap-siap untuk pulang ke Palangkaraya, saya merapikan barang-barang untuk di bawa pulang ke Jakarta. Sekitar pukul 09.00 WIB saya dan peserta short course yang lain menuju ke Pasir Putih untuk naik Boat ke Mentangai. Di jalan kami banyak mengambil gambar. Mulai dari foto bersama di Camp hingga selama perjalanan di anak Sungai Kapuas.
Satu setengah jam kemudian saya dan rombongan sampai di Mentangai. Ternyata mobil penjemput belum sampai. Kami mampir di Kantor BOSF di sana. Setelah sempat istirahat sebentar, mobil pun tiba. Setelah shalat dzuhur, kami menuju mobil yang telah tiba sebelumnya. Perjalanan pulangpun dimulai. Saya satu mobil dengan Bu Retno, Kak Wulan, Kak Indah, dan Diky. Rasa kantuk cukup berat menggantung di mataku. Pas setelah makan siang di rumah makan dekat persipangan Palangkaraya-Banjarmasin. Di mobil saya istirahat—walaupun tidak tidur.
Sesampainya di kawasan Kota Palangkaraya, teman-teman se-mobil mampir di Sendy’s Swalayan. Tapi, saya pisah ke Warnet sebelah untuk lihat IP saya di internet. Sesampainya di Mess BOSF, teman-teman rombongan mobil lain sudah sampai semua. Malam itu, setelah makan-makan, saya dan teman-teman mampir lagi di Warnet untuk melihat nilai IP. Setelah itu, saya istirahat; melepas penat seharian di atas mobil.
21 Agustus 2008
Pagi harinya, setelah sarapan pagi. Kami siap-siap untuk ikut Simposium di Bapelkes Kalimantan Tengah. Ke sana kami naik angkot yang sudah dicharter. Sesampainya di sana, saya mengisi lembar registrasi peserta Simposium. Tidak berselang lama setelah simposium di mulai, saya dipanggil teman-teman. Katanya untuk wawancara di BKSDA Kalimantan Tengah. Setelah wawancara, kami kembali ke Bapelkes untuk mengikuti simposium.
Setelah simposium selesai. Saya mengopy files presentasi dari para pengisi simposium. Para pengisi simposium adalah kurang lebih enam orang pembicara inti, dari BOSF tiga orang di antaraya pak Odom dan tiga orang lainnya Pak Tatang, Kak Gurit, dan Prof. Carel.
Sebelum kembali ke Mess, kami mampir di toko souvenir. Teman-teman yang lain pada asyik belanja. Sementara saya bingung mau belanja apa. Selain uang yang hanya tinggal Rp. 50.000, souvenir- souvenirnya macam-macam dan mahal-mahal lagi. Gaya saya aja yang sok bertanya, sok sibuk milah-milah barang, sok heboh nanya harga, tapi belanjanya Cuma Rp. 20.000 itupun sebatas satu lusin souvenir gantungan kunci.
Maksud hati ingin beli T-Shirt, namun uang yang tidak cukup. Tetapi, alhamdulillah saya dipinjami Bu Retno Rp. 50.000 untuk belanja lagi. Itu saya manfaatkan untuk beli T-Shirt Borneo seharga Rp. 35.000. setelah belanja puas, saya dan teman-teman kembali ke Mess dan saya sampai ba’da maghrib.
Malam terakhir di bumi Borneo banyak saya lewatkan di depan internet. Maklumlah, kalau saya di Jakarta, hampir setiap hari selalu on-line. Kebayang geregetnya untuk ngenet setelah lebih dari seminggu tidak surfing in cyber wave. Setelah ngantuk, saya kembali ke Mess untuk tidur. Teman-teman yang lain banyak yang jalan-jalan keliling Palangkaraya, tetapi saya lebih memilih jalan-jalan keliling dunia. Hehe.
22 Juli 2008
Akhirnya pagi ini tiba juga. Setelah sarapan pagi, beres-beres, dan seremoni perpisahan, saya dan rombongan berangkat ke bandara Tjilik Riwut. Garuda dengan gagahnya menunggu kami. Setelah bercuap-cuap dengan teman-teman baru di Palangkaraya, kami langsung chek-in. Sambil menunggu pukul 11.15 WIB, saya hanya termenung, berusaha mengambil banyak hal yang abstrak dari yang tidak bisa didapat oleh fisik dan rasa.
Tidak lama kemudian, kami satu persatu naik ke pesawat. Tampak Pak Tatang dari jauh mengambil gambar kami. Lagi-lagi saya satu deret tempat duduk dengan Kak Indah dan Diky. Selama perjalanan pulang, saya sempat terlelap. Dan 1 jam 22 menit kemudian, kami tiba kembali di Bandara Internasional Soekarno Hatta. Alhamdulillah!
Kesan dan Pesan
Pengalaman kali ini serba pertama kali : pertama kali naik pesawat—Garuda Indonesia lagi; pertama kali ke Hutan Borneo; pertama kali penelitian dengan Profesor dan Master-Master Sains; pertama kali melihat luasnya jaring-jaring konservasi Biologi; pertama kali melihat dan menyebrangi sungai terbesar di Indonesia, Sungai Kapuas; pertama kali menjelajahi hutan gambut; pertama kali jadi ”gila” di lapangan; pertama kali ketularan logat ”kah-kah”-nya Melayu Kalimantan; dan pertama kali-pertama kali lainnya.
Kegiatan ini sangat bermanfaat bagi saya. Sebab, saya sudah mendapatkan ilmu tentang penelitian primata terlebih dahulu serta praktiknya di lapangan secara langsung. Saya berharap, kapan-kapan saya bisa ikut lagi kegiatan sejenis ini, untuk menambah ilmu pengetahuan dan pengalaman saya.
Terima kasih tidak terhingga untuk Fakultas Biologi UNAS, AIM Zurich University, BOSF, Pak Tatang, dan pihak-pihak lain yang turut berkonstribusi bagi terlaksanya kegiatan ini. selain itu, terima kasih pula untuk Pak Odom, Pak Kia, Kak Wulan, dan Kak Indah yang menemani dan membimbing saya di kelompok D. Terakhir, Terima kasih untuk semua, khususnya yang membantu terselesainya pembuatan laporan perjalanan ini. Barvo Konservasi!